Daerah-daerah di Kalimantan Tengah mulai membenahi persoalan tata ruang terkait dengan rencana pemindahan ibu kota RI. Pemerintah Kota Palangkaraya bersama DPRD Kota sudah selesai membahas dan menerbitkan peraturan daerah terbaru untuk penataan ruang.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Daerah-daerah di Kalimantan Tengah mulai membenahi persoalan tata ruang terkait dengan rencana pemindahan ibu kota RI. Pemerintah Kota Palangkaraya bersama DPRD Kota sudah selesai membahas dan menerbitkan peraturan daerah terbaru untuk penataan ruang.
Hal itu disampaikan Wakil Wali Kota Palangkaraya Umi Mustikah di sela-sela Rapat Pembahasan Rencana Pemindahan Ibu Kota RI di Kalimantan Tengah, Selasa (25/6/2019). Pihaknya membuat Peraturan Daerah Nomor 01 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) Palangkaraya. Perda tersebut merupakan kebijakan pertama yang dibuat pemerintah terkait dengan penataan ruang dan wilayah.
Sebelumnya, persoalan tata ruang di Kalteng sudah berlangsung lama. Pada 2015, terbit Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalteng yang kemudian sosialisasinya dibatalkan dan diminta untuk direvisi. Pada perda itu, kawasan hutan di Kalteng bertambah dari 67,1 persen di Perda Nomor 8/2003 menjadi 82 persen di perda terbaru, padahal pembukaan lahan dan alih fungsi lahan terus terjadi.
Dalam Perda No 5/2015 tersebut, wilayah Kota Palangkaraya kelebihan 450 kilometer persegi karena mengambil wilayah Kabupaten Gunung Mas. Sementara di Kabupaten Kotawaringin Barat wilayahnya menyusut 1.812 kilometer persegi. Itu belum termasuk kabupaten lain.
Baik Kota Palangkaraya maupun Kabupaten Gunung Mas yang saling berbatasan merupakan dua wilayah yang ditawarkan menjadi lokasi ibu kota. Total luas lahan yang ditawarkan Pemprov Kalteng adalah 300.033,66 hektar. Dengan rincian, 112.279,85 hektar di Kabupaten Katingan, 121.049,83 hektar di Kabupaten Gunung Mas, dan 66.703,96 hektar di Kota Palangkaraya.
”Palangkaraya memang bukan satu-satunya yang akan menjadi lokasi ibu kota kalau ke sini, pada prinsipnya kami mempersiapkan diri. Mulai dari kelebihan, potensi hingga isu-isu yang ada akan dikelola dengan baik,” kata Umi.
Umi menambahkan, tata ruang merupakan titik awal pembangunan dan berkaitan dengan semua aspek. Potensi yang ada bisa dimaksimalkan kalau tata ruang selesai dibahas.
Ketua Komisi A DPRD Kota Palangkaraya Beta Syailendra mengungkapkan, saat ini peraturan tersebut sedang disosialisasi kepada masyarakat. Proses pembuatannya dimulai sejak 2001 dan baru selesai dibahas pada 2018.
”Kami diasistensi oleh pemerintah pusat dan Geospasial. Jadi, peraturan ini kami yakini sudah sesuai dengan kebijakan satu peta dalam konteks nasional,” kata Beta.
Beta menjelaskan, dalam aturan tersebut sudah diatur luas wilayah dan zonasi wilayah dengan skala 1:25.000. Dengan bantuan Badan Informasi Geospasial (BIG), peta yang dibuat menjadi lebih ril dan detail.
”Persoalan tata ruang atau perbatasan dengan Kabupaten Gunung Mas, Pulang Pisau, dan Kabupaten Katingan sudah selesai,” ungkap Beta.
Persoalan tata ruang atau perbatasan dengan Kabupaten Gunung Mas, Pulang Pisau, dan Kabupaten Katingan sudah selesai.
Menanggapi hal itu, Gubernur Kalteng Sugianto Sabran mengungkapkan, persoalan di daerah harus diselesaikan dan dibenahi bukan karena adanya isu perpindahan ibu kota, melainkan kepentingan masyarakat. Menurut Sugianto, persoalan tata ruang bisa cepat selesai kalau semua daerah bisa menyelesaikannya di wilayah masing-masing.
”Kalaupun pindah ke sini, kami bersyukur. Kalau tidak pun tidak masalah. Bagi kami, yang penting keadilan untuk masyarakat. Jangan sampai masyarakat di sini jadi terpinggirkan,” ucap Sugianto.