PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia Tbk (GMF) memperbesar pasarnya di luar Grup Garuda untuk membidik pendapatan 1 miliar dollar AS pada tahun 2021.
Oleh
Maria Clara Wresti
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia Tbk (GMF) terus memperbesar pasarnya di luar Grup Garuda. Dengan melakukan ekspansi ke luar negeri dan menggandeng PT Merpati Maintenance Facility, GMF membidik pendapatan 1 miliar dollar AS tahun 2021.
”Saat ini sebenarnya posisinya sudah 50 persen klien kami berasal dari luar grup. Namun, karena Sriwijaya Air bergabung dengan induk kami, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, klien kami masih lebih besar di grup,” kata Direktur Business & Base Operation GMF Tazar Marta Kurniawan di Jakarta, Selasa (25/6/2019).
Tazar, yang saat ini menjabat Plt Direktur Utama GMF, menjelaskan, sebenarnya pasar dari luar grup sudah mencapai 38 persen. Tahun lalu pasar luar grup mencapai 44 persen, tetapi angka ini sudah termasuk Sriwijaya yang porsinya sebesar 12 persen. Jadi, pasar luar grup tahun lalu sebenarnya hanya 32 persen.
”Kami akan terus mengembangkan pangsa luar grup ini, terutama untuk perawatan mesin pesawat. Saat ini pendapatan terbesar kami berasal dari mesin pesawat,” kata Tazar.
Saat ini bisnis paling besar berasal dari lini perawatan.
Dia menjelaskan, saat ini bisnis paling besar berasal dari lini perawatan, yakni perawatan ringan saat pesawat akan lepas landas. Porsinya mencapai 31 persen. Setelah itu, pasar terbesar berikutnya adalah komponen pesawat sebesar 28 persen dan perawatan airframe (perawatan rangka pesawat) sebesar 24 persen. Namun, dari pendapatan, pemasukan paling besar datang dari mesin pesawat.
”Porsinya 29 persen. Setelah itu komponen 26 persen. Airframe 20 persen. Sementara pemasukan dari line maintenance menurun menjadi 12 persen karena memang pengoperasian pesawat dari maskapai berkurang,” ujar Tazar. Dengan pemasukan ini, tahun 2018-2019 GMF tumbuh 6 persen, sementara pesaing GMF di ASEAN hanya naik 3,8 persen, bahkan ada yang turun hingga 7 persen.
Soal pasar perawatan mesin, Tazar menghitung akan ada 120 mesin pesawat Indonesia jenis Boeing 737NG dan Airbus A320 yang harus dirawat karena sudah berusia 5-6 tahun. Perawatan dilakukan setiap tahun, dan biaya perawatannya 5 juta dollar AS per mesin. Karena itu, potensi pendapatan yang bisa didapat dari mesin sebesar 600 juta dollar AS per tahun hanya dari mesin.
Sementara Arif Faisal, SVP Sales & Marketing GMF, mengatakan, dalam waktu dekat, GMF akan bekerja sama dengan Bangladesh untuk melakukan perawatan pesawat-pesawat milik Bangladesh. Namun, potensi pasar akan diperbesar, seperti membuka penerbangan langsung dari Dakka ke Jakarta atau Dakka-Denpasar, menyediakan katering untuk pesawat, dan juga paket-paket wisata.
”Saat ini pertumbuhan di Bangladesh sebesar 8 persen, termasuk tiga besar dunia. Mereka selama ini hanya berlibur ke Singapura dan Kuala Lumpur. Saat ini mereka ingin terbang ke Indonesia, tetapi belum ada penerbangan langsung. Nah, paket penerbangan, perawatan pesawat, katering, dan wisata akan kami kembangkan dalam kerja sama ini,” kata Arif.
Saat ini kerja sama antara Indonesia dan Bangladesh sedang mulai dibangun. ”Yang sudah masuk adalah Laksana, karoseri bus. Mereka sudah memproduksi bus-bus untuk Bangladesh. Lalu, selain industri penerbangan, mereka juga mau menjalin kerja sama dengan PT Wijaya Karya untuk membangun infrastruktur, dan PT Pertamina untuk penyediaan minyak dan gas.