Memilih kampus di luar kota asal bagi sebagian orang adalah awal mula latihan jadi perantau. Menentukan tempat tinggal adalah hal utama untuk dipertimbangkan. Menyewa kamar atau kos adalah pilihan yang paling populer. Sedangkan tinggal di apartemen cenderung jadi pilihan bagi orang-orang yang memikirkan investasi, atau mengutamakan privasi.
Daerah Rawabelong, Kelurahan Palmerah, Jakarta Barat adalah kawasan hunian yang begitu padat. Di sana ada kampus besar Universitas Bina Nusantara atau Binus. Di sekitar kampus itu banyak bangunan bertingkat yang kamar-kamarnya disewakan sebagai kos.
Bukan hal yang susah mencari kos-kosan di daerah sini. Hampir setiap jalan, sampai ke gang-gang kecil selalu ada bangunan yang menyewakan kamar untuk mahasiswa, juga untuk karyawan. Selain itu, ada juga dua apartemen di daerah ini.
Kawasan hunian mahasiswa semacam itu juga terlihat di daerah Margonda, Depok. Selain padat dengan kos-kosan, ada beberapa apartemen juga yang dibuka di sekitar kampus, seperti misalnya apartemen Grand Taman Melati.
Mahasiswa kini jadi punya pilihan lain bertempat tinggal. Kalau dulu pilihannya hanya asrama, mengontrak rumah dengan teman lain, atau menyewa kamar kos, sekarang sudah ada apartemen. Tapi apakah apartemen lantas jadi primadona baru?
Litbang Kompas mengadakan jajak pendapat perihal hunian apartemen bagi mahasiswa pada 21-22 Juni lalu, melalui telepon. Sebanyak 646 mahasiswa berusia di atas 17 tahun di 30 kota di Indonesia dipilih secara acak sebagai responden.
Hasilnya, sebanyak 63 persen mengaku tidak mengetahui ada apartemen di sekitar kampus mereka. Sebagian kecil yang melihat ada apartemen di sekitar kampus mereka mengungkapkan bahwa apartemen ini dihuni khusus mahasiswa.
Beberapa responden yang memilih apartemen sebagai tempat tinggal di masa kuliah menyatakan, pilihan itu sejalan dengan permintaan orangtua masing-masing. Meningkatnya kemampuan finansial orangtua membuat sejumlah mahasiswa berkesempatan mencicipi tinggal di apartemen.
Relatif mahal
Tinggal di apartemen memang relatif lebih mahal dibandingkan tinggal di kos. Dengan biaya sewa Rp 1,5 juta sebulan, mahasiswa bisa tinggal kamar kos yang cukup nyaman, sudah termasuk biaya listrik dan air. Di apartemen, angkanya lebih besar. Satu unit apartemen tipe studio, misalnya, disewakan dengan rentang harga Rp 2,5 juta hingga Rp 3,5 juta sebulan.
Maka tak heran, 37 persen responden mengungkapkan ada kenaikan biaya hidup ketika memilih tinggal di apartemen. Ini adalah konsekuensi paling nyata dari pilihan tinggal di apartemen.
“Tinggal di apartemen itu seperti tinggal sendiri di rumah, bukan cuma kamar. Kita ngatur sendiri kapan saatnya bayar air, bayar listrik, dan fasilitas lainnya. Kalau di kos, kan, bayar sebulan udah terima beres,” kata Paul Permana (23) yang tinggal di apartemen milik orangtuanya.
Ukuran unitnya cukup luas untuk ditempati sendiri—sekitar 33 meter persegi. Dengan begitu ia leluasa mengatur sendiri perabotannya, yang tidak terlalu banyak. Ruangan yang tersisa dia pakai untuk menyimpan stok kaus atau celana dagangannya. Dia sedang merintis usaha produksi pakaian santai sejak sekitar enam bulan lalu. “Lumayanlah untuk nutup bayar listrik dan langganan internet,” ujarnya.
Agung Hasta Rukmana (22) juga merasa beruntung tinggal di apartemen. Dia menuturkan, orangtuanya sengaja beli apartemen di dekat kampusnya untuk dia tempati. Nanti setelah lulus dan bekerja di tempat lain, unit apartemen itu rencananya akan disewakan. Itu adalah investasi.
Agung, yang juga pernah ngekos itu, merasa lebih aman tinggal di apartemen. Petugas keamanan di apartemen, kata dia, lebih profesional dibanding penjaga kos-kosan. Kamera pengawas juga terpasang di setiap koridor. Area parkir kendaraan juga cukup luas dan diawasi.
Fasilitas itu tentu ada harganya. Penghuni apartemen dikutip biaya pelayanan setiap bulan. Jumlahnya bervariasi, tergantung fasilitas yang diberkan pengelola apartemen. Sarana olahraga—kolam renang atau gym—bebas digunakan kapan pun. Biaya pelayanan dan parkir doang bisa jadi setara dengan harga sewa satu kamar kos sederhana!
Interaksi
Biaya hidup yang lebih tinggi itu menyebabkan banyak mahasiswa tetap lebih banyak memilih tinggal di kamar kos, daripada apartemen. Selain itu, aspek interaksi sosial juga jadi alasan mereka lebih suka di kos.
Nova Akhirani Putrri, mahasiswi Jurusan Usaha Perjalanan Wisata, Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti, Jakarta memilih jadi anak kos, daripada jadi anak apartemen. Selain karena kosnya lebih dekat dengan kampus, ia merasa bisa bergaul dengan sesama penghuni kos.
“Di kos, kita tidak hanya tinggal sendiri, tapi ada temannya meskipun beda kamar. Jadinya bisa saling bantu jika ada masalah, atau hal lain. Kalau di apartemen sepertinya jarang yang berinteraksi dengan tetangganya,” kata dia.
Begitulah, apartemen dan kos punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kos dengan fasilitas lengkap yang mirip-mirip apartemen—tentunya dengan sewa lebih mahal—juga sudah banyak. Nah, kalau penasaran ingin mencicipi rasanya tinggal di apartemen, bisalah nyoba “ama temen” alias nebeng dulu.