Dikejar Gajah Pembunuh
Bukan baru sekali ini saya bertemu gajah liar. Pertemuan dengan mereka di dalam hutan berjalan baik-baik saja. Ironisnya, ketika bertemu gajah liar di dekat permukiman penduduk, saya justru dikejar gajah pimpinan kelompok yang konon pernah membunuh seorang manusia. Tubuh pun gemetar menahan rasa takut.
Bukan baru sekali ini saya bertemu gajah liar. Pertemuan dengan mereka di dalam hutan berjalan baik-baik saja. Ironisnya, ketika bertemu gajah liar di dekat permukiman penduduk, saya justru dikejar gajah pimpinan kelompok yang konon pernah membunuh seorang manusia. Tubuh pun gemetar menahan rasa takut.
Sehari menjelang Lebaran 5 Juni 2019, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau merilis berita kepada media di Pekanbaru. Rilis menginformasikan, mahout (pawang gajah) dari Pusat Latihan Gajah Minas, Kabupaten Siak, Riau, sudah beberapa hari menggiring 11 gajah liar yang masuk ke ladang warga di Kelurahan Agrowisata, Palas, dan Maharani, Kota Pekanbaru. Intinya, BBKSDA Riau ingin mengatakan, pada saat pegawai instansi lain berlibur mempersiapkan Lebaran, pekerja lapangan mereka justru semakin intensif mengawal gajah.
Rilis itu langsung membuat saya tertarik. Ini bahan berita bagus. Bayangkan, ada 11 gajah berkeliaran di lokasi yang hanya berjarak sekitar 20 kilometer dari Kantor Gubernur Riau dan Wali Kota Pekanbaru. Apakah Pekanbaru yang merupakan ibu kota Provinsi Riau itu masih berupa hutan belantara sehingga kawanan gajah masih berkeliaran?
Beberapa media langsung memberitakan rilis berita gajah masuk ladang warga dan memajang foto yang dilampirkan BBKSDA. Saya memilih tidak memberitakan rilis itu, tetapi ingin terjun langsung ke lapangan, melihat aktivitas gajah dari dekat.
Liputan ke lokasi gajah ternyata tidak segera dapat dilakukan. Lebaran sudah sangat dekat. Apalagi informasi yang saya peroleh, mahout PLG Minas yang bertugas menggiring gajah tidak berpatroli pada malam Lebaran dan pada hari raya pertama.
Pada pagi hari kedua Lebaran, saya langsung menghubungi Kepala BBKSDA Riau Suharyono, Kepala Bidang I BBKSDA Riau Heru Sutmantoro, dan Dian Indriati dari Humas BBKSDA untuk meminta nomor kontak mahout PLG Minas. Ternyata tiga telepon yang dihubungi itu tidak aktif. Pesan Whatsapp (WA) kepada Suharyono dan Dian juga tidak berbalas.
Saya kemudian meminta bantuan Staf Khusus Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Afni Zulkifli untuk tujuan yang sama. Sekitar setengah jam menunggu, Afni membalas pesan dan berjanji akan membantu.
Bantuan Afni langsung terasa. Tidak lama kemudian, Dian memberi kabar lewat WA dengan kesediaan membantu saya. Ia memberikan nomor Kepala Bidang I BBKSDA Riau Andri Hansen Siregar yang menjadi Pelaksana Harian BBKSDA Riau.
Dari Andri, saya dapat menghubungi Tutur, salah seorang mahout yang bertugas menggiring gajah selama sepekan sebelum Lebaran. Bahkan, saya mendapat izin untuk ikut patroli memantau gajah, yang akan dilaksanakan oleh Tim Tutur pada Kamis (6/6/2019) malam, atau pada hari Lebaran kedua.
Pukul 16.00 saya sudah sampai ke kediaman Tutur di Kelurahan Muara Fajar, Kota Pekanbaru, di perbatasan Siak Setelah bercerita ngalor ngidul, saya mengajak Tutur untuk melaksanakan patroli lebih cepat dari jadwalnya.
