Tarif Pajak Penghasilan Hunian Mewah Turun Jadi 1 Persen
Semakin banyak insentif diberikan pemerintah untuk memacu kinerja sektor properti yang lesu sejak tahun 2015. Insentif terbaru berupa pemangkasan tarif Pajak Penghasilan untuk kelompok hunian mewah dari 5 persen menjadi 1 persen.
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Semakin banyak insentif yang diberikan pemerintah untuk memacu kinerja sektor properti yang lesu sejak 2015. Insentif terbaru berupa pemangkasan tarif pajak penghasilan untuk kelompok hunian mewah dari 5 persen menjadi 1 persen.
Berdasarkan data Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Minggu (23/1/2019), pertumbuhan sektor properti selalu lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam 4 tahun terakhir. Pada 2018, pertumbuhan sektor properti 3,58 persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi 5,17 persen.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Suahasil Nazara menuturkan, keterkaitan sektor properti dengan perekonomian sangat erat. Sektor properti memiliki dampak berganda yang cukup besar bagi sektor-sektor lain penopang pertumbuhan ekonomi, seperti konstruksi, perdagangan, jasa keuangan, dan transportasi.
Namun, permintaan sektor properti saat ini terus melemah. Kondisi itu terkonfirmasi pada indeks pertumbuhan harga properti residensial yang konsisten melambat dari 12,11 persen tahun 2013 menjadi 3,26 persen tahun 2018. Pelambatan indeks harga terjadi pada semua tipe rumah, baik kecil, sedang, maupun besar.
”Kondisi yang kita hadapi saat ini adalah permintaan sektor properti residensial melemah. Di sisi lain, pengembang berminat membangun hunian mewah karena marjin penjualan bisa mencapai 100 persen atau lebih,” kata Suahasil.
Proporsi kelompok hunian mewah terhadap produk domestik bruto (PDB) selalu di bawah 3 persen dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2018, proporsi kelompok itu 2,75 persen PDB. Padahal, kelompok hunian mewah berperan penting mendorong kinerja sektor properti karena keuntungan marjin yang tinggi.
Merespons persoalan tersebut, kata Suahasil, pemerintah menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) kelompok hunian mewah dari 5 persen menjadi 1 persen. Batasan nilai hunian mewah yang dikenai PPh juga dinaikkan dari Rp 5 miliar-Rp 10 miliar menjadi Rp 30 miliar. Kedua insentif itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 86 Tahun 2019.
Selain PPh, pemerintah meningkatkan batasan nilai hunian mewah kena Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)—sebesar 20 persen—untuk semua jenis rumah, apartemen, kondominium, dan town house menjadi Rp 30 miliar. Sebelumnya, nilai hunian mewah kena PPnBM dibedakan berdasarkan jenis kepemilikan (strata title/nonstrata title).
”Kedua insentif itu diharapkan bisa mendorong transaksi sektor properti, baik investasi maupun konsumsi, atas kelompok hunian mewah,” kata Suahasil.
Rumah sederhana
Menurut Suahasil, stimulus fiskal untuk memacu kinerja sektor properti bukan hanya untuk kelompok hunian mewah.
Sebelumnya, pemerintah meningkatkan batasan nilai rumah sederhana bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sesuai zonasi daerahnya dan membebaskan PPN untuk rumah atau bangunan korban bencana alam.
Relaksasi batasan harga dan pembagian zonasi rumah mengacu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2019 tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Perumahan Lainnya, yang atas Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Pada PMK No 81/2019, pembagian zonasi harga rumah hanya dibedakan menjadi lima zona. Jumlah itu tidak sebanyak PMK sebelumnya, yakni PMK No 113/2014 yang membagi menjadi sembilan zona. Tidak ada zona yang dihilangkan, tetapi dikonsolidasikan.
Ambang batas harga rumah bebas PPN untuk semua zonasi juga naik, tetapi hanya untuk tahun 2019 dan 2020.
Selain itu, kata Suahasil, PMK No 81/2019 membebaskan PPN rumah atau bangunan korban bencana. Syaratnya, luas bangunan tidak melebihi 36 meter persegi dan luas tanah tidak kurang dari 60 meter persegi. Rumah atau bangunan harus milik orang pribadi yang tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 4 tahun.
”Semua insentif saling terkait baik untuk hunian mewah maupun rumah sederhana. Harapannya, sektor properti bisa kembali tumbuh di atas 5 persen,” kata Suahasil.
Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Robert Pakpahan menambahkan, layanan pajak untuk sektor properti juga dipermudah. Prosedur validasi PPh penjualan tanah atau bangunan disederhanakan dari 15 hari menjadi 3 hari. Simplifikasi prosedur berupa permohonan surat setoran pajak (SSP) untuk beberapa obyek properti.
”Satu permohonan SSP kini bisa untuk lebih dari satu obyek properti, tidak lagi harus satu per satu. Pengajuan juga bisa dilakukan secara elektronik dan manual,” kata Robert.