Pemerintah Diminta Kendalikan Jumlah Bibit Ayam Broiler
Oleh
HARIS FIRDAUS
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS – Pemerintah diminta mengendalikan jumlah bibit ayam ras pedaging atau broiler untuk mengatasi anjloknya harga ayam hidup yang terjadi beberapa bulan terakhir. Kelebihan jumlah bibit itu dinilai sebagai biang keladi penurunan harga ayam broiler hidup yang membuat para peternak mengalami kerugian besar.
“Perlu pengaturan jumlah bibit yang dipelihara seluruh peternak di Indonesia,” ujar Ketua Asosiasi Peternak Ayam Yogyakarta (Apayo) Hari Wibowo di sela-selapembagian ayam gratis di sekitar kompleks Balaikota Yogyakarta, Rabu (26/6/2019) siang.
Aksi itu merupakan bentuk protes para peternak karena anjloknya harga ayam broiler hidup. Dalam kesempatan itu, para peternak anggota Apayo dan Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) membagikan sekitar 6.500 ekor ayam di empat lokasi berbeda di Yogyakarta. Pembagian ayam di dekat Balaikota Yogyakarta sempat diwarnai desak-desakan dan rebutan ayam oleh warga.
Hari menyatakan, sejak September 2018, para peternak di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengalami kerugian karena harga ayam broiler hidup di tingkat peternak kerap kali lebih rendah dibanding harga pokok produksi (HPP). Besaran HPP ayam di DIY sekitar Rp 18.700 per kilogram, tetapi harga ayam di tingkat peternak hanya Rp 7.000-Rp 8.000 per kg.
“Yang aneh, saat harga ayam di peternak hanya Rp 7.000-Rp 8.000 per kg. Padahal, harga daging ayam di pasar masih di atas Rp 30.000 per kg,” kata Hari. Kondisi itulah yang membuat para peternak memilih membagikan ayam secara gratis kepada masyarakat sebagai bentuk protes kepada pemerintah.
Hari mengatakan, untuk mengatasi anjloknya harga ayam, pemerintah harus melakukan perbaikan di bagian hulu. Salah satu langkahnya, mengendalikan jumlah bibit atau ayam umur sehari (day old chicken/DOC) yang kemudian dibesarkan para peternak. Sebab, kelebihan jumlah DOC dinilai sebagai penyebab utama penurunan harga ayam broiler hidup.
“Kami menunggu perbaikan dari pemerintah, terutama perbaikan di bagian hulu. Berapa jumlah bibit yang dibutuhkan, pemerintah yang tahu,” kata Hari.
Ketua Pinsar Jawa Tengah Parjuni mengatakan, berdasarkan kalkulasi yang dilakukannya, jumlah DOC yang dibutuhkan di Indonesia sekitar 55 juta-57 juta per minggu. Namun, saat ini, jumlah DOC diperkirakan mencapai 70 juta per minggu. Dengan adanya kelebihan DOC itu, jumlah ayam broiler hidup di tingkat peternak juga berlebih sehingga harganya kemudian anjlok.
“Makanya kami meminta pengurangan DOC sekitar 30 persen,” kata Parjuni.
Jumlah DOC yang dibutuhkan di Indonesia sekitar 55 juta-57 juta per minggu. Namun, saat ini, jumlah DOC diperkirakan mencapai 70 juta per minggu
Parjuni menuturkan, anjloknya harga ayam broiler hidup itu membuat para peternak ayam merugi. Dia menambahkan, saat ini, ada sejumlah peternakan ayam skala besar di Jateng yang tutup.
“Di Kabupaten Klaten, ada satu peternakan yang tutup dan di Solo ada tiga. Yang saya pantau ini adalah peternakan dengan populasi ayam sekitar 100.000 ekor,” ungkapnya.
Secara terpisah, Dekan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Ali Agus, juga meminta pemerintah mengurangi stok DOC guna menjaga keseimbangan antara permintaan dan penawaran daging ayam broiler. Namun, pengurangan stok DOC itu mesti dilakukan transparan, terukur, dan bisa dipertanggungjawabkan.
“Kalkulasi kebutuhan dan supply daging ayam broiler harus dilakukan cermat dan sungguh-sungguh,” kata Ali.
Ali menyatakan, ke depan, pemerintah juga bisa memerintahkan Badan Urusan Logistik (Bulog) membeli ayam broiler hidup dari peternak untuk menjaga kestabilan harga. Namun, langkah ini harus didahului pembuatan regulasi serta penyiapan kelembagaan. “Kita berharap Bulog bisa memainkan peran itu ke depan,” ujarnya.