Afgan Kembali ke Nol
Popularitas yang datang cepat membuat ego seorang Afgansyah Reza melambung setinggi langit. Apalagi kala itu, Afgan belum lama melepas statusnya sebagai anak putih abu-abu. Seiring waktu, Afgan makin menyadari, musik yang dicintainya bukan lagi semata tentang popularitas, melainkan jalan untuk membawa kebahagiaan kepada lebih banyak orang.
Lagu ”Terima Kasih Cinta” adalah lagu yang membuka jalan, sekaligus melambungkan nama Afgan ke langit ketujuh. Lagu tersebut merupakan singel andalan di album pertama Afgan yang direkam tahun 2008 berjudul Confession No. 1. Berkat lagu itu, nama Afgan meroket dan segera menjadi idola baru di dunia musik Tanah Air.
Afgan, yang kala itu baru saja melepas statusnya sebagai anak SMA, tak pelak mengalami sindrom bintang. Dari seorang remaja biasa yang tak dikenal orang, tiba-tiba Afgan diburu banyak orang. Egonya pun melesat. Dari bukan siapa-siapa (nobody), Afgan menyadari, dia telah menjadi ”seseorang” (somebody).
”Aku inget banget, ’Terima Kasih Cinta’ itu booming banget sampai aku kaget. Aku dari yang jalan di mana-mana enggak ada yang kenal sampai bisa dikerubutin orang. Shock sih,” kenang Afgan, Senin (27/5/2019) siang, di kawasan Senayan, Jakarta.
Meski shock, Afgan tahu betul itu adalah mimpinya. Maka, Afgan yang sesungguhnya pemalu mencoba berani menghadapinya. Toh, Afgan tetaplah manusia biasa. Usianya yang masih muda tak mampu menanggung popularitas yang begitu besar dan tiba-tiba.
”Buat anak yang belum menemukan jati diri tiba-tiba terkenal banget itu bisa nge-push egonya terlalu cepat. Jadi bisa besar kepala. Kaget kan, tiba-tiba punya ego dari yang bukan siapa-siapa, lalu merasa I am somebody. Ada banyak hal yang enggak bisa aku banggakan di masa lalu,” kata Afgan.
Dia berhasil melewati masa itu berkat dukungan kedua orangtua, terutama Sang Mama, juga keluarga dan teman- temannya. ”Untungnya aku enggak terlalu bergaul sama ’orang-orang aneh’ waktu itu. Teman-teman sekolah kayak ngejagain aku. Senang, bisa melewati itu semua,” katanya.
Hari itu, Afgan berulang tahun ke-30. Berbeda dengan sosoknya yang pertama kali muncul di dunia musik Tanah Air yang terlihat bau kencur, kini Afgan terlihat makin matang. Ini tampak dari sosoknya yang makin tenang, juga terbaca dari pilihan sikapnya dalam menghadapi berbagai hal dalam hidupnya.
”Aku ngerasa, makin dewasa di industri ini, aku makin ngerasa biasa aja,” katanya. Afgan kini menanggapi popularitasnya itu dengan sikap yang lebih membumi, tak lagi dengan ego yang membubung tinggi.
Jalan mulus
Perjalanan Afgan di dunia musik hingga memasuki tahun ke-11 memang terbilang mulus. Padahal, sebelumnya, tak tebersit di benak Afgan mendapat karpet merah di industri musik Tanah Air. ”Dulu awalnya aku iseng ke tempat karaoke di Karawaci. Namanya Wanna B. Itu dulu kita bisa datang terus bisa bikin mini album. Albumnya boleh buat kita,” kata Afgan.
Rupanya, sang pemilik yang berniat membuat label rekaman terkesima dengan suara Afgan. Seperti sudah digariskan, Afgan pun dipinang, kontrak dua album bersama Wanna B. ”Saat itu excited banget, ini impian gue. Makanya, langsung teken kontrak. Padahal, naif sih sebenernya kalau diinget. Kan harusnya ditelaah dulu. Tapi ini jalan dari Allah ya. Aku harus melewati ini,” ujarnya.
Dari sana, jalan Afgan ke dunia musik pun terbuka. Bersama Wanna B, Afgan belajar mencicipi perjalanan menjadi penyanyi seperti impiannya. ”Aku pertama nyanyi di Food Court di Karawaci Mal. Ada roller coaster-nya aku ingat banget. Enggak ada yang nonton, cuma keluarga yang aku kasih tahu kalau aku nyanyi di sana. Dibayar pakai voucer makan Rp 500.000,” ujar Afgan.
Voucer itu masih disimpan sebagai kenang-kenangan. ”Sengaja enggak dipakai buat mengingatkan dulu pernah mengalami ini,” katanya.
Afgan lalu makin kerap tampil di depan publik, menyanyi tanpa dibayar di banyak tempat untuk menumbuhkan rasa percaya dirinya. ”Dulu kaku banget sih nyanyinya, parah karena kan enggak pernah nyanyi. Jadi aku berterima kasih sebenarnya sama tim di label pertama. Mereka membangun aku dari bukan siapa- siapa, dan mereka benar-benar ’Ayo lo bisa’. Jadi, aku enggak bisa lupa sama mereka,” kata Afgan yang kini bergabung dengan label Trinity Optima.
Afgan senang, impiannya telah terwujud. Meski untuk meraihnya tak selalu mulus, seperti yang dia bayangkan saat kanak-kanak. ”Waktu kecil aku ngelihat, kayaknya enak banget hidupnya (penyanyi). Ternyata di balik itu banyak hal yang harus dipelajari dalam industri, bagaimana harus have the right attitude dalam bekerja,” ujarnya.
Saat duduk di bangku taman kanak-kanak, Afgan sebenarnya lebih tertarik pada musik klasik instrumental yang kerap diputar orangtuanya. Dari situ, Afgan yang senang menyaksikan acara musik di televisi menemukan cinta pada dunia tarik suara.
Salah satu yang membuatnya jatuh cinta pada dunia tarik suara dan musik pop adalah almarhum Chrisye. Dia kerap melihat Chrisye tampil di TV dengan lagu-lagu yang video klipnya digarap sangat bagus. ”Itu momen di mana aku jatuh cinta sama musik pop. Sampai sekarang aku cinta mati sama Chrisye,” ungkapnya.
Selera musiknya juga banyak dipengaruhi penyanyi lawas era 80-90-an, seperti Peabo Bryson, Luther Vandross, Stevie Wonder, dan Whitney Houston. Ia mengaku, cara menyanyinya terpengaruh para penyanyi di era tersebut.
Punya tujuan
Saat memasuki usia ke-25, Afgan mulai berpikir harus ada tujuan lebih besar dari sekadar menyanyi. Dia pun mulai memikirkan apa yang bisa dia sampaikan melalui musiknya. ”Jadi aku mulai hands on dalam pembuatan album. Sekarang aku mulai punya perspektif biarpun masih banyak yang perlu dipelajari,” katanya.
Afgan ingin membawa kebahagiaan bagi orang banyak. Dia ingat, dulu ketika mendengar penyanyi-penyanyi idolanya, dia pun merasa bahagia. ”Dan itu juga yang ingin kusampaikan dan aku ingin orang merasa begitu ketika dengar lagu-laguku. Walaupun temanya broken hearted, tapi lebih ke ikhlas, let it go,” katanya.
Afgan ingin berbuat sebaik- baiknya, sebanyak-banyaknya agar bisa membawa kebaikan kepada orang lain. Bertepatan dengan hari ulang tahunnya, Afgan menggalang dana melalui kitabisa.com yang diperuntukkan bagi anak-anak berprestasi di tempat-tempat di Tanah Air yang tak punya akses pendidikan.
Dalam waktu dekat, Afgan akan terbang ke San Francisco, Amerika Serikat, untuk merekam album berbahasa Inggris pertamanya.
”Jadi nanti balik lagi ke nol karena di sana belum well known, enggak ada yang kenal,” kata Afgan.
Baginya, itu adalah cara untuk mendapatkan tantangan baru. Dia ingin terus belajar dan bertemu lebih banyak orang karena di Tanah Air posisi Afgan sudah sangat nyaman. ”Aku butuh sesuatu yang baru, sesuatu yang refreshing. Harapannya enggak muluk. Cuma pengin bikin musik yang sejujur-jujurnya dan sebebas-bebasnya,” kata Afgan.
Di sana, Afgan akan melakukan eksperimen yang tak bisa dilakukan di Tanah Air karena mindset orang tentang Afgan sudah terbentuk. Afgan, apa boleh buat, sudah terlalu identik dengan musik pop. ”Sebenarnya jiwaku lebih RnB, black music, soul, karena influence-ku semuanya kulit hitam. Jadi caraku nyanyi sedikit banyak kayak mereka, untuk lebih nunjukin that side of me, otentik. Tapi aku enggak berusaha jadi penyanyi kulit hitam karena kan aku Asia,” katanya.
Afgan akan menggelar konser bertajuk ”Dekade” pada 9 Agustus 2019 di Istora Senayan, Jakarta, sebagai penanda kiprahnya selama 10 tahun di dunia musik. Konser ini sekaligus menjadi sarana bagi Afgan untuk rebranding dirinya. ”Dari penampilan, sound music, semua dibalut dengan konsep apa yang mau aku tampilkan for the next 10 years,” katanya.
Afgansyah Reza
Lahir: Jakarta, 27 Mei 1989
Orangtua: Loyd Yahya dan Lola Purnama
Pendidikan:
- SMA 34 Jakarta (2004-2007)
- Universitas Indonesia Jurusan Ekonomi (2007-2008)-vakum 3 tahun
- Universitas Monash Malaysia Jurusan Bisnis Marketing (2011-2013)
Penghargaan antara lain:
- Artist of the Year-MTV Indonesia Awards (2008)
- AMI Awards Best Solo Male Singer (2009)
- Best Duet with Rossa Anugerah Planet Muzik (2015)
- Best Collaboration Artist with SonaOne-Anugerah Planet Muzik (2017)
Diskografi:
- Confession No.1 (2008)
- The One (2009)
- Live to Love (2013)
- Sides (2016)
- Dekade (2018)