Lebih dari Seratus Gempa Susulan karena Pusatnya Dangkal
Gempa susulan terus melanda pascagempa berkekuatan M 6,1 yang berpusat di Mamberamo Raya dan Sarmi, Papua, Senin (24/7/2019) pagi. Hingga Selasa (25/7) pukul 16.05 WIB, gempa susulan sudah mencapai 109 kali.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gempa susulan terus melanda pascagempa berkekuatan M 6,1 yang berpusat di Mamberamo Raya dan Sarmi, Papua, Senin (24/7/2019) pagi. Hingga Selasa (25/7) pukul 16.05 WIB, gempa susulan sudah mencapai 109 kali.
Sekalipun kekuatannya lebih besar, gempa M 7,4 yang mengguncang Laut Banda pada Senin hanya diikuti empat gempa susulan. ”Perbedaan jumlah gempa susulan ini terutama disebabkan oleh kedalaman pusat gempa yang berbeda,” kata Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono.
Gempa di Papua diketahui dipicu aktivitas Sesar Naik Mamberamo dan memiliki episentrum yang dangkal, yaitu sekitar 10 kilometer (km). Sementara gempa di Laut Banda episentrumnya mencapai kedalaman 220 km.
Gempa di Papua diketahui dipicu aktivitas Sesar Naik Mamberamo dan memiliki episentrum yang dangkal, yaitu sekitar 10 kilometer.
”Sumber gempa yang dalam batuannya solid dan homogen sehingga pecahnya cenderung lepas dan tidak banyak diikuti susulan. Sebaliknya, kalau dangkal batuannya heterogen jadi rapuh dan banyak susulannya,” kata Daryono.
Data BMKG, gempa susulan di Sarmi rata-rata memiliki kekuatan M 3-M 4. Gempa susulan yang terkuat mencapai M 5,5 terjadi pada Senin pukul 23.53 WIB. ”Tren gempa susulannya cenderung mengecil,” katanya.
Laporan survei yang disampaikan Kepala Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BBMKG) Wilayah V Jayapura Petrus Demonsili menyebutkan, gempa kali ini menyebabkan kerusakan bangunan di Kampung Munukania, Distrik Sarmi Selatan, Kabupaten Sarmi. Rumah warga yang rusak parah mencapai 26 unit. Sebanyak 10 rumah yang dalam proses perbaikan akibat gempa yang terjadi sebelumnya juga rusak sehingga total rumah rusak mencapai 36 rumah.
Seperti diketahui, wilayah Mamberamo dan Sarmi sebelumnya juga diguncang gempa kuat M 6,2 dengan kedalaman dangkal pada Kamis, 20 Juni 2019, dan menimbulkan kerusakan sekitar 50 bangunan rumah, serta 3 gedung sekolah di Distrik Ismari dan Sarmi Selatan.
Sangat aktif
Sesar Mamberamo diketahui sangat aktif dan memiliki sejarah panjang pernah memicu gempa kuat dan merusak pada masa lalu. Beberapa gempa kuat tersebut antara lain berkekuatan M 8,1 pada 1916; M 7,9 pada 1926; M 7,2 pada 1950; M 6,3 pada 1963; M 8,1 pada 1971; M 5,9 pada 1981; M 6,7 pada 1986; M 6,6 pada 1987; M 6,8 pada 1987; dan M 7,2 pada 2015.
Secara tektonik, menurut Daryono, zona gempa di Papua cukup aktif dan kompleks. Pemicu utama aktivitas gempa di wilayah ini adalah terjadinya tumbukan Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke utara dengan Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat-selatan. Selain itu juga terdapat desakan lempeng kecil Filipina.
Secara tektonik, zona gempa di Papua cukup aktif dan kompleks. Pemicu utama aktivitas gempa di wilayah Iii adalah terjadinya tumbukan Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng Pasifik.
Dampak tumbukan itu menyebabkan pembentukan beberapa pegunungan lipatan di Papua, yang salah satunya berupa Sesar Mamberamo. Selain itu, di Papua juga banyak sesar aktif lain, seperti Sesar Ransiki, Sesar Sorong, Sesar Yapen, Lengguru Thrust, Sesar Tarera-Aiduna, dan Jayawijaya Main Thrust.
Sementara itu, gempa di Laut Banda, menurut data BMKG, tidak menimbulkan dampak signifikan. Pusat gempa yang dalam menyebabkan guncangan gempa dirasakan sangat luas, bahkan hingga Australia. Namun, dampaknya kecil karena skala guncangannya juga kecil. ”Hanya ada laporan kerusakan kecil manara Masjid Al-Mukarama di Ohoi, Banda Ely, Maluku Utara,” kata Daryono.