Sedikitnya lima pasar tradisional di Kota Bandung, Jawa Barat, terbakar dalam setahun terakhir. Metode pencegahan kebakaran, terutama standarisasi sambungan listrik, perlu dibenahi agar kejadian serupa tidak terulang.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS – Sedikitnya lima pasar tradisional di Kota Bandung, Jawa Barat, terbakar dalam setahun terakhir. Metode pencegahan kebakaran, terutama standarisasi sambungan listrik, perlu dibenahi agar kejadian serupa tidak terulang.
Lima pasar itu adalah Pasar Ujungberung, Kosambi, Gedebage, Kiaracondong, dan Sederhana. Pemerintah Kota Bandung memeriksa alat proteksi kebakaran di sejumlah pasar untuk mengurangi potensi kebakaran.
Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DKPB) Kota Bandung memeriksa sambungan listrik di Pasar Sederhana, Rabu (26/6/2019). Kebakaran pasar tradisional sering dipicu korsleting listrik.
Banyak pedagang menggunakan kabel tidak standar. Salah satunya memakai kabel audio untuk mengalirkan arus listrik.
“Ini tidak standar karena kapasitas kabel tidak sesuai. Kabel jadi mudah panas sehingga riskan terbakar,” ujar Kepala Seksi Pemeriksaan dan Pengawasan Gedung Bangunan DKPB Kota Bandung Elan Suparno.
Sejumlah pedagang juga menggunakan steker berlebih. Tumpukan steker menggunakan banyak cabang akan memicu tarikan beban berlebih. Akibatnya, kabel panas dan dapat menghasilkan percikan api.
Banyak pedagang menggunakan kabel tidak standar. Salah satunya memakai kabel audio untuk mengalirkan arus listrik
Selain itu, sejumlah pedagang tidak memakai meteran listrik. Hal ini bisa memicu kelebihan daya karena pemakaian listrik tidak terukur.
“Hampir di semua pasar tradisional kondisinya seperti itu. Jadi, perlu lebih diperhatikan agar sesuai standar,” ujarnya.
Wajib ada hidran
Menurut Elan, setiap pasar semestinya dilengkapi hidran dengan panjang pipa minimal 200 meter. Fungsinya untuk memudahkan pemadaman api dalam menjangkau lorong-lorong pasar.
“Baiknya setiap los juga dilengkapi Apar (alat pemdam api ringan). Kami bersedia melatih cara menggunakannya,” ujarnya.
Petugas turut memeriksa kompor gas di penjual makanan. Mereka mengingatkan pedagang tidak meninggalkan kompor yang menyala dan rutin membersihkan bekas minyak di sekitar kompor untuk memperkecil risiko kebakaran.
Kepala Pasar Sederhana Dewi Lidya mengakui masih banyak pedagang menggunakan kabel tidak standar. Pihaknya akan berkoordinasi dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN), DKPB, dan pedagang untuk memperbaiki sambungan listrik di pasar itu.
Dewi mengatakan, pasca pasar itu terbakar Oktober 2018, pihaknya berencana mengambil alih penyambungan listrik ke kios pedagang. “Namun, pedagang tidak sabar dan langsung menyambung listrik. Ke depan, harus ada rekomendasi dari pengelola pasar,” ucapnya.
Baiknya setiap los juga dilengkapi Apar (alat pemdam api ringan). Kami bersedia melatih cara menggunakannya
Solihin (40), salah satu pedagang, mengaku belum memahami standar penyambungan listrik. Dia berharap, pengelola pasar menggerakkan pedagang untuk menerapkan standar tersebut.
“Ini harus diterapkan ke semua pedagang. Jika masih ada sambungan listrik tidak standar, bisa menyebabkan kebakaran dan menjalar ke lapak lainnya,” ujarnya.
Jalur Evakuasi
Kepala Seksi Pemeriksaan dan Pengawasan Gedung Bangunan DKPB Kota Bandung Elan Suparno mengatakan, setiap pasar perlu menyiapkan jalur evakuasi. Hal ini untuk mendukung aspek keamanan saat terjadi kebakaran.
Menurut Elan, belum ada pasar tradisional di Kota Bandung yang mempunyai jalur evakuasi memadai. Namun, di beberapa pasar, jarak antar pedagang sudah cukup untuk dijadikan jalur evakuasi.
“Tinggal diberikan tanda-tanda menuju tempat berkumpul yang aman. Jadi, saat kebakaran, pedagang dan pembeli mempunyai panduan menyelamatkan diri,” ujarnya.
Elan menuturkan, pihaknya ditugaskan memeriksa standar pengamanan kebakaran di sembilan pasar. Hingga Rabu (26/6), sudah tujuh pasar yang diperiksa. Hasil pemeriksaan itu akan dijadikan rekomendasi untuk meningkatkan antisipasi kebakaran di pasar tradisional.