Saat mengetahui kisah Saidin yang tengah berjuang melawan sakit, sejumlah seniman dan jurnalis Jambi yang tergabung dalam Galang Komunitas segera berkumpul dan berembuk. Mereka lantas menggelar Malam Penggalangan Dana di Taman Budaya Jambi, Selasa (25/6/2019) malam. Seluruh donasi dan hasil lelang lukisan malam itu diserahkan untuk pengobatan Saidin, pelestari kesenian tradisional Jambi.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
Saidin (55) tak kuasa menahan tangis. Bulan lalu ia hampir putus asa menahan sakit tumor yang kian ganas dideritanya. Kini, hatinya terbasuh haru. Berbagai bantuan mengalir untuknya.
“Paman menangis terharu saat mendengar acara penggalangan dana ini digelar,” ujar Hendri, pihak keluarga yang hadir dalam acara Malam Penggalangan Dana “Bantu Pak Saidin” di Taman Budaya Jambi, Selasa (26/6/2019) malam. Acara itu diinisiasi sejumlah seniman dan jurnalis Jambi yang tergabung dalam Galang Komunitas.
Menurut Hendri, kondisi Saidin semakin lemah akibat digerogoti tumor ganas itu. Hanya dalam enam bulan, tumor seukuran kelereng di leher membesar hingga lebih dari bola tenis. Tubuhnya kini bak tulang berbalut kulit. Namun, ia belum mampu membiayai pengobatan.
Saat mendengar kisah Saidin yang tengah berjuang melawan sakit, komunitas itu langsung berkumpul menyusun rencana cepat guna merangkul para pihak lewat acara penggalangan dana.
Solidaritas itu akhirnya meringankan beban hati dan penderitaan Saidin. "Walaupun kondisi paman lemah, namun kini makin semangat untuk bertahan hidup dan berkarya,” tutur Hendri.
Ratusan warga Jambi hadir untuk memberi dukungan dan donasi. Selain donasi uang, ada pula sejumlah lukisan dari kalangan seniman yang dilelang. Lukisan itu disumbangkan perupa Sumardi, Djafar Rasuh, Fauzi dan Wan Azhar. Hasil lelang juga diserahkan untuk Saidin.
Sejumlah sanggar seni menyumbangkan pertunjukan. Mereka terdiri atas seniman Zikir Beredah dan Tari Topeng dari Muaro Jambi. Ada pula Teater Alif dan Teater Kerlip yang membawakan musikalisasi puisi. Jurnalis Hendry Noesa dan Kepala Taman Budaya Jambi Didin Sirojudin membaca puisi.
Pegiat kopi dari Etalase Coffee turut menyumbangkan kopi dan seduhan gratis. Tak satu pun pengisi acara, termasuk pembawa acara Mutia, presenter dari TVRI Jambi, dan Hudori, jurnalis RRI Jambi, meminta honor. Mereka justru ikut berdonasi.
"Solidaritas ini melampaui batas wilayah dan latar belakang. Saat mendengar kisah pak Saidin, semua orang merasa terpanggil untuk turut membantu pengobatannya,” kata Didin.
Para donatur hadir dari berbagai latar belakang, mulai dari pejabat daerah, partai politik, pengusaha, akademisi, pegiat seni dan budaya, hingga mahasiswa.
Tak hanya di Jambi, penggalangan dana juga berlangsung di Medan dan Pekan Baru. “Kami turut prihatin mendengar kisah Pak Saidin. Kami menggelar teater keliling untuk menggalang dana bagi beliau,” kata Agus Susilo, seniman asal Medan.
Sejak kisah tentang Saidin diketahui publik, aksi solidaritas mengalir deras. Lewat dompet peduli di laman kitabisa.com, penggalangan dana telah mencapai Rp 100 juta sejak dibuka awal pekan lalu.
Bupati Muaro Jambi, Masnah Busro, pun datang khusus menjenguk Saidin, Jumat pekan lalu. Masnah berjanji mengurus pengobatan Saidin. Hingga Selasa malam, pengobatan yang dijanjikan belum terlaksana.
Generasi ketiga
Saidin merupakan generasi ketiga penerus teater komedi melayu Dul Muluk, kesenian syalawat Zikir Beredah maupun tradisi magis Lukah Gilo.
Kakeknya merupakan pelakon Dul Muluk, sedangkan ayahnya penabuh rebana siam dan gendang. Saidin mahir sebagai pelakon dalam teater Dul Muluk maupun Zikir Beredah dan Lukah Gilo. Ia pun lihai memainkan seluruh alat musik tradisional di desa itu. Hampir setiap pekan ia berpentas di berbagai acara kesenian.
Sewaktu Kompas berkunjung menjenguknya, awal Juni lalu, dalam kondisi lemah Saidin tetap bersemangat menyambut. Demi menghibur tamu, ia bahkan menguatkan diri bangun untuk memainkan biola. Istrinya, Juliati, mengiringi dengan tabuhan gendang. Mereka membawakan lagu "Merajut Surang" dan "Batanghari".
Kesenian tradisi sempat mati suri tergempur dominasi hiburan modern. Baru menjelang tahun 2000, para punggawa kesenian lokal menyadari kondisi itu. Saidin dan para seniman pun berusaha membangkitkan kembali batang yang terendam. Namun, baru mereka sadari alat-alat musik tradisional hampir tidak ada yang tersisa. Seiring meredupnya kesenian lokal, terbengkalai pula alat musiknya. Bahkan, pembuatnya pun sudah tidak ada lagi.
Maka, demi menyelamatkan kesenian lokal itulah, Saidin berusaha membuat sendiri alat-alat musiknya. Ia kini menjadi satu-satunya seniman sekaligus pembuat alat musik tradisional yang tersisa di desa.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi, Ujang Hariadi, melihat ketekunan Saidin dan semangatnya melestarikan kesenian tradisi di desa sebagai upaya yang patut didukung. Saat ini, tinggal segelintir orang yang rela bertahan merawat kesenian tradisi. Padahal, kesenian tradisi itu merupakan aset yang menunjang pariwisata daerah.