Koordinasi pemerintah daerah dan pusat diakui kurang baik. Sejumlah perubahan diperlukan demi mobilitas warga kepulauan di Maluku.
AMBON, KOMPAS Pemerintah didesak segera mengevaluasi praktik pelayaran perintis di Kepulauan Maluku, termasuk yang dioperasikan PT Pelni (Persero). Terhentinya pelayaran perintis ke sejumlah daerah empat bulan terakhir menimbulkan kerugian besar. Kondisi serupa berulang terjadi.
Rute kosong empat bulan itu dari Pulau Seram ke Pulau Teon, Nila, dan Serua. Kapal yang beroperasi pada rute itu, KM Sabuk Nusantara 87, patah kemudi. Petani dan buruh panen cengkeh dari Pulau Seram yang hendak memanen di tiga pulau itu tak terangkut.
Sebagian dari cengkeh-cengkeh yang sudah matang sejak Mei diperkirakan rusak. Ribuan warga menggantungkan hidup dari cengkeh di
sana. Tahun ajaran baru, mereka memerlukan tambahan pemasukan.
”Ironis, saat kapal perintis rusak, PT Pelni tidak mencari kapal pengganti. Mereka seperti tidak peduli dengan kebutuhan masyarakat yang bergantung pada pelayaran perintis,” kata Ketua Komisi C DPRD Maluku Anos Yeremias di Ambon, Minggu (23/6/2019).
Dalam siaran persnya, Kepala Kesekretariatan Perusahaan PT Pelni Yahya Kuncoro mengatakan, KM Sabuk Nusantara 87 yang patah daun kemudi sudah selesai diperbaiki di Galangan Marina Bahagia, Palembang, Sumatera Selatan. Selanjutnya, kapal akan menjalani docking dan beroperasi di Maluku, pekan terakhir Juli.
Di Jakarta, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Kapten Wisnu Handoko mengatakan, wilayah Maluku dilayani kapal perintis, yaitu kapal Sabuk Nusantara 67, 87, dan 71.
Namun, ketiga kapal itu harus masuk docking karena jadwal dan perbaikan kerusakan. Kemenhub menyetujui permintaan pengalihan KM Sabuk Nusantara 71 melayani rute dari Pulau Seram, 26 Juni nanti.
Koordinasi lemah
Wisnu mengakui, koordinasi antara daerah dan pusat kurang baik. Idealnya operator bisa melapor kepada Kepala Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Ambon mengenai ketiadaan kapal itu. Selanjutnya, KSOP akan melapor ke pusat untuk mengubah pengaturan rute kapal-kapal yang masih beroperasi.
Pemprov Maluku menyurati Kemenhub, 18 Juni lalu. Surat dibuat setelah didesak publik. Terkait ketersediaan kapal pengganti, Yahya mengatakan, tiap kapal perintis sudah mempunyai trayek masing-masing. Jadi, diperlukan evaluasi dan persetujuan Kemenhub sebagai pemberi tugas.
”Sebagai contoh, KM Sanus 71 akan dideviasikan (dialihkan) ke rute KM Sanus 87 mengingat ada kebutuhan komoditas cengkeh,” katanya. Sebagai operator, Pelni tinggal menunggu perintah penugasan.
Mengantisipasi masalah berulang, Ditjen Perhubungan Laut akan mengubah sistem pelaksanaan docking kapal-kapal perintis. Jika semula dilakukan Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut, ke depan pengadaannya dilakukan operator kapal. Kebijakan itu harus didukung ketersediaan bengkel-bengkel kapal di wilayah timur sehingga tak perlu dibawa ke wilayah barat. (FRN/ARN)