Terima Apