JAKARTA, KOMPAS – JAKARTA, KOMPAS Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia segera merekrut atlet muda baru untuk menjaga regenerasi. PB PASI mengantongi nama atlet muda potensial untuk bergabung ke pelatnas usai Kejuaraan Nasional Atletik 2019 di Cibinong, Jawa Barat, 1-7 Agustus.
Sekretaris Umum PB PASI Tigor M Tanjung ditemui di Jakarta, Selasa (25/6/2019), mengatakan, tim pelatih telah memantau sejumlah atlet pada Kejuaraan Antar Pemusatan Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) 2019 di Bangka, Maret. Hasilnya, terpilih sedikitnya 20 atlet potensial.
Sebagian atlet turun di nomor lari jarak pendek. Di dunia atletik, rekrutmen atlet muda umumnya memprioritaskan nomor lari jarak pendek sebagai dasar dari nomor lain. ”Jika atlet punya dasar lari jarak pendek yang baik, mereka mudah untuk diarahkan mengambil spesialisasi lari jarak pendek, menengah, jauh, nomor-nomor lompat dan loncat, hingga dasa lomba,” ujarnya.
Namun, para atlet itu belum direkrut dan akan tampil membela daerahnya pada Kejurnas Atletik dahulu. Hal itu untuk memastikan, mereka benar-benar pantas ditarik ke pelatnas. ”Saya berharap ada tambahan hingga 40 atlet muda yang ditarik ke pelatnas. Mereka akan mengikuti pelatnas dalam rentang waktu tertentu. Tim pelatih akan melihat grafiknya, juga memastikan mereka bisa permanen atau tidak di pelatnas,” kata Tigor.
Kejurnas Atletik 2019 akan diikuti oleh atlet remaja, yunior, hingga atlet pelatnas. Ajang itu sekaligus menjadi ajang promosi-degradasi bagi atlet-atlet yang ada di pelatnas. Atlet pelatnas yang performanya buruk berpeluang untuk dipulangkan, dan diganti atlet baru. ”Ini tantangan juga untuk atlet pelatnas agar tetap menunjukkan kemampuan terbaiknya,” tutur pelatih kepala sprint PB PASI Eni Nuraini.
Regenerasi
Menurut Eni, regenerasi adalah kebutuhan pokok dunia atletik. Selain memastikan roda pembinaan tidak terputus, hal itu juga untuk mewujudkan pemerataan prestasi. Di cabang lari jarak pendek atau sprint misalnya, PB PASI sangat bergantung dengan Lalu Muhammad Zohri di nomor lari 100 meter dan estafet 4x100 meter.
Ketergantungan itu tidak boleh terjadi karena bisa memicu kemunduran motivasi atlet lain. Zohri juga tidak bisa terus bertanding. Dia harus beristirahat atau berkonsentasi pada satu nomor tertentu saja. ”Saat ini contohnya, Zohri mengalami cedera ringan di lutut kiri, sehingga tidak bisa berpartisipasi di GP Asia 2019 di China awal Juni,” ujar Eni.
Eni mengantongi sedikitnya lima sprinter muda potensial, terdiri atas tiga pelari putra dan dua pelari putri. ”Saya mau lihat mereka di Kejurnas Atletik. Kalau performanya tetap baik, mereka akan dipanggil ke pelatnas,” ujarnya.
Belum merata
Sumber atlet muda potensial itu masih berasal dari daerah yang selama ini menjadi penghadil atlet, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara Barat. Sangat jarang atletatlet asal Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Adapun atlet dari Papua, justru sedang meredup.
Tigor menjelaskan, ada tiga faktor yang membuat sumber atlet atletik nasional masih dari daerah itu-itu saja. Pertama adalah faktor infrastruktur yang sangat mendukung proses pembinaan. Kedua kualitas pelatih yang sangat penting dalam pembinaan. Ketiga adalah minat dan bakat dari sumber daya manusia yang ada.
Untuk daerah Sumatera, mereka cenderung punya infrastruktur lebih baik tetapi tidak ada pelatih dan bibit atlet memadai. Adapun dari daerah Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, mereka belum memiliki infrastruktur dan pelatih memadai.
Adapun Jawa, mereka sudah punya infrastruktur, pelatih, dan bibit memadai. Sementara itu NTB punya pelatih dan bibit yang berkualitas. ”Infrastruktur memang penting, tetapi kualitas pelatih dan bibit adalah yang utama,” tegasnya.