JAKARTA, KOMPAS — Revisi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 51 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru yang menambah kuota jalur prestasi dinilai tidak sesuai dengan tujuan penerapan zonasi untuk pemerataan pendidikan. Unjuk rasa dan protes di beberapa daerah dinilai karena ketidakpuasan orangtua tidak bisa memasukkan anak ke sekolah negeri yang mereka inginkan dengan alasan sekolah favorit.
Pemikiran ini tidak menunjukkan empati maupun kepedulian terhadap pemerataan mutu pendidikan. "Zonasi pun hanya diprotes di beberapa daerah, tidak secara nasional. Tidak perlu mengubah kebijakan yang bersifat nasional," tutur Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) M Ramli Rahim kepada Kompas akhir pekan lalu.
Dihubungi terpisah, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, penambahan kuota jalur prestasi memberi kelonggaran daerah-daerah yang mengalami masalah geografis seperti jarak rumah ke sekolah jauh. Angka 15 persen maksimal dinilai masih bisa dikendalikan asal diawasi ketat agar tidak disalahgunakan.
Tanggung jawab pemda
Menurut Ramli, menjadi tanggung jawab pemerintah daerah untuk menggiatkan sosialisasi penyadaran keadilan pendidikan dan memastikan semua sekolah bermutu dengan memberi bantuan serta pelatihan guru.
Berdasarkan catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), keluhan paling banyak terkait penerimaan peserta didik baru (PPDB) berbasis zonasi adalah minimnya sosialisasi. Keluhan paling banyak lainnya, kata anggota KPAI Retno Listyarti, adalah tidak paham dengan teknis PPDB yang diterapkan.
Peneliti Pendidikan pada Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Anggi Afriansyah mengatakan, mekanisme sosialisasi aturan PPDB berbasis zonasi harus lebih gencar baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. Pemanfaatan beragam jejaring perlu dilakukan lebih intensif agar PPDB tidak jadi masalah tahunan.
Mekanisme sosialisasi aturan PPDB berbasis zonasi harus lebih gencar baik oleh pemerintah pusat maupun daerah.
Belum dipahami
Sosialisasi mengenai zonasi belum sepenuhnya dipahami oleh orangtua. Di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi masih ditemukan orangtua yang mengharapkan hasil ujian nasional menjadi tolak ukur penerimaan. Adanya revisi Peraturan Menteri Pendidikan 51/2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru menjadi acuan.
"Di sekitar rumah saya tidak ada sekolah negeri. Saya masih mengutamakan memasukkan anak ke SMP negeri daripada ke swasta," kata Siti Romlah di sela-sela menunggu nomor antrean dipanggil untuk pendaftaran PPDB di SMPN 2 Tangerang Selatan, Senin (24/6/2019).
Ia mengungkapkan, SMP-SMP negeri terdekat jaraknya 3 kilometer dari rumah. Ia khawatir anaknya tidak berkesempatan diterima di SMPN 2 Tangsel atau pun SMP negeri lainnya karena Tangsel menerapkan sistem radius. Artinya, PPDB mengutamakan anak-anak yang rumahnya semakin dekat dengan sekolah.
"Saya memahami PPDB untuk keadilan bagi semua anak dan setuju sekolah memiliki siswa heterogen dari berbagai latar belakang. Tapi, untuk anak yang rumahnya jauh dari sekolah negeri mana pun harus dipikirkan juga, apalagi jika anaknya memiliki nilai rapor yang baik," tuturnya.
Siti mengutarakan akan mendaftarkan anaknya ke SMP swasta apabila tidak diterima di sekolah negeri. Berdasarkan data Dinas Pendidikan Tangsel, dari 167 SMP swasta, 90 persen sudah terakreditasi A dan sisanya B. Namun, Siti bersikeras mencoba SMP negeri dulu karena selain gratis dipercaya lebih baik daripada swasta. "Namanya sekolah negeri sudah turun-temurun dikenal," ujarnya.
Sementara itu, bagi Ade Darmawan, sekolah negeri adalah pilihan satu-satunya. Ia merasa cukup percaya diri putranya akan diterima di SMPN 2 Tangsel karena rumahnya berjarak 200 meter dari sekolah. Di samping itu, sudah tradisi bagi Ade dan saudara-saudaranya bersekolah di sana sehingga ia ingin menurunkannya kepada anaknya. "Kalau masuk ke swasta rasanya sayang saja. Sudah bayar, jaraknya bisa saja jauh," ucapnya.
Berharap pada prestasi
Panitia PPDB SMPN 3 Tangsel Indah Puji Rahayu menjelaskan, sekolahnya menerapkan Permendikbud 51/2018 yang sudah direvisi. Apabila aturan lama menyatakan kuota PPDB zonasi adalah 90 persen, kini jatah zonasi adalah minimal 80 persen. Pendaftaran untuk zonasi di Tangsel akan berakhir di tanggal 26 Juni dan diumumkan pada 29 Juni.
Setelah itu, ada pendaftaran untuk jalur prestasi sebanyak maksimal 15 persen. Definisi prestasi kini lebih luas. Dulu jalur prestasi hanya untuk mereka yang memenangi lomba-lomba akademik, seni, dan olahraga secara berjenjang dari kecamatan hingga provinsi, kalau bisa nasional. Aturan yang telah direvisi memungkinkan anal-anak dengan nilai rapor dan Ujian Nasional bagus mendaftar di jalur ini.
"Tampaknya, orangtua akan berbondong-bondong mencoba lagi di jalur prestasi kalau anaknya tidak tembus di kuota zonasi," kata Indah.
Adapun di Jakarta menerapkan sistem zona, bukan radius. Kepala Sekolah SMAN 24 Jakarta Nestaria Rumahorbo menjelaskan, sekolah mencakup zona Kebayoran Lama, Tanah Abang, Grogol Petamburan, dan Palmerah. Jarak rumah ke sekolah tidak diperhitungkan. Apabila jumlah kursi terbatas, sekolah akan menyeleksi pendaftar dengan mengurutkan nilai rata-rata Ujian Nasional.