Ancam Pariwisata, Pertambangan Emas Ilegal di NTB Ditangani
Pemerintah Daerah NTB bersama Kepolisian dan TNI segera menangani pertambangan emas tanpa izin. Pertambangan ilegal itu beroperasi di Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Tengah.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS -Pemerintah Daerah NTB bersama Kepolisian dan TNI segera menangani pertambangan emas tanpa izin. Pertambangan ilegal itu beroperasi di Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Tengah.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB Muhammad Husni di Mataram, Rabu (26/6/2019) mengatakan, rencana penanganan pertambangan ilegal di Lombok Barat dan Lombok tengah disepakati melalui rapat antar berbagai pihak di Mataram, Selasa (25/6/2019) kemarin. Rapat turut dihadiri Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda NTB Komisaris Besar Syamsudin Baharuddin.
Lokasi pertambangan Lombok Barat berada di wilayah Sekotong, sekitar 42 kilometer barat Gerung, ibu kota Lombok Barat. Sedangkan di Lombok Tengah berada di Desa Prabu, Kecamatan Pujut, sekitar 22 kilometer Selatan Praya, Ibu Kota Lombok Tengah. Selain menambang, ada pula aktivitas mengolah, memurnikan, mengangkut, dan menjual material mineral logam emas.
Menurut Husni, selain karena ketidaksesuaian peruntukan ruang, pertambangan ilegal di Lombok Barat dan Lombok Tengah juga berbahaya karena memakai merkuri sebagai bahan pengolah emas.
Husni mengacu pada Peraturan Daerah Nomor Provinsi NTB Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi NTB Tahun 2009-2029. Dalam peraturan itu Lombok menggunakan pendekatan pulau atau Lombok Eco City Island. "Dalam pendekatan pulau untuk Lombok, salah satu item yang disebutkan secara eksplisit adalah membatasi kegiatan pertambangan. Apalagi fokus utamanya (Lombok) adalah pariwisata," kata Husni.
Dalam pendekatan pulau untuk Lombok, salah satu item yang disebutkan secara eksplisit adalah membatasi kegiatan pertambangan. Apalagi fokus utamanya (Lombok) adalah pariwisata
Lokasi penambangan di Desa Prabu hanya berjarak sekitar 10 kilometer dari Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Kuta. KEK Mandalika direncanakan akan menjadi lokasi pelaksanaan ajang balap motor paling bergengsi yakni MotoGP pada 2021.
Lokasi pertambangan ilegal, berdasarkan pantauan Kompas akhir pekan lalu, bahkan berada di pinggir jalan besar yang digunakan wisatawan menuju obyek-obyek wisata di kawasan Selatan Lombok Tengah, termasuk ke KEK Mandalika.
"Apa yang mengganggu pembangunan KEK akan kami tangani. Itu prioritas," kata Kepala Sub Direktorat 4 Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda NTB Ajun Komisaris Besar Darsono Setyo Adjie dalam kesempatan terpisah.
Sementara untuk dampak lingkungan, penggunaan zat kimia berbahaya dan dilarang seperti merkuri tidak hanya mencemari lingkungan tetapi telah berdampak masyarakat.
Wakil Ketua Nexus3 Foundation (sebelumnya Bali Fokus) Yuyun Ismawati Drwiega sebelumnya menemukan kasus dugaan keracunan merkuri. Misalnya kelemahan otot, kelainan bawaan seperti ada jari yang tidak tumbuh, anus tidak muncul sehingga harus dibuatkan anus baru, termasuk ada yang kaki tidak sempurna atau bengkok. Kasus paling banyak ditemukan di Sekotong.
Hal itu berdasar penelitian yang mereka lakukan sejak 2012 di NTB termasuk di lokasi pertambangan ilegal seperti di Sekotong. Di Sekotong pertambangan dimulai sekitar 2008.
Langkah penanganan
Menurut Husni, berdasarkan berbagai alasan tersebut, pemerintah kabupaten, polisi, dan TNI sepakat menghentikan pertambangan ilegal dan mencarikan mata pencaharian baru bagi warga. "Pada tahap awal, kami melalui tim internal Dinas ESDM NTB akan menginventarisasi di lokasi penambangan yakni di Sekotong Lombok Barat dan Prabu, Lombok Tengah," kata Husni.
Inventariasi itu meliputi pendataan lokasi penambangan, pengolahan, dan kegiatan terkait lainnya. Termasuk mendata keinginan masyarakat terkait mata pencaharian alternatif.
"Kami akan menanyakan kepada masyarakat, ketika aktivitas penambangan dihentikan oleh pemerintah, mereka memilih untuk berusaha di sektor apa. Setelah data terkumpul, kami kompilasi dan koordinasikan dengan sektor terkait supaya masing-masing membuat program," kata Husni.
Pengendalian pertambangan ilegal, menurut Husni, tidak hanya sampai pada penghentian dan mencarikan mata pencaharian alternatif. Nantinya, tim pengendali yang akan dibentuk juga mendampingi masyarakat petambang selama beberapa tahun hingga mereka benar-benar mandiri. Jika tidak didampingi, khawatir masyarakat akan kembali menambang secara ilegal.
Dalam rapat itu, menurut Husni, juga disepakati adanya alokasi di anggaran perubahan 2019 untuk tim pengendalian yang akan dibentuk dari tingkat Provinsi NTB hingga kabupaten baik Lombok Tengah maupun Lombok Barat.
Tim pengendalian di tiap tingkat beranggotakan berbagai pihak misalnya di tingkat provinsi dari unsur pemerintah provinsi, kepolisian daerah, termasuk Komando Rayon Militer. Sementara di kabupaten mulai dari pemerintah daerah, kepolisian resor, dan komando distrik militer.
Tim pengendalian itu, menurut Husni, akan bekerja menangani pertambangan ilegal. Tidak hanya langkah persuasif, tetapi hingga represif. "Kemarin kami sepakat, kalau masyarakat mau berhenti dengan sukarela, tidak perlu ada langkah-langkah represif. Kita berharap, dengan persuasif mereka sudah mau berhenti. Repersif itu sudah terakhir sekali," kata Husni.
Menurut Husni, langkah persuasif lebih didorong karena represif tidak optimal. "Sebelum langkah penertiban bukan tidak pernah dilakukan. Bahkan berkali-kali. Tetapi, tetapi saja masyarakat kembali ke lokasi. Karena tidak ada pilihan alternatif pekerjaan," kata Husni.