Baru Saja Bebas, Mantan Bupati Bogor Kembali Jadi Tersangka Korupsi
Baru saja dibebaskan dari penjara, bekas Bupati Bogor Rahmat Yasin kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Rahmat diduga meminta uang dari jajaran pejabat dinas yang ia bawahi dan menerima gratifikasi dalam bentuk mobil mewah serta sebidang tanah seluas 20 hektar.
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Baru saja dibebaskan dari penjara, bekas Bupati Bogor Rahmat Yasin kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Rahmat diduga meminta uang dari jajaran pejabat dinas yang ia bawahi dan menerima gratifikasi dalam bentuk mobil mewah serta sebidang tanah seluas 20 hektar.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Selasa (25/6/2019), di Jakarta, mengatakan, Rahmat kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 24 Mei 2019. Penyidikan ini dilakukan berdasarkan pengembangan perkara sebelumnya, yakni kasus suap pengurusan izin lahan di Kabupaten Bogor pada 2014.
Akibat perbuatannya itu, Rahmat divonis 5,5 tahun penjara dan baru mendapat cuti menjelang bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, pada 8 Mei 2019. Dengan demikian, hanya sekitar dua pekan antara pembebasan bersyarat Rahmat dan penetapannya kembali sebagai tersangka.
Dengan demikian, hanya sekitar dua pekan antara pembebasan bersyarat Rahmat dan penetapannya kembali sebagai tersangka.
Febri mengatakan, pengembangan penyelidikan ini bermula saat KPK menemukan ada sejumlah pemberian yang diterima bekas Bupati Bogor tersebut sehingga untuk memaksimalkan asset recovery, KPK melakukan penyelidikan dan membuka penyidikan baru.
Rahmat diduga pada awal 2009 meminta sejumlah uang dari para jajaran satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang ia bawahi. Febri mengatakan, Rahmat meminta dana itu untuk membiayai operasional bupati dan biaya kebutuhan kampanye Pilkada 2013 dan Pileg 2014. Secara total, uang yang diterima Rahmat Rp 8,93 miliar.
Minta setoran
Praktik permintaan setoran oleh atasan semacam ini, kata Febri, akan memunculkan efek domino korupsi. Efek domino korupsi ini terjadi ketika seorang kepala daerah meminta sejumlah uang dari pajabat dinasnya, maka pejabat dinas itu mencarikan uang dari berbagai sumber; dari memotong honorarium pegawai hingga pungutan liar yang memberatkan masyarakat.
Hal ini juga dapat bermuara pada rekayasa laporan keuangan guna mendapatkan pembenaran praktik setoran tersebut. ”Oleh karena itu, praktik ini sebaiknya dihentikan. Ini bagian dari pencegahan korupsi yang dapat dilakukan seorang kepala daerah,” kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Praktik permintaan setoran oleh atasan semacam ini akan memunculkan efek domino korupsi.
Dugaan tindak pidana korupsi lainnya yang disangkakan kepada Rahmat adalah penerimaan gratifikasi. Rahmat diduga menerima gratifikasi dalam bentuk sebidang tanah seluas 20 hektar di Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. dan satu mobil mewah senilai Rp 825 juta.
Tanah seluas 20 hektar tersebut diduga diterima Rahmat untuk memperlancar perizinan lokasi pendirian sebuah pondok pesantren. Diduga, Rahmat meminta hibah tanah seluas 20 hektar tersebut ketika seorang pemilik tanah ingin mendirikan pondok pesantren di tanah seluas 350 hektar di Jonggol, Kabupaten Bogor.
”Semestinya, sebagai kepala daerah, kalau ada yang berniat baik itu difasilitasi. Apalagi kalau ia ingin menghibahkan tanahnya untuk pelayanan publik,” kata Febri.
Rahmat juga diduga meminta bantuan seorang pengusaha untuk membeli sebuah mobil mewah pada April 2010. Rahmat diduga memiliki kedekatan dengan pengusaha tersebut. Febri mengatakan, pengusaha itu memegang beberapa proyek di Kabupaten Bogor.
Pengusaha tersebut juga menjadi pengurus tim sukses Rahmat ketika mencalonkan kembali pada periode kedua tahun 2013. Pemberian gratifikasi kepada RY diduga dilakukan dalam bentuk pembayaran cicilan mobil sebesar Rp 21 juta per bulan sejak April 2010-Maret 2013.
Dalam proses penyelidikan ini, kata Febri, KPK telah memeriksa orang saksi, yakni Direktur Utama PT Hudaya Maju Mandiri Mochammad Ruddy Ferdian, Direktur Utama Reggy Pratama Advertising yang juga Direktur Utama PT Wahana Nusantara Komunika Rhendie Arindra, wiraswasta Rudi Wahab, dan Camat Jasinga Asep Aer Sukmaji.
Atas perbuatannya tersebut, Rahmat disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Rahmat terancam pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun.