JAKARTA, KOMPAS — Dua kandidat dipastikan akan bertarung memperebutkan kursi Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia periode 2019-2023. Calon ketua mempunyai tugas berat, antara lain terkait dengan persoalan karyawan KONI yang belum mendapatkan haknya, pembinaan atlet jangka panjang, serta mewujudkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan anggaran agar kasus korupsi tidak terulang. Pemilihan akan dilakukan dalam Musyawarah Organisasi Nasional Luar Biasa pada 2 Juli 2019 di Jakarta.
Kedua kandidat yang akan bertarung dalam bursa ketua umum ialah mantan Ketua Umum PB Taekwondo Indonesia Letnan Jenderal (Purn) Marciano Norman dan Wakil Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia Muddai Madang. Hingga batas akhir pendaftaran, Jumat (21/6/2019), bakal calon ketua lainnya, yakni Ketua Umum PB Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia Mayor Jenderal (Purn) Hendardji Soepandji, tidak mengembalikan formulir pendaftaran. Padahal, Hendardji sudah mengambil formulir pendaftaran sejak jauh-jauh hari.
Marciano Norman mengatakan, pertanggungjawaban anggaran menjadi persoalan penting di tubuh lembaga otoritas keolahragaan Indonesia itu. ”Akuntabilitas KONI menjadi pertaruhan. Kasus (korupsi) tidak boleh terjadi lagi. Setiap sen yang dikeluarkan KONI, apalagi dari APBN, harus bisa dipertanggungjawabkan,” katanya, di Jakarta, Minggu (23/6/2019).
Oleh karena itu, jika terpilih menjadi ketua umum, Marciano akan menaruh perhatian serius terhadap akuntabilitas dan transparansi pengelolaan anggaran. Salah satu wacana yang muncul adalah dengan membentuk satuan kerja Kementerian Pemuda dan Olahraga. ”Nanti saya akan bicara dengan semua pihak untuk mencari solusi terbaik, apakah itu harus menjadi satuan kerja atau tidak,” katanya.
Untuk maju sebagai calon Ketua Umum KONI, Marciano mengantongi dukungan minimal dari 21 cabang olahraga dan 10 KONI provinsi. Tekad membangun prestasi olahraga serta menjalin kerja sama dengan pemangku kebijakan, seperti Kemenpora, KOI, KONI provinsi, dan cabang olahraga, menjadi modal Marciano maju dalam kontestasi di lembaga olahraga ini.
Sementara itu, Muddai Madang secara tegas mendukung pembentukan satuan kerja Kemenpora. ”Jadi, satuan kerja lebih bagus. Jadi, kita bisa fokus dengan urusan olahraga. Pengelolaan anggaran sebaiknya memang diserahkan kepada aparatur sipil negara,” katanya, pekan lalu.
Muddai menuturkan, problem yang sering terjadi adalah bantuan dana dari pemerintah dipakai untuk membiayai kebutuhan sekretariat organisasi dan membiayai gaji karyawan. Padahal, dana hibah dari pemerintah seharusnya dipakai untuk kebutuhan program latihan atlet. Mantan Ketua KONI Sumsel itu berjanji akan mencari anggaran dari sponsor untuk membantu roda organisasi.
Ketua Tim Penjaringan dan Penyaringan Calon Ketua KONI Amir Karyatin mengatakan, wacana untuk menjadi satuan kerja sudah sering disampaikan Ketua Umum KONI Pusat Tono Suratman. ”Selama empat tahun terakhir, harapan menjadi satuan kerja sudah sering disampaikan, tetapi tidak ada respons,” kata Ketua Bidang Pembinaan Hukum KONI itu.
Dengan menjadi satuan kerja, Amir mengatakan, ada kepastian dukungan anggaran dari pemerintah untuk KONI. Kepastian anggaran itu dibutuhkan untuk mendukung pembinaan olahraga, seperti program latihan, peralatan, dan sewa lapangan. Kepastian dukungan anggaran jangka panjang sangat dibutuhkan untuk mencetak atlet-atlet berkualitas hingga bisa lolos ke Olimpiade.
Amir mengemukakan, selama ini tidak pernah ada kepastian anggaran untuk KONI. Untuk memastikan pembinaan berjalan, pengurus disibukkan oleh mengajukan proposal kepada Kemenpora, bernegosiasi, lalu merevisi proposal. ”Sama sekali tidak ada kepastian anggaran. Belum lagi kalau penetapan dana mundur atau bahkan ada kejadian (korupsi). Kita ingin olahraga Indonesia maju, baik di level regional maupun dunia. Tetapi, KONI tidak bisa bergerak tanpa pendanaan cukup,” kata Amir.
Karena itu, Amir berharap nantinya calon ketua bisa mewujudkan satuan kerja KONI di Kemenpora. ”Kecuali calon ketua mempunyai kemampuan finansial untuk menghidupi organisasi, satuan kerja mungkin tidak dibutuhkan,” ujarnya.
Amir menambahkan, kedua kandidat yang mendaftarkan diri sudah memenuhi syarat pendaftaran, yaitu mendapat dukungan minimal 10 KONI provinsi dan 21 cabang olahraga dari jumlah anggota 34 KONI provinsi dan 67 cabang olahraga. Selanjutnya, pada Senin (24/6/2019) tim penjaringan dan penyaringan akan melakukan proses verifikasi dan validasi syarat-syarat administratif. Pemilihan dilakukan dalam Musyawarah Organisasi Nasional Luar Biasa pada Selasa, 2 Juli 2019, di Jakarta.
Dengan menyerahkan dokumen pendaftaran, Muddai Madang secara tegas menyatakan siap bertarung merebut kursi nomor satu di KONI Pusat. ”Olahraga itu harus bertarung dan saya sudah mantap untuk menghadapi pertarungan dengan menjunjung semangat sportivitas,” ujarnya.