Setelah Mahkamah Konstitusi memutus perkara perselisihan hasil pemilu presiden, sejumlah partai politik akan berkumpul membahas sikap politik dan arah koalisi.
JAKARTA, KOMPAS - Koalisi parpol pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno membuka diri terhadap segala kemungkinan, termasuk opsi merapat ke koalisi Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Masalah ini akan dibahas setelah putusan Mahkamah Konstitusi terkait perselisihan hasil pemilu presiden pada Kamis ini.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad, saat dihubungi dari Jakarta, Senin (24/6/2019), mengatakan, kemungkinan Partai Gerindra merapat ke koalisi Jokowi-Amin diserahkan sepenuhnya kepada Prabowo selaku ketua umum dan ketua dewan pembina partai. ”Apa pun keputusan Pak Prabowo, kami akan ikut,” ujarnya.
Gerindra, lanjut Dasco, kemungkinan akan menyelenggarakan rapat kerja nasional atau rapat pimpinan nasional untuk memutuskan sikap politik partai ke depan.
Setelah itu, Prabowo akan mengajak empat parpol anggota koalisinya untuk membahas arah koalisi ke depan. Empat parpol itu adalah Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Berkarya. ”Meski punya hak prerogatif, Pak Prabowo akan mengajak kami bicara sebelum memutuskan,” tutur Dasco.
Sekjen PAN Eddy Soeparno mengatakan, setelah putusan MK terkait perselisihan hasil Pemilu Presiden, partainya juga akan menyelenggarakan forum rakernas untuk menentukan sikap politiknya.
Setelah rakernas yang digelar pada Juli atau Agustus itu, semua kader PAN harus satu suara mengikuti apa pun keputusan partai. ”Saat ini, kami membebaskan kader untuk berpendapat dan menyuarakan aspirasi yang berbeda selama hal itu bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.
Senada dengan Eddy, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Rachland Nashidik mengatakan, partainya juga menunggu putusan MK sebelum menentukan sikap partai secara final. ”Kami tidak bisa mengambil keputusan di ruang hampa. Pasalnya, dalam proses demokrasi, masih ada sejumlah prosedur yang harus kami tunggu,” katanya.
Dikaji
Sejumlah parpol anggota koalisi Jokowi-Amin juga tengah mengkaji kemungkinan merangkul parpol pendukung Prabowo-Sandi masuk ke koalisi mereka. Menurut Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani, pihaknya tengah mengajak Partai Gerindra berkoalisi, baik melalui pembagian kekuasaan di kabinet maupun di lembaga legislatif.
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menambahkan, pihaknya juga akan mendiskusikan kemungkinan bekerja sama dengan Gerindra dan partai pendukung Prabowo yang lainnya. ”Akan ada proses dialog untuk menghormati perbedaan sikap politik. Dengan dialog itu, akan muncul gagasan positif apakah nanti akan dibangun kerja sama di DPR atau di pemerintahan,” katanya.
Meski demikian, berkoalisi itu pun akan bergantung pada keputusan Jokowi sebagai presiden dan para ketua umum partai pendukung, seperti PDI-P, Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa, Nasdem, dan Partai Persatuan Pembangunan.
Namun, menurut Hasto, sistem demokrasi yang sehat justru memerlukan kekuatan oposisi sebagai mekanisme penyeimbang di parlemen. ”Tugas sebagai oposisi pun adalah tugas yang patriotik,” kata Hasto.
Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Firman Noor mengatakan, demokrasi yang sehat membutuhkan adanya kekuatan oposisi sebagai mekanisme penyeimbang terhadap berjalannya pemerintahan.
”Fungsi oposisi itu melihat apa yang tidak dilihat pemerintah, mendengar yang tidak didengar pemerintah. Jika semua parpol bergabung di pemerintah, siapa yang akan mengawal, mengkritisi, dan menyalurkan ide-ide alternatif?” tanyanya.