Politik Bocah
Meski pemilu presiden sudah berakhir saat KPU mengumumkan pemenangnya pada 21 Mei 2019, pilpres masih berlarut dengan gugatan ke Mahkamah Konstitusi yang hari-hari ini kita tunggu hasilnya.
Namun, di luar persidangan—lambat tapi pasti—mulai terjadi arus balik dukungan partai-partai politik, dari yang berseberangan menjadi teman. Sudah bisa ditebak, bakal terjadi perubahan peta dan konstelasi politik pasca-pengumuman KPU apalagi MK.
Satu-dua partai pendukung mulai ancang-ancang pindah gerbong. Sikap yang dilihat dari kacamata politik realistis dalam membaca situasi dan kondisi. Para elite politik pun bermanuver. Sah dan halal ketika gerbong pindah rangkaian, penumpang pun ikut pindah.
Pragmatisme politik dalam Pilpres 2019 semakin memperlihatkan sosoknya. Pindah gerbong, ganti rangkaian, menjadi tradisi politik yang secara etika dan moral sesungguhnya kurang elok. Elite yang tadinya mencerca dan menyerang habis-habisan lawan, bahkan memfitnah pun tega, tiba-tiba merajuk mengajak berteman. Mengingatkan perilaku bocah sehabis berantam.
Ini sebuah pelajaran etiket dan moral yang sangat berharga buat kaum muda. Politik santun harus dikedepankan, walaupun berbeda dan berseberangan. Adu program, adu gagasan dan kecerdasan, harus menjadi pilihan terbaik di dalam berkontestasi, tanpa harus nyinyir, menghina, mencerca, hingga memfitnah.
Kepentingan adalah teman abadi dalam politik, tetapi etiket dan moral harus jadi pijakan karena bagaimanapun rakyat bakal melihat dan menilai, mana elite politik yang negarawan dan mana yang picisan.
Budi Sartono Soetiardjo Graha Bukit Raya, Cilame, Kabupaten Bandung Barat
Tanggal Lahir Rendra
Ada kalimat yang cukup mengganggu pada rubrik Arsip yang berjudul ”Rendra: Disertasi dan Dipenjara” (Kompas, 7/6/2019). Pada alinea ketiga disebutkan, ”Sastrawan kelahiran Solo, Jawa Tengah, pada 24 Juni 1943, itu mendapat sejumlah undangan tampil....”
Setahu saya, Rendra dilahirkan pada 7 November 1935. Itu yang tertulis dalam buku Bakdi Soemanto, Rendra: Karya dan Dunianya (Grasindo, 2003, halaman 26), dan buku Dwi Klik Santosa (ed.), 70 Tahun Rendra: Hadir dan Mengalir (Burungmerak Press, 2005, halaman 250).
PAMUSUK ENESTE Jl Mertilang, Bintaro Jaya, Tangerang Selatan 15229
Catatan Redaksi:
Terima kasih atas koreksi yang disampaikan.
Tidak Konsisten
Sabtu (7/6/2019), kami membeli tiket Garuda dengan menukar poin Garuda Miles, kode booking: WSORQN.
Saat pemesanan melalui Pusat Layanan Garuda +62 21 23519999, diinformasikan total poin yang dibutuhkan adalah 28.600. Namun, ketika kami akan membeli melalui gerai Garuda di Senayan City Jakarta, Poin yang harus kami bayarkan menjadi 46.800. Alasannya, itu jadwal penerbangan super peak season.
Kami sampaikan keberatan mengapa total poin berbeda dengan saat pemesanan, petugas hanya berulang kali minta maaf, tetapi saya tetap harus membayar 46.800 poin. Ketika saya minta berbicara dengan atasannya, dijawab para manajer sedang libur.
Aneh sekali, saat kesibukan meningkat, manajer pusat layanan malah libur. Dibandingkan dengan layanan perusahaan swasta lain, Garuda tertinggal jauh. Di beberapa pusat perbelanjaan, misalnya, jika terdapat perbedaan harga antara apa yang dilihat oleh calon pembeli dan daftar harga di mesin kasir, penjual akan memberikan harga yang menguntungkan pelanggan. Ini karena hal itu menjadi risiko penjual untuk memastikan transparansi harga.
Aprianton Simatupang Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat