Pemerintah Kabupaten Madiun mengantisipasi dampak musim kemarau terhadap sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Musim kemarau tahun ini diprediksi berlangsung lebih lama dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Antisipasi dilakukan dengan menghitung ulang ketersediaan air di waduk dan embung serta kebutuhan selama musim tanam.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/ RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
MADIUN, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Madiun mengantisipasi dampak musim kemarau terhadap sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Musim kemarau tahun ini diprediksi berlangsung lebih lama dibandingkan tahun sebelumnya. Antisipasi dengan menghitung ulang ketersediaan air di waduk dan embung serta kebutuhan selama musim tanam.
Pelaksana tugas Kepala Bidang Pengairan Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten Madiun Maskur Yatim mengatakan, di Kabupaten Madiun terdapat empat waduk dan Embung Kresek sebagai penyuplai kebutuhan air untuk sektor pertanian. Saat ini, tinggi permukaan air dan kondisi airnya diklaim masih aman.
”Para petugas sedang bekerja menghitung ketersediaan air di tiap-tiap waduk dan menganalisis tingkat ketahanannya,” ujar Maskur, Senin (24/6/2019).
Hasil analisis akan menjadi dasar untuk mengatur penggunaan air guna memenuhi kebutuhan sektor pertanian tanaman pangan, hortikultura, dan sektor perikanan. Selain itu, harus diperhatikan elevasi yang aman untuk mempertahankan konstruksi waduk.
Empat waduk di Kabupaten Madiun adalah Waduk Notopuro, Dawuhan, Saradan, dan Kedungbrubus. Dari empat waduk itu, yang operasionalnya maksimal atau memiliki jaringan irigasi yang sudah terbangun dengan baik ada tiga, yakni Notopuro, Dawuhan, dan Saradan.
Waduk Notopuro memiliki daerah irigasi seluas 2.689 hektar. Waduk Dawuhan memiliki daerah irigasi seluas 2.823 ha. Waduk Kedungbrubus yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo akan memiliki daerah irigasi seluas 521 ha. Namun, kondisi infrastruktur jaringan irigasi Waduk Kedungbrubus belum terbangun seluruhnya.
Sesuai anjuran pemerintah, petani disarankan mematuhi pola tanam padi, padi, palawija. Artinya, petani disarankan menanam palawija untuk mengantisipasi kekeringan di musim kemarau.
Embung Kresek masih dalam masa pemeliharaan oleh pihak rekanan sehingga belum dikelola penuh oleh Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten Madiun. Embung berkapasitas 61.000 meter kubik ini diharapkan bermanfaat dalam melayani kebutuhan irigasi pertanian seluas 100 ha.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Kabupaten Madiun Suharno mengatakan, saat ini sebagian petani masih memasuki masa panen. Masa tanam periode kedua tahun ini atau musim kemarau (MK) II diprediksi baru terjadi serentak mulai awal Juli. Saat itulah kebutuhan air meningkat tajam.
”Sesuai anjuran pemerintah, petani disarankan mematuhi pola tanam padi, padi, palawija. Artinya, petani disarankan menanam palawija untuk mengantisipasi kekeringan di musim kemarau,” kata Suharno.
Namun, berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, petani yang menanam padi di Madiun masih banyak. Alasannya, menanam padi lebih menguntungkan dibandingkan dengan palawija, seperti jagung dan kedelai. Bahkan, saat waduk surut, petani akan bertanam di dasar waduk.
Penyusutan ketinggian
Masih terkait dengan musim kemarau, kekeringan mengakibatkan penyusutan ketinggian dan debit air, termasuk di Waduk Wonorejo, Kabupaten Tulungagung. Namun, kekeringan belum sampai mengganggu fungsi irigasi, kelistrikan, dan atau air minum.
Waduk Wonorejo seluas 3,85 kilometer persegi dan terletak di Desa Mulyosari, Kecamatan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung. Waduk menerima dan membendung aliran Sungai Bodeng, Sungai Kaliwangi, dan Sungai Kaliputih.
Waduk dalam pengelolaan Perum Jasa Tirta I yang beroperasi sejak 2001. Struktur berkapasitas 106 juta meter kubik air ini merupakan pengendali banjir, penyuplai kebutuhan air baku, irigasi, dan pembangkit listrik tenaga air. Saat musim hujan, perannya sebagai pengendali banjir, sedangkan saat musim kemarau untuk irigasi dan lainnya.
Pengatur Waduk Wonorejo Abdul Basid mengatakan, ketinggian air pada Senin itu 180,68 meter. Angka tersebut sedikit di bawah pola rencana elevasi hari itu yang 181 meter. Untuk pengaturan air yang dikeluarkan atau outflow pada Senin ialah 3,5 m3/detik. Angka ini jauh di bawah pola rencana yang 4,5 m3/detik.
Artinya, ketersediaan air di Waduk Wonorejo masih bisa memenuhi kebutuhan untuk irigasi dan pemanfaatan lainnya.
Khusus untuk pengaturan air yang dikeluarkan guna irigasi, Waduk Wonorejo pada Senin menggelontorkan 1,75 meter kubik per detik atau di atas pola rencana 1,71 meter kubik per detik. ”Artinya, ketersediaan air di Waduk Wonorejo masih bisa memenuhi kebutuhan untuk irigasi dan pemanfaatan lainnya,” kata Abdul.
Pengelola menerapkan pola rencana elevasi dan outflow dalam rentang dasarian atau per sepuluh hari dengan diturunkan menjadi harian. Dalam musim kemarau, penurunan elevasi dan debit air yang dikeluarkan sudah pasti terjadi. ”Namun, jika masih tidak jauh dari angka pola rencana, berarti tidak ada fungsi yang terganggu,” ujar Abdul.