Akibat kekeringan, sebagian petani tembakau di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, terpaksa menggelontor lahan tembakau dengan ribuan liter air. Dua bulan terakhir hujan tidak turun di Temanggung.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
TEMANGGUNG, KOMPAS — Akibat kekeringan, sebagian petani tembakau di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, terpaksa menggelontor lahan tembakau dengan ribuan liter air. Dua bulan terakhir hujan tak turun di Temanggung.
Riyadi, petani di Desa Jragan, Kecamatan Tembarak, mengatakan, sebelum usia tiga bulan, tanaman tembakau tetap harus rutin tersiram air. Karena itu, dalam dua bulan terakhir, dia pun rutin menyirami lahan tembakau miliknya tiga kali dalam seminggu.
”Dalam satu kali penyiraman, lahan dan tanaman baru akan basah dan benar-benar tercukupi kebutuhan airnya setelah saya mengalirkan tidak kurang dari 5.000 liter air,” ujarnya, Rabu (26/6/2019).
Dalam satu kali penyiraman, lahan dan tanaman baru akan basah dan benar-benar tercukupi kebutuhan airnya setelah saya mengalirkan tidak kurang dari 5.000 liter air.
Riyadi memiliki 2.500 tanaman tembakau yang saat ini baru berusia satu bulan. Karena tidak ada sumber air di sekitar lahan, untuk mengairi tanamannya, Riyadi harus mengambil air dari sumber air di desanya di Desa Tlilir, Kecamatan Tlogomulyo.
Air tersebut ditampungnya dalam dua tangki dan dibawa ke lahan menggunakan mobil bak terbuka. Saat ditemui, dia tengah sibuk mengalirkan air dari dua tangki di mobilnya dengan menggunakan selang.
Riyadi mengatakan, upaya membawa dan mengalirkan air ini merupakan cara satu-satunya yang dapat dilakukan demi menjaga agar tanaman tembakau tetap hidup. Tanpa hal itu, tembakau pun bisa terancam mati dan gagal panen.
Jika Riyadi bisa mengambil air secara cuma-cuma, Wertu, salah seorang petani dari Desa Tlilir, Kecamatan Tlogomulyo, harus membeli air dari tempat pencucian mobil di Kecamatan Temanggung.
Untuk satu kali penyiraman, dia mengalirkan sekitar 1.000 liter air yang dibelinya dengan harga Rp 5.000. Penyiraman tersebut dilakukannya dua kali dalam seminggu.
Wertu mengatakan, dirinya sudah tiga kali membeli air dan menyiram tanaman. Namun, karena sebelumnya sudah telanjur kekeringan dan kekurangan air, pertumbuhan tanaman tembakau saat ini pun kini kurang optimal.
”Jika biasanya tanaman tembakau umur dua bulan sudah mencapai tinggi sekitar 30-40 sentimeter, tanaman saya baru mencapai sekitar 5-10 sentimeter karena kekurangan air,” ujarnya. Menurut dia, tanah yang kering dan kurang air menyebabkan semua obat dan pupuk tidak terserap optimal dalam tanah dan tanaman.
Di Kabupaten Magelang, petani tembakau pun harus berusaha keras demi mendapatkan air. Rozi (48), salah seorang petani di Desa Deyangan, Kecamatan Mertoyudan, mengatakan, agar dapat mengairi lahan pertaniannya, pada musim kemarau tahun ini dirinya harus merekrut empat orang yang khusus bertugas mengalirkan air dari sumber air ke lahan pertanian. Untuk setiap satu hektar lahan, dia harus mengeluarkan biaya untuk membayar empat tenaga tersebut sekitar Rp 500.000 per hari.
Sebagian besar sawah di Desa Deyangan, termasuk lahan sawah yang disewa oleh Rozi, adalah sawah tadah hujan. Setiap musim kemarau banyak petani kemudian harus mengalirkan air dari sumber air yang berjarak sekitar 2 kilometer dari lahan. Upaya tersebut tidaklah mudah karena di sepanjang perjalanan, aliran air sering kali diserobot oleh banyak petani lainnya.