KPK Kirimi Surat Panggilan Sjamsul dan Itjih ke Singapura dan Indonesia
Oleh
Riana A Ibrahim
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemegang saham BDNI, Sjamsul Nursalim, dan istrinya, Itjih Nursalim, dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menjalani pemeriksaan pasca-ditetapkan tersangka dalam perkara korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI pada 10 Juni 2019. Pemeriksaan dijadwalkan dilakukan pada Jumat (28/6/2019) ini di Gedung KPK Jakarta.
Surat panggilan untuk dua tersangka tersebut telah dikirimkan ke lima alamat di Indonesia dan Singapura. Di Indonesia, KPK mengirimkan surat panggilan pemeriksaan ke rumah para tersangka di Simprug, Grogol Selatan, Jakarta Selatan, sejak Kamis, 20 Juni 2019,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Kamis (27/6/2019).
Di Singapura, KPK mengirimkan surat panggilan pemeriksaan melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia, ke empat alamat, yaitu 20 Cluny Road, Giti Tire Plt. Ltd. (Head Office) 150 Beach Road, Gateway West, 9 Oxley Rise, The Oaxley, dan 18C Chatsworth Rd. Surat telah diantarkan sejak 21 Juni 2019.
Selain mengantarkan surat panggilan pemeriksaan tersebut, KPK juga meminta Kedutaan Besar Republik Indonesia mengumumkannya di papan pengumuman kantor KBRI Singapura. KPK juga meminta bantuan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), Singapura, terkait dengan upaya pemanggilan Sjamsul dan Itjih ini.
Sjamsul dan Itjih ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara BLBI setelah KPK merampungkan berkas perkara milik mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung. Dalam putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 2018, Syafruddin terbukti melakukan kejahatan bersama dengan Sjamsul dan Itjih.
Sjamsul dan Itjih juga pernah dipanggil KPK untuk memberikan kesaksian untuk Syafruddin. Akan tetapi, keduanya tak pernah memenuhi panggilan itu. Saat penyelidikan pengembangan perkara BLBI dilakukan, keduanya juga berulang kali dipanggil, tetapi iktikad baik untuk memberikan penjelasan tak pernah ditanggapi.
Sjamsul dan Itjih diduga melakukan misrepresentasi terkait dengan piutang petani petambak sebesar Rp 4,8 triliun. Misrepresentasi tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 4,58 triliun. Kerugian muncul saat dilakukan financial due diligence (FDD) dan legal due diligence (LDD) disimpulkan bahwa aset tersebut tergolong macet dan hanya memiliki hak tagih sebesar Rp 220 miliar.
Kendati demikian, kuasa hukum Sjamsul, yakni Maqdir Ismail, masih berpendapat Sjamsul tidak dapat diminta pertanggungjawabannya secara pidana. Sebab, pemerintah telah menerbitkan master settlement and acquisition agreement (MSAA) yang di dalamnya Sjamsul dijamin tidak akan dituntut secara pidana ataupun perdata.
Bahkan, Sjamsul melalui kuasa hukumnya mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Tangerang melawan auditor BPK, I Nyoman Wara, yang melakukan audit investigatif 2017 dan menjadi salah satu pertimbangan dalam perkara Syafruddin.
Sidang perdana yang sedianya digelar pada 12 Juni 2019 ditunda karena pihak Sjamsul tak hadir. Lewat Sistem Informasi Penelusuran Perkara PN Tangerang, sidang selanjutnya digelar pada 10 Juli 2019.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.