Sistem Zonasi Diklaim Tak Akan Memunculkan Sekolah Favorit
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah calon peserta didik baru yang mendaftar di sekolah negeri, terutama yang dianggap sekolah prestisius, telah melebihi kuota yang ditetapkan sekolah. Jika kondisinya sudah seperti itu, murid pun baru akan diseleksi berdasarkan nilai ujian nasional. Penggunaan sistem itu diklaim tidak akan lagi memunculkan sebutan sekolah favorit.
Di SMA Negeri 28 Jakarta Selatan hingga Senin (24/6/2019) sore atau hari pertama digelarnya penerimaan peserta didik baru (PPDB) jalur zonasi, jumlah calon peserta didik baru (CPDB) yang mendaftar melalui PPDB jalur zonasi sudah sekitar 600 orang. Daya tampung di salah satu sekolah yang diminati ini untuk PPDB jalur zonasi adalah 143 orang.
Sesuai dengan kuota yang ditentukan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, SMA negeri di Jakarta menerima CPDB melalui jalur zonasi sebanyak 60 persen, bukan jalur zonasi 30 persen, dan jalur prestasi 5 persen.
Di SMAN 28, PPDB jalur zonasi berarti sekolah hanya menerima CPDB yang bertempat tinggal di empat kecamatan wilayahnya, yakni Jagakarsa, Pasar Minggu, Pancoran, dan Mampang Prapatan.
Petugas panitia PPDB SMAN 28, Maryono, mengatakan, jika jumlah CPDB yang mendaftar lebih dari daya tampung yang diterapkan sekolah, maka murid baru itu akan diseleksi berdasarkan hasil nilai ujian nasional (UN).
CPDB yang diseleksi dapat dipantau melalui laman ppdb.jakarta.go.id. Hingga Senin sore pukul 17.00 sudah ada 91 murid baru yang diseleksi. Nilai UN semua murid itu cukup tinggi dan berkisar di antara 94,63 dan 98,38.
Beberapa orangtua, seusai mendaftarkan anaknya di SMAN 28, giat memantau laman ppdb.jakarta.go.id untuk melihat nilai UN murid baru yang sudah diseleksi dan memantau nilai anaknya apakah bisa bersaing dengan mereka. Beberapa di antara mereka sudah pasrah jika sang anak tidak diterima di SMAN 28 dan memilih sekolah lain untuk mendaftarkan anak.
”Sekolah di sini (SMAN 28) sempurna banget. Jadi pada rebutan ke sini. Kalau anak saya enggak diterima, saya akan ke sekolah lain,” ujar seorang ibu.
Enggak fair, kan, kalau anak saya nilainya bagus, tapi enggak diterima. Terus anak lain yang nilainya jelek diterima.
Bagi warga Kecamatan Pasar Minggu yang enggan menyebutkan namanya itu, PPDB jalur zonasi percuma diterapkan. Sebab, pada akhirnya nilai UN tetap menjadi faktor yang paling menentukan apakah murid itu diterima atau tidak. Meskipun demikian, ia tidak berkeberatan dengan proses seleksi yang ditentukan berdasarkan nilai murid.
”Nilai tetap penting. Kalau enggak, anak enggak mau belajar. Enggak fair, kan, kalau anak saya nilainya bagus, tapi enggak diterima. Terus anak lain yang nilainya jelek diterima,” katanya.
Kualitas sekolah
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan seusai Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta di Jakarta mengklaim penggunaan sistem zonasi dengan tetap mempertimbangkan nilai UN tak akan memunculkan sekolah favorit. Menurut dia, kini yang paling utama seharusnya dilakukan adalah peningkatan mutu kualitas pendidikan, apa pun sistem perekrutannya.
”Kami di Jakarta lebih fokus pada membereskan kualitas guru, sekolah, siapa pun yang masuk di sekolah itu. Jadi, dalam jangka panjang akan merata kualitas itu,” kata Anies.
Secara terpisah, Ketua Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah Toni Toharudin mengatakan, sekolah perlu bekerja keras untuk melakukan akselerasi menuju pemenuhan Standar Nasional Pendidikan. Pemerintah berperan penting mengintervensi dalam upaya meningkatkan mutu lulusan, kompetensi guru, dan pendistribusian guru secara memadai di daerah-daerah.
”Pemerintah harus mempercepat penyediaan sarana dan prasarana seperti ruang ruang kelas, ruang guru, toilet, dan sejenisnya khusus untuk sekolah yang memiliki poin rendah pada aspek ini,” katanya.
Berdasarkan data hasil akreditasi selama kurun waktu 10 tahun terakhir, sebagian besar sekolah di Indonesia masih menyisakan masalah krusial terkait dengan tiga standar, yaitu kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, serta sarana dan prasarana.
Sementara itu, anggota Komisi Pendidikan Perhimpunan Pelajar Indonesia Sedunia Budy Sugandi mengapresiasi upaya pemerintah dalam pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, masih ada kritik baik dari sisi teknis maupun sisi substantif.
Terkesan dipaksakan
Dari sisi teknis, sosialisasi terkait dengan pelaksanaan PPDB terlalu mepet dan terkesan dipaksakan sehingga sekolah dan masyarakat belum siap menerapkan sistem zonasi ini.
”Seharusnya sosialisasi kepada pemangku kepentingan, sekolah, dan orangtua dilakukan jauh-jauh hari,” ucap Budi.
Sementara dari sisi substansi, zonasi menjadi salah satu solusi dalam pemerataan kualitas pendidikan meskipun bukan satu-satunya cara. Oleh karena itu, perlu ada integrasi sistem untuk menunjang kebijakan ini.
”Perlu ada pertukaran guru antarsekolah agar terjadi juga yang disebut sharing knowledge and experience antarguru. Ketika pertukaran siswa, guru dan satu lagi ’pemerataan fasilitas’ itu terjadi, maka akan tercipta lulusan sekolah yang cerdas, berbudi luhur, serta berwawasan global,” katanya. (AYU PRATIWI/WISNU WARDHANA DANY)