Alasannya, kalau patroli malam hari, tentu saja saya tidak bakal mendapat foto lokasi bekas serangan gajah. Kalau beruntung, saya masih dapat memotret aktivitas gajah pada suasana terang. Tutur pun setuju. Kami berangkat berdua saja, menggunakan kendaraan saya yang berjenis kabin ganda yang berpenggerak empat roda.
Untuk menuju lokasi penemuan gajah terakhir, kami memasuki Kelurahan Maharani. Suasananya lebih mirip perdesaan. Pepohonan sawit dan ladang warga mendominasi. Meski demikian, di sepanjang jalan sudah banyak permukiman penduduk meski tidak terlalu rapat. Di beberapa tempat, Tutur menunjukkan beberapa lokasi yang pernah disatroni gajah. Ternyata sangat banyak titik persinggungan gajah dengan warga.
Kami kemudian menuju sebuah kebun kelapa sawit yang di tepinya ditanami pohon pisang yang baru diacak-acak gajah pada 4 Juni 2019. Kotoran gajah berserakan di tempat itu.
Perjalanan kemudian dilanjutkan ke sebuah rumah di tengah kebun kelapa sawit yang dapurnya dirusak gajah. Menurut Tutur, gajah sangat suka memakan garam, gula, dan beras dari rumah warga, terutama yang tidak dijaga penghuninya. Kejadian kerusakan tanaman dan rumah dalam sepekan terakhir ternyata terjadi di ladang warga yang ditinggal mudik oleh penjaganya. ”Gajah pun tahu Lebaran,” kata Tutur.
Gajah sangat suka memakan garam, gula, dan beras dari rumah warga, terutama yang tidak dijaga penghuninya.
Kami kemudian jalan lagi ke ladang yang disebut Tutur milik Lurah Agrowisata. Lokasi yang belakangan diketahui sebagai ladang percontohan Pemerintah Kota Pekanbaru itu mengalami kerusakan cukup banyak. Gajah memakan tanaman singkong dan merusak saluran pipa air yang dipakai untuk menyiram tanaman.
”Ladang percontohan ini luasnya 10 hektar. Kami menanam berbagai macam sayuran dan buah-buahan di sana. Menurut rencana, pada bulan September kami akan melakukan pertemuan lapangan buat petani hortikultura se-Riau dan mengundang tamu dari luar provinsi. Serangan gajah cukup merusak. Kami berharap ladang masih dapat diselamatkan,” kata Awaldi Hasibuan, Ketua Kontak Tani dan Nelayan Kota Pekanbaru, yang menjadi koordinator ladang percontohan.
Bak Nixau pemeran film The God Must Be Crazy, Tutur mengikuti jejak kaki gajah. Ia kemudian menunjukkan arah ke barat. Untuk mengikuti jejak itu, kami harus memutar, melewati ladang singkong seluas 200 hektar yang terdapat plang nama salah satu kesatuan TNI Angkatan Udara Pekanbaru.
Dari ladang percontohan, kami berjalan memasuki areal lebih dalam. Jalannya hanya tanah gembur yang di beberapa lokasi sudah rusak. Kendaraan kami sempat terbenam di lumpur, tetapi berkat gardan ganda, mobil dapat melanjutkan perjalanan.
Di sepanjang perjalanan, Tutur menunjukkan bekas-bekas aktivitas gajah. Kami berhenti di sebuah tepi jalan yang masih terdapat sisa-sisa pelepah muda kelapa sawit. Pelepah itu terlihat masih baru. ”Ini bekas gajah tadi pagi,” katanya.
Perjalanan sempat terhenti karena portal di ladang itu dalam keadaan tertutup. Pondok yang berada di belakang portal juga tidak berpenghuni. Untungnya, portal hanya diikat tali nilon sehingga Tutur dapat membukanya dengan mudah.
Kami berbelok ke kanan ke jalur ladang singkong yang berbatasan dengan kebun sawit tidak terawat. Terdapat parit memanjang sedalam 1 meter dan lebar 2 meter yang menjadi batas dua ladang itu.
Ladang singkong sudah dibersihkan sehingga tampak hamparan luas sejauh mata memandang. Pemandangan menjadi kontras dengan ladang sawit yang tidak terurus. Kebun itu tampak gelap dan kotor.
Setelah berjalan sekitar 500 meter, kami berhenti di persimpangan parit. Mobil kami parkir di tepi jalan. Di sana terdapat banyak sekali jejak kaki gajah. Tutur menyebutkan, lokasi gajah sudah sangat dekat.
Tutur berjalan menyusuri parit batas ladang sawit yang ditumbuhi belukar setinggi 3 meter. Ia menyarankan saya tidak mengikuti. Kalau tampak gajah, ia akan segera memberitahukannya. Namun, saya memilih tetap berjalan di belakangnya.
”Tiga hari lalu kami melihat kawanan gajah di lokasi ini. Sekarang ini pun mereka masih berada di sini, tetapi tidak bisa kita lihat karena tertutup belukar,” kata Tutur sembari terus memantau alur jejak gajah.
Setelah berkutat setengah jam, ternyata gajah yang dicari tidak juga kelihatan. Kami terus berjalan lebih jauh ke barat, tetapi satwa raksasa itu tidak memunculkan diri. Hari pun mulai gelap. Pukul 18.15 saya meminta Tutur untuk berbalik pulang. Saya sudah membayangkan perjalanan melihat gajah bakal gagal.
Mobil pun berbalik arah berjalan pulang. Namun, perjalanan terhenti karena portal yang kami lewati sebelumnya sudah dalam kondisi tergembok. Kami pun terpaksa memasuki areal ladang singkong menuju pondok yang terdapat di tengahnya. Pondok itu cukup terang karena diterangi lampu listrik dari sumber mesin generator yang berada di bangunan belakang, tamun tidak ada orang di gubuk itu.
Baca juga: Dag-dig-dug Gara-gara Koper
Untungnya, tidak lama kemudian dua anak muda datang dengan menggunakan sepeda motor. Salah satunya bernama Riski dan seorang lagi, Adi. Keduanya pekerja ladang singkong yang berasal dari Lampung. Umurnya belum 30 tahun, tetapi ternyata kunci gembok portal tidak dimiliki keduanya.
Kunci dibawa oleh Anton, koordinator lapangan yang baru keluar mengantarkan temannya. Sewaktu keluar, Anton menggembok portal. Untungnya Tutur mengenal baik Anton dan meneleponnya. Anton pun bersedia kembali ke ladang singkong, khusus untuk membuka portal buat kami.
Sembari menunggu Anton, Riski dan Adi bercerita bahwa setiap hari dalam sepekan ini mereka melihat gajah di ladang singkong, di pinggir ladang sawit yang tidak terurus. Mereka tidak berani mendekati. Namun, setiap malam mereka terus berjaga dan menghidupkan api unggun agar gajah tidak masuk lebih ke dalam.
Sekitar setengah jam, Anton datang. Ia langsung mengajak kami pergi karena tujuannya mengantar teman masih tertunda sebab harus membuka gembok portal. Kami mengikuti mobil Anton dari belakang.
Sesampainya di dekat ladang percontohan Pemkot Pekanbaru, kami melihat pelepah sawit muda yang masih sangat baru. Tutur mengatakan, gajah baru saja lewat di situ beberapa menit sebelumnya.
Tidak berapa lama, mobil Anton berhenti. Ia kemudian turun dan memberi informasi baru melihat gajah memasuki ladang sawit tidak terurus. Kami melihat sekeliling, tetapi gajahnya tidak kelihatan. Tutur kemudian menantang, ”Apakah masih mau melihat gajah,” katanya.
Saya terima tantangan itu. Kami kemudian berbelok menuju ladang percontohan Pemkot Pekanbaru yang diduga sudah didatangi gajah itu lagi. Setelah menanti sekitar 10 menit, gajah tidak juga terlihat. Sementara hujan mulai turun rintik-rintik. Dengan perasaan pasrah, saya pun meminta Tutur menghentikan pencarian gajah. ”Mungkin tidak rezeki kita melihat gajah hari ini,” kata saya kepada Tutur.
Ketika mobil baru bergerak 100 meter dari ladang percontohan, Tutur setengah berteriak mengatakan melihat gajah kecil di tepi jalan. Saya tidak begitu jelas melihat. Namun sekilas tampak gerakan di depan. Mobil saya hentikan, tetapi mesin tetap menyala. Saya meminta Tutur menggantikan saya menyetir. Saya turun dari mobil dan naik ke atas kabin belakang sembari mempersiapkan kamera.
Kemudian mobil dijalankan secara perlahan oleh Tutur. Tidak sampai 100 meter, di bawah sinar lampu jauh mobil, terlihat segerombolan gajah berdiri di tengah jalan. Tutur berteriak, ”Ambil Pak, ambil Pak,” katanya. Maksudnya, segera ambil foto gajah dimaksud. Ia pun menghentikan mobil.
Saya menjepret ke arah gajah itu. Namun, suasana gelap malam membuat kamera sangat sulit mengambil fokus. Hanya satu petikan berhasil diambil. Tiba-tiba, tanpa aba-aba, ia menjalankan mobil lagi dengan cukup kencang menuju langsung ke arah kawanan itu. Ternyata gajah itu menghindar keluar dari jalan.
Seekor gajah yang berukuran paling besar terlihat berbalik dan mengejar kami. Saya yang berada di belakang bak terbuka melihat gajah itu mengejar dengan kecepatan cukup tinggi.
Seekor gajah yang berukuran paling besar terlihat berbalik dan mengejar kami. Saya yang berada di belakang bak terbuka melihat gajah itu mengejar dengan kecepatan cukup tinggi. Saya pun berteriak kepada Tutur agar mempercepat laju mobil. ”Cepat, cepat,” teriak saya kepada Tutur.
Rupanya Tutur tidak mendengar ucapan saya dengan jelas. Ia justru memperlambat laju kendaraan karena mengira saya ingin mengambil foto lagi. Saya melihat ke belakang dan gajah semakin dekat ke mobil. Jaraknya berkisar 20 meter lagi. Saya pun berteriak lebih kencang. Untungnya kali ini Tutur mendengar teriakan saya dengan jelas sehingga ia menambah laju kendaraan.
Cukup sulit saya berdiri di atas mobil yang melaju kencang di jalan tanah yang tidak mulus. Keinginan untuk merekam gajah tidak ada lagi. Boro-boro mau memotret gajah yang mengejar, untuk menjaga diri agar tidak terjatuh dari mobil saja sudah sangat sulit. Beruntung, horor dikejar gajah segera berakhir. Gajah kemudian menghilang di kegelapan.
Gajah yang mengejar tadi pernah membunuh manusia di Garuda Sakti (Kampar) tahun 2017 lalu. Persis pada saat Lebaran seperti sekarang ini.
Saat masuk ke mobil, tulang belakang saya terasa sangat tegang dan kaku, terutama di bagian pinggang. Tangan saya masih gemetar. Pengalaman dikejar gajah liar ternyata begitu menakutkan. Bersyukur tidak terjadi apa pun pada malam itu.
Tutur hanya tertawa melihat tangan saya gemetaran. Ia memegang bahu saya dan kembali tertawa. Menurut Tutur, ia juga pernah dikejar gajah sewaktu patroli menggunakan sepeda motor.
”Gajah yang mengejar tadi pernah membunuh manusia di Garuda Sakti (Kampar) pada 2017 lalu. Persis pada saat Lebaran seperti sekarang ini,” kata Tutur.
Nyali saya pun semakin ciut. Tetapi, sekejap kemudian, saya sudah dapat tertawa. Pengalaman dikejar gajah itu tentu tidak akan terlupakan seumur hidup saya.
Baca juga: Bau Gosong yang Sulit Kulupakan
Namun, buat Tutur, mengejar atau dikejar gajah adalah makanan sehari-hari. Hampir setiap malam ia dan teman-temannya harus berpatroli menggiring kawanan gajah keluar dari ladang warga.
Kapan pun dilaporkan warga, mereka akan datang. Tujuannya agar warga tidak marah dan mengambil jalan pintas meracun, melistrik, atau menembak gajah. Pekerjaan mereka sungguh menyabung nyawa. Kalau tidak begitu, gajah-gajah itu sudah lama punah dari lokasi itu.