Proyek percontohan keramba jaring apung lepas pantai yang dibangun Kementerian Kelautan dan Perikanan dinilai sebagai pemborosan. Alasannya, pembangunannya tidak melalui kajian yang matang. Pemerintah diharapkan mengevaluasi proyek keramba jaring apung lepas pantai tersebut.
Oleh
LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proyek percontohan keramba jaring apung lepas pantai yang dibangun Kementerian Kelautan dan Perikanan dinilai sebagai pemborosan. Alasannya, pembangunannya tidak melalui kajian yang matang.
Pemerintah diharapkan mengevaluasi proyek keramba jaring apung (KJA) lepas pantai tersebut.
Model KJA lepas pantai yang mengadopsi teknologi Norwegia itu dibangun di Pangandaran (Jawa Barat), Sabang (Aceh), dan Karimunjawa (Jawa Tengah) dengan anggaran Rp 44,34 miliar per unit. Pembangunan KJA lepas pantai ini merupakan yang pertama di Indonesia. Pengadaannya dilaksanakan BUMN Perikanan, yakni PT Perikanan Nusantara (Persero) atau Perinus.
Namun, KJA percontohan yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 24 April 2018 itu tak bisa digunakan hingga kini karena rusak diterjang gelombang. Pemerintah meminta Perinus mengembalikan seluruh anggaran pengadaan yang sudah dibayarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kepada BUMN tersebut. Alasannya, proyek itu dinilai gagal dilaksanakan.
Pengajar Manajemen Sumber Daya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB), Yonvitner, berpendapat, pembangunan KJA lepas pantai merupakan terobosan budidaya. Namun, disayangkan, tidak melalui perencanaan yang matang sehingga rusak sebelum dioperasikan.
Yonvitner menambahkan, pemerintah terkesan berjalan sendiri dalam menentukan spesifikasi dan tidak memiliki kajian matang terkait penempatan KJA. Penempatan KJA lepas pantai juga terkesan dipaksakan di perairan yang berhadapan dengan risiko gelombang tinggi sehingga menimbulkan kerusakan.
Di Norwegia, KJA lepas pantai tidak dibangun di lepas pantai, tetapi di teluk-teluk dalam yang perairannya lebih tenang. ”Kegagalan proyek percontohan KJA lepas pantai mengindikasikan proyek pemborosan. Pemerintah perlu mengevaluasi teknis, ekonomis, dan teknologi,” kata Yonvitner, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (25/6/2019).
Menurut dia, pembuatan KJA lepas pantai tidak perlu mengandalkan teknologi dari luar negeri. Di dalam negeri, ada beberapa produsen KJA yang sudah menerapkan teknologi maju.
Kegagalan proyek percontohan KJA lepas pantai mengindikasikan proyek pemborosan.
Di sisi lain, seharusnya pemerintah tidak mengambil risiko investasi dengan berperan sebagai regulator. Swasta perlu dilibatkan untuk mengerjakan KJA lepas pantai itu.
Merujuk data KKP, lokasi potensial untuk penempatan KJA lepas pantai antara lain Pangandaran, Sabang, Karimunjawa, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Batam.
Perbaikan
Secara terpisah, Direktur Utama Perinus Dendi Anggi Gumilang mengungkapkan, pihaknya beberapa kali memperbaiki konstruksi KJA lepas pantai. Namun, kerusakan terjadi berulang sehingga Perinus mengusulkan merelokasi KJA lepas pantai ke perairan yang lebih cocok dengan melibatkan kajian akademis. ”Kalau kerusakan terjadi sampai beberapa kali, perlu ada evaluasi terhadap lokasi KJA,” katanya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto menyatakan, pemerintah meminta dana yang sudah dibayarkan kepada Perinus dikembalikan kepada negara. Setelah anggaran dikembalikan kepada negara, KJA lepas pantai itu akan diserahkan kepada Perinus dan menjadi milik Perinus.
Saat ini, sekitar 86 persen dari anggaran per unit untuk pengadaan KJA lepas pantai di Pangandaran dan Karimunjawa sudah dibayarkan kepada Perinus. Adapun untuk proyek di Sabang yang sudah dibayarkan sekitar 90 persen. (LKT)