Aturan Direvisi, Seragam Muslim SD di Gunung Kidul Opsional
Aturan terkait seragam murid di sebuah sekolah dasar negeri di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang menimbulkan kehebohan beberapa hari terakhir, akhirnya direvisi. Kebijakan yang semula mengharuskan murid mengenakan jenis pakaian tertentu, diganti menjadi pilihan sukarela atau bersifat opsional.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
WONOSARI, KOMPAS — Aturan terkait seragam murid di sebuah sekolah dasar negeri di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang menimbulkan kehebohan beberapa hari terakhir, akhirnya direvisi. Kebijakan yang semula mengharuskan murid mengenakan jenis pakaian tertentu, diganti menjadi pilihan sukarela atau bersifat opsional.
Persoalan itu berawal dari beredarnya surat edaran yang mewajibkan siswa kelas I di SD Negeri Karangtengah III, Kecamatan Wonosari, Gunung Kidul, memakai seragam berupa busana muslim. Surat yang dikeluarkan pada 18 Juni 2019 itu ditandatangani oleh Kepala SD Karangtengah III Pujiastuti.
Dalam surat yang beredar luas di media sosial sejak Senin (24/6/2019) itu disebutkan, pada tahun pelajaran 2019/2020, siswa-siswi baru kelas I wajib memakai seragam berupa busana muslim. Sementara siswa-siswi kelas II hingga kelas VI belum diwajibkan memakai seragam busana muslim.
Namun, surat tersebut juga menyatakan, pada tahun pelajaran 2020/2021, semua murid di SDN Karangtengah III wajib memakai seragam berupa busana muslim. Dalam surat juga tercantum gambar contoh seragam busana muslim untuk murid laki-laki dan perempuan.
Surat tersebut juga menyatakan, pada tahun pelajaran 2020/2021, semua murid di SDN Karangtengah III wajib memakai seragam berupa busana muslim.
Untuk murid laki-laki, seragamnya berupa kemeja lengan pendek dan celana panjang. Sementara itu, untuk murid perempuan, seragamnya berupa kemeja lengan panjang, jilbab, dan rok panjang.
Saat ditemui di sekolahnya, Selasa (25/6/2019), Pujiastuti membenarkan adanya surat edaran tersebut. Menurut Pujiastuti, semua murid di SDN Karangtengah III yang berjumlah 127 memang beragama Islam. ”Kami tidak memiliki siswa nonmuslim,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Pujiastuti menyatakan, saat membuat aturan tersebut, pihaknya tidak memiliki niat untuk mendiskriminasikan murid nonmuslim. ”Tidak ada niat untuk mendiskriminasikan siswa nonmuslim,” ujarnya.
Pujiastuti berkisah, surat edaran itu berawal dari pertemuan pihak sekolah dan wali murid beberapa waktu lalu. Dalam pertemuan itu, pihak sekolah menyarankan para murid memakai seragam berupa busana muslim untuk memudahkan siswa-siswi saat menjalankan shalat di sekolah.
Menurut Pujiastuti, para wali murid menyetujui saran tersebut. Namun, mereka meminta pergantian seragam dilakukan secara bertahap. ”Kami sarankan untuk memakai pakaian panjang (busana muslim) supaya pada saat mengerjakan ibadah itu tidak ribet. Sampai hari ini, tidak ada wali murid yang bilang ke saya merasa keberatan,” tuturnya.
Setelah pertemuan itu, pihak sekolah lalu membuat surat edaran yang mewajibkan siswa kelas I menggunakan seragam busana muslim. Namun, setelah surat itu beredar luas di media sosial dan menimbulkan kontroversi, Pujiastuti mengaku telah merevisi surat tersebut.
Dalam surat edaran hasil revisi itu, tidak ada lagi aturan yang mewajibkan murid kelas I untuk memakai busana muslim. Pada poin pertama surat hasil revisi itu disebutkan, pada tahun pelajaran 2019/2020, peserta didik baru kelas I yang beragama Islam dianjurkan memakai seragam dengan pakaian muslim.
Sementara itu, bagi murid kelas II sampai kelas VI belum dianjurkan memakai seragam berupa pakaian muslim. Namun, murid-murid kelas II sampai kelas VI yang ingin mengganti seragamnya, dianjurkan menggunakan seragam dengan pakaian muslim.
”Kami mengakui ada kesalahan. Saya sudah membuat surat pembetulan,” ungkap Pujiastuti.
Pilihan
Untuk menindaklanjuti permasalahan itu, pada Selasa pagi, tim Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendatangi SD Negeri Karangtengah III. Dalam kunjungan itu, tim ORI Perwakilan DIY bertemu dengan Pujiastuti untuk meminta informasi.
Koordinator Bidang Pemeriksaan Verifikasi Laporan ORI Perwakilan DIY Jaka Susila Wahyuana mengatakan, surat edaran yang mewajibkan murid kelas I menggunakan seragam busana muslim itu memang sudah direvisi. Namun, ORI Perwakilan DIY menilai, surat hasil revisi itu masih butuh perbaikan.
Hal ini karena surat hasil revisi itu masih mengandung anjuran agar siswa kelas I menggunakan seragam berupa pakaian muslim. Menurut Jaka, pihaknya mengusulkan agar kata dianjurkan dalam surat hasil revisi itu diganti dengan kata dapat sehingga para murid memiliki pilihan untuk memakai seragam sesuai pilihannya.
”Kami memberi masukan agar surat itu dipertimbangkan untuk direvisi lagi. Kami usulkan menggunakan kata dapat karena kata dapat ini, kan, artinya pilihan. Bagi siswa yang mau menggunakan, ya, dapat menggunakan, bagi yang tidak mau, ya, tidak menggunakan,” ungkap Jaka.
Menurut Jaka, pihaknya mengusulkan agar kata ’dianjurkan’ dalam surat hasil revisi itu diganti dengan kata ’dapat’ sehingga para murid memiliki pilihan untuk memakai seragam sesuai pilihannya.
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Gunung Kidul Bahron Rasyid mengatakan, pihaknya telah menegur Kepala SDN Karangtengah III terkait keluarnya surat edaran tersebut. ”Ditegur, kan, sudah. Setelah saya tegur, surat itu diganti,” katanya.
Namun, berbeda dengan ORI Perwakilan DIY, Bahron menilai, revisi yang dilakukan terhadap surat edaran itu sudah cukup. Sebab, dalam surat hasil revisi itu, tidak ada lagi aturan yang mewajibkan siswa-siswi memakai seragam berupa busana muslim.
”Apa pun kata yang dipakai, substansinya, kan, tidak mewajibkan. Menurut saya, kata dianjurkan tidak masalah,” ujar Bahron.
Bahron menambahkan, selain di SDN Karangtengah III, Dinas Dikpora Gunung Kidul tidak menerima informasi adanya sekolah lain yang memiliki aturan tentang kewajiban memakai seragam berupa busana muslim. ”Yang saya tahu enggak ada,” tuturnya.
Kebijakan mengenai pakaian seragam sekolah di seluruh jenjang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 45 Tahun 2014. Pasal 1 poin 4 memuat ketentuan bahwa pakaian seragam khas muslimah adalah pakaian seragam yang dikenakan oleh peserta didik muslimah karena keyakinan pribadinya sesuai dengan jenis, model, dan warna yang telah ditentukan dalam kegiatan proses belajar mengajar untuk semua jenis pakaian seragam sekolah.
Adapun Pasal 4 poin 4 (d) menyatakan, pakaian seragam khas sekolah diatur oleh setiap sekolah dengan tetap memperhatikan hak setiap warga negara untuk menjalankan keyakinan agamanya masing-masing.