Peraturan Impor Barang Konsumsi di Batam Kembali Direvisi
Badan Pengusahaan Batam kembali mengeluarkan peraturan baru terkait rencana pemangkasan insentif fiskal terhadap sejumlah jenis barang konsumsi. Selain minuman beralkohol dan rokok, barang konsumsi lain untuk sementara tetap mendapat insentif fiskal.
Oleh
PANDU WIYOGA
·2 menit baca
BATAM, KOMPAS — Badan Pengusahaan Batam kembali mengeluarkan peraturan baru terkait rencana pemangkasan insentif fiskal terhadap sejumlah jenis barang konsumsi. Selain minuman beralkohol dan rokok, barang konsumsi lain untuk sementara tetap mendapat insentif fiskal.
Peraturan Kepala (Perka) Badan Pengusahaan (BP) Batam Nomor 11 Tahun 2019 diberlakukan untuk merevisi Perka No 10/2019. Sebelumnya, Perka No 10/2019 dikeluhkan pelaku usaha karena memangkas daftar barang konsumsi yang mendapat insentif fiskal, dari 2.500 jenis menjadi hanya 998 jenis barang.
”Hal ini dilakukan untuk menjamin kelancaran investasi, ekspor, dan kebutuhan konsumsi masyarakat di kawasan perdagangan bebas (FTZ) Batam,” kata Kepala Subdirektorat Perindustrian Direktorat Lalu Lintas Barang BP Batam Krus Haryanto, Rabu (26/6/2019), di Gedung BP Batam, Kota Batam, Kepulauan Riau.
Dengan berlakunya Perka No 11/2019, BP Batam telah melakukan revisi peraturan sebanyak dua kali dalam waktu kurang dari sebulan. Padahal, Perka No 10/2019 yang mulai berlaku pada 14 Mei itu pada dasarnya merupakan revisi terhadap Perka No 8/2019.
Krus mengatakan, barang pelengkap dan penolong industri yang pengirimannya sempat terhambat di Singapura kini sudah mulai mengalir masuk ke Batam. Pelaku industri bisa kembali menggunakan jasa importir lain dengan tetap mendapat insentif fiskal terhadap barang pelengkap yang dipesan.
”Industri di Batam kebanyakan tidak mengimpor sendiri barang pelengkap yang dibutuhkan. Selama ini, mereka menggunakan jasa importir lain atau anak perusahaan untuk mendapatkan pasokan barang,” katanya.
Perka No 11/2019 itu hanya akan berlaku sementara untuk menunggu revisi terhadap definisi barang konsumsi di Peraturan Pemerintah (PP) No 10/2012. Jika regulasi di tingkat pusat rampung dilakukan, pemangkasan insentif fiskal akan dilakukan permanen di kawasan FTZ Batam.
Sebelumnya, Kepala BP Batam Edy Putra Irawady menyatakan, pemangkasan insentif fiskal itu akan tetap dilakukan karena merupakan rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hasil kajian KPK menunjukkan, insentif fiskal yang diterapkan di Batam selama ini terlalu luas dan berpotensi merugikan negara jika merembes ke luar FTZ (Kompas, 25/6/2019).
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Wilayah Batam Rafki Rasyid mengatakan, yang pertama kali akan terdampak pemangkasan insentif fiskal adalah industri penyangga, yang merupakan perusahaan dalam negeri. Selama ini, industri kecil itulah yang menyokong pasokan kebutuhan industri asing di Batam.
”Jangan sampai Batam menjadi tidak menarik di mata investor akibat regulasi yang berubah-ubah. Pemerintah harus segera menemukan cara untuk membangkitkan ekonomi Batam yang sekarang melambat,” ujar Rafki.