LE CASTELLET, SENIN – Balap Formula 1 telah banyak melahirkan pebalap hebat nan legendaris sepanjang 69 tahun eksistensinya. Namun, sedikit yang mampu meninggalkan warisan besar bagi generasi berikutnya. Lewis Hamilton, pebalap Mercedes, ingin menjadi salah satu dari jajaran legenda itu.
Salah satu legenda F1 yang menjadi teladan dan meninggalkan banyak warisan di F1 adalah Michael Scumacher. Mantan pebalap Ferrari yang belum pulih dari tragedi kecelakaan tragis saat bermain ski di Swiss, 2013 silam, telah mengubah lansekap F1. Ia menjadi pionir dari pentingnya faktor dorongan diri dan kebugaran pebalap dalam memenangi balapan serta mendominasi F1.
Legenda F1 lainnya, Ayrton Senna, membuka mata dunia akan pentingnya instrumen keselamatan di mobil “jet darat” F1. Tragisnya, kebutuhan itu baru disadari setelah tewasnya pebalap asal Brasil itu di GP San Marino, 1994 silam. Sebelum kejadian naas itu, lintasan F1 ibarat kuburan bagi para pebalap. Total 32 pebalap tewas di lintasan F1 sejak 1950 silam.
Hamilton, yang disebut-sebut pebalap terhebat generasi saat ini, ingin menyamai jejak Schumacher dan Senna yang selalu dikenang fans F1 sejagat. Hal itu diungkapkannya seusai memenangi GP Perancis, Minggu (23/6/2019) malam. “Saya telah lama ada di sini (F1). Saya ingin menjadi bagian dari perubahan positif, sebuah warisan, di mata fans,” tuturnya dikutip Crash.
Menariknya, warisan yang dimaksud Hamilton itu adalah upaya membuat F1 menjadi olahraga balap mobil yang menarik, sengit, dan menggairahkan. Ini bisa disebut hal paradoks dari yang dilakukan Hamilton dan Mercedes saat ini, yaitu dominasi dan hegemoni di lintasan F1. Trofi juara di Perancis merupakan kemenangan keenamnya dari delapan seri balapan F1 musim 2019 ini.
Ditarik lebih jauh, itu menjadi kemenangannya ke-14 dari 19 seri terakhir di F1 sejak pertengahan 2018 lalu. Nyaris tidak ada pebalap yang sedominan dirinya itu di F1 selama ini. Hamilton menghancurkan rival-rivalnya dan kian mendekati gelar juara dunia F1 keenamnya, meskipun F1 2019 belum menginjak setengah musim. Ia unggul telak, 76 poin, dari Sebastian Vettel (Ferrari), pesaing terdekatnya di luar Mercedes.
“Saya berempati dengan para fans yang menyaksikan F1 tiap seri balapan dan rasanya urghh, seperti balapan hari ini (berjalan membosankan). Saya membalap sepenuh hati, namun agaknya itu tidak menarik ditonton. Saya melihat hal tidak enak seperti ini, setiap tahunnya. Saya berkomitmen untuk mengubah ini,” ujar Hamilton.
Perubahan dimaksud Hamilton itu adalah menggolkan regulasi baru F1 mulai 2021 mendatang agar olahraga itu lebih kompetitif dan menarik ditonton. Hamilton kini mewakili utusan dari Asosiasi Pebalap Grand Prix (GDPA) yang tutur dilibatkan di dalam pembahasan draft regulasi 2021. Hamilton ingin para pebalap tidak lagi bersikap pasif seperti sebelumnya dalam menentukan masa depan F1 itu.
“Adalah untuk kali pertamanya, para pebalap ada di ruangan rapat Dewan Federasi Balap Mobil Internasional (pekan lalu). Saya kira, kehadiran kami benar-benar berdampak. Sebagai pebalap dengan poin kejuaraan terbanyak, saya merasa bertanggung jawab (untuk membuat F1 lebih menarik di masa depan),” ungkapnya kemudian.
Frustrasi
Dominasi Mercedes dan Hamilton sepanjang musim ini membuat fans, pengamat, bahkan juga pebalap F1, frustrasi. Hal itu salah satunya diungkapkan Sergio Perez, pebalap tim Racing Point yang dihukum penalti di Perancis. “Seperti Anda tahu, F1 saat ini membuat frustrasi. Di balapan lainnya, lebih mudah menyalip dan menang, tidak seperti di F1. Tidak ada kesempatan bagi kami (tim di luar tiga besar) untuk menang,” ujarnya dikutip Mirror.
Pembahasan regulasi F1 2021 hingga kini masih berjalan alot, termasuk salah satu usulan untuk menetapkan pembatasan anggaran. Ratifikasi regulasi baru itu ditunda hingga Oktober mendatang. Padahal, itu semestinya dilakukan pada Juni ini. “Hal terpenting adalah F1 harus menarik dan menghibur. Balapan ini semestinya menjadi pentas para pebalap, bukan festival para teknisi tim,” tulis Martin brundle, mantan pebalap F1, di Sky Sports.