Menapak Lanskap Timur-Barat Ibu Kota
Menikmati DKI Jakarta di ulang tahunnya yang ke-492, Kompas menelusuri wilayah Ibu Kota dari timur hingga ujung barat. Buah perbaikan dan inovasi pemprov di sejumlah fasilitas umum telah dirasakan meski ada beberapa hal yang perlu dipersolek agar ”wajah baru” Jakarta benar terwujud.
Perjalanan diawali dari Terminal Pulogebang yang terletak di Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Terminal ini menjadi gerbang bagi setiap pelancong pengguna bus yang hendak pergi atau kembali ke Jakarta. Dinas Perhubungan DKI Jakarta pada 2018 mencatat jumlah kedatangan dan keberangkatan di terminal ini mencapai 861.138 penumpang.
Terminal Pulogebang merupakan terminal terbesar di Indonesia, bahkan se-Asia Tenggara. Terminal yang beroperasi sejak tahun 2016 ini memiliki luas 14,17 hektar. Daya tampungnya mencapai 3.000 bus dan 10.000 penumpang.
Bangunannya terdiri atas lima lantai. Lantai 1 sebagai sirkulasi dan ruang tunggu penumpang. Lantai mezanin, penghubung lantai 1 dan 2 yang sebagian besar merupakan pertokoan. Lantai 2 menjadi area kedatangan dan keberangkatan bus. Sementara lantai 3 merupakan gerai makanan, sementara lantai 4 kantor pengelola terminal dan perwakilan perusahaan otobus (PO).
Semakin banyak rute dalam sebuah halte, jumlah penumpang transjakarta juga semakin banyak.
Meski dinobatkan sebagai terminal terbesar dengan fasilitas lengkap, penumpang belum sepenuhnya menikmati pelayanan di terminal ini. Persoalannya, lokasi terminal cukup jauh dari pusat kota, disertai minimnya informasi ketersediaan moda menuju terminal.
Padahal, sejumlah moda telah disediakan pemerintah, seperti bus transjakarta koridor 11 (Kampung Melayu-Pulogebang). Selanjutnya KRL lintas Manggarai-Bekasi, berhenti dari Stasiun Cakung yang berjarak 1 kilometer dari terminal. Ada juga bus pengumpan (feeder) yang beroperasi 24 jam dari Lebak Bulus, Pasar Minggu, dan Pinang Ranti.
Masalah lainnya terkait cara mendapatkan tiket bus. Meski telah tersedia aplikasi daring, seperti redbus.id, traveloka.com, dan rosalia-indah.co.id, belum semua PO terdaftar di aplikasi itu. Kondisi ini merepotkan calon penumpang karena harus datang langsung ke agen di terminal untuk membeli tiket.
Ditambah lagi sejumlah agen bus yang menjajakan tiket di pintu gerbang masuk terminal. Jika tidak cermat, calon penumpang dapat terbujuk menaiki bus yang tidak sesuai dengan harapan.
Integrasi KRL
Dari Terminal Pulogebang, perjalanan dilanjutkan menggunakan transjakarta koridor 11 ke arah Kampung Melayu. Koridor yang dioperasikan sejak 28 Desember 2011 ini melewati 16 halte dengan waktu tempuh sekitar 45 menit dalam kondisi normal.
Koridor ini spesial karena terdapat halte yang terintegrasi dengan KRL, yaitu Halte Klender. Halte yang beroperasi awal 2019 ini tercatat sebagai halte integrasi KRL pertama di jalur layanan dalam koridor.
Jalan bus transjakarta selanjutnya melewati Halte Jatinegara. Banyak penumpang naik turun di halte ini karena terletak di dekat Pasar Jatinegara.
Baca juga: Menyusuri Wajah Utara-Selatan Jakarta
Pasar yang pernah diremajakan pada masa pemerintahan Ali Sadikin (1969) ini merupakan pasar tersohor di Jakarta. Pasar beras utama ini memiliki empat lantai, luas setiap lantai di pasar ini 7.500 meter persegi dan berkapasitas hingga 1.300 pedagang.
Kawasan Jatinegara pernah ditetapkan sebagai kawasan unggul tertib kota dan ditata sebagai ikon Kota Jakarta Timur. Salah satu hasil penataannya adalah perlebaran trotoar di sepanjang Jalan Jatinegara Timur yang selesai akhir tahun 2017. Melalui perbaikan ini diharapkan pedestrian dapat menikmati kawasan Jatinegara dengan aman dan nyaman.
Namun, belum setahun setelah ditata, trotoar kembali dipenuhi lapak PKL dan parkir liar. Ditambah lagi banyak mikrolet berhenti di sembarang jalan hingga menyebabkan kemacetan.
Pemberhentian
Koridor 11 diakhiri ketika tiba di Halte Kampung Melayu. Halte yang melayani koridor 5, 7, dan 11 ini mulai beroperasi sejak tahun 2007.
Sebelumnya, kawasan di sekitar Halte Kampung Melayu ini memiliki sejarah yang panjang. Sejak zaman kolonial, tempat ini dulunya merupakan terminal. Sebelum tahun 1970-an, trem juga pernah melewati lokasi ini yang kemudian berganti menjadi mikrolet, kopaja, dan metromini.
Kini Kelurahan Kampung Melayu tercatat sebagai kelurahan terpadat di Kecamatan Jatinegara. Catatan BPS (2017) menunjukkan, kepadatan di kelurahan ini 64.040 jiwa per km².
Kelurahan padat penduduk ini juga identik dengan bencana banjir. Banjir terakhir terjadi pada 29 April lalu. BPBD Jakarta memantau, banjir masih melanda delapan RW di Kampung Melayu dengan ketinggian genangan 10 cm hingga 2 meter.
Salah satu penyebabnya, normalisasi Sungai Ciliwung yang belum sepenuhnya selesai. Normalisasi baru dikerjakan di satu sisi kali sehingga sisi lain masih dilanda banjir. Hingga awal 2018 Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cianjur mencatat, dari 33 km panjang Kali Ciliwung, baru 16 km yang telah dinormalisasi.
Setelah koridor 11, perjalanan berlanjut menggunakan transjakarta rute nonkoridor 5A (Kampung Melayu-Grogol 1). Jalur ini melewati 18 halte dan 8 di antaranya merupakan halte di luar koridor, seperti Halte Proklamasi, SMPN 8, dan Mandiri. Transjakarta juga menyediakan 26 rute layanan sejenis.
Selain rute nonkoridor, Transjakarta juga telah menyediakan 11 rute bus layanan lintas batas yang menjangkau kota di luar Jakarta. Ditambah lagi dengan sembilan rute layanan rumah susun.
Dalam kondisi normal, waktu tempuh rute 5A hingga tiba di halte terakhir (Grogol 1) sekitar 50 menit. Halte ini termasuk halte yang cukup sibuk karena melayani 12 rute perjalanan.
Semakin banyak rute dalam sebuah halte, jumlah penumpang transjakarta juga semakin banyak. Aksesibilitas halte ini dipermudah dengan adanya jembatan penyeberangan orang (JPO). Namun JPO Halte Grogol terpantau rusak di beberapa anak tangganya.
Merawat JPO
Awal 2017 Dishub DKI Jakarta mencatat jumlah JPO di Ibu Kota 318 unit. Sebanyak 282 JPO dibangun di jalan provinsi yang terdiri dari 165 JPO transjakarta dan 117 JPO reguler.
Kini jumlahnya telah berubah seiring bertambahnya rute baru transjakarta, seperti koridor 13 yang diresmikan sejak Agustus 2017. Hingga September 2018 Dishub DKI mencatat ada 20 JPO dalam kondisi rusak.
Pemda DKI telah merenovasi beberapa JPO, contohnya 4 JPO di Jalan Jenderal Sudirman yang diresmikan pada 28 Februari 2019, yaitu JPO Dukuh Atas, Bundaran Senayan, Gelora Bung Karno, dan Polda Metro Jaya.
Keempat JPO ini bahkan menjadi ikon baru Jakarta karena keunikannya. Selain desainnya modern, cahaya warna-warni lampu LED menjadikan JPO itu cantik ketika malam hari tiba. Selain itu, ada juga dua JPO lain yang terpantau telah selesai direvitalisasi yaitu JPO Sumarmo dan Jelambar Barat.
Dari Halte Grogol 1, perjalanan dilanjutkan menggunakan transjakarta koridor 3 rute Pasar Baru-Kalideres. Koridor ini termasuk koridor tertua yang diresmikan pada 15 Januari 2006 atau dua tahun pasca-transjakarta beroperasi.
Dibutuhkan sekitar 30 menit melewati 11 halte dari Grogol 1 hingga halte akhir di Terminal Kalideres. Sama halnya Terminal Pulogebang, Terminal Kalideres ini bagaikan gerbang di barat Jakarta bagi pelancong yang hendak pergi atau kembali ke Jakarta. Tahun 2018, rata-rata penumpang yang diberangkatkan pada hari biasa 800-900 penumpang.
Optimalisasi angkutan umum
Upaya Pemprov DKI menarik minat warga menggunakan transportasi umum sudah diaplikasikan di Terminal Kalideres. Salah satunya dengan menyediakan ”Park and Ride” (PnR) seluas 1.500 m² di terminal ini sejak Juni 2018.
Park and Ride dijaga petugas selama 24 jam. Tarif yang dikenakan untuk pemilik motor Rp 2.000 selama 23 jam pertama. Setelah itu, jika kendaraan menginap, tarif menjadi Rp 10.000 per hari. Sementara untuk mobil, tarifnya Rp 5.000 untuk 23 jam pertama dan Rp 20.000 per hari jika menginap.
Dibutuhkan waktu sekitar 30 menit melewati 11 halte dari Grogol 1 hingga halte akhir di Terminal Kalideres.
Tempat parkir di terminal/stasiun sudah diterapkan di terminal dan sejumlah lokasi lain di Jakarta. Hingga 2018, Dishub DKI mencatat telah ada tujuh PnR yang telah dibuat termasuk di Terminal Kalideres. Pertama kali dibuat di Terminal Kampung Rambutan seluas 2.500 m².
Kedua di Terminal Ragunan yang memiliki tiga lantai dengan total luas 1.627,5 m² berkapasitas 84 mobil. Selanjutnya ada di Terminal Pulo Gebang, Terminal Pulo Gadung, Thamrin, dan Pinang Ranti. Terakhir PnR di Lebak Bulus yang beroperasi tanggal 24 Maret 2019 bertepatan dengan peresmian MRT. PnR ini memiliki luas 8.000 m² berkapasitas 500 motor dan 157 mobil.
Upaya PnR dan perbaikan sarana transportasi di Ibu Kota membuahkan hasil cukup manis. Salah satunya terlihat dari hasil survei kemacetan TomTom Index. Level kemacetan di Jakarta tahun 2018 turun 8 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Bahkan, pada 2018 Indonesia menempati peringkat ke-7, yang sebelumnya masih bertengger di peringkat ke-4. Menurut Badan Pengelola Transportasi Jakarta (BPTJ), prestasi ini dapat diraih tidak lepas dari persiapan Asian Games 2018.
Seperti kebijakan ganjil-genap, pembatasan angkutan barang dan penyediaan angkutan bus premium. Meski demikian, diharapkan tahun ini prestasi ini tetap bisa dipertahankan walau tidak ada perhelatan besar seperti Asian Games.
Menyusuri jalur transjakarta dari ujung timur di Terminal Pulogebang hingga barat di Terminal Kalideres menjadi refleksi kemajuan Jakarta. Meski tanpa menggunakan kendaraan pribadi, jelajah Jakarta dapat terealisasi dengan nyaman dan menyenangkan.
Namun, waktu tempuh yang mencapai 2 jam perjalanan masih menjadi pekerjaan rumah Pemprov DKI Jakarta untuk menarik lebih banyak penumpang transportasi massal di Ibu Kota (LITBANG KOMPAS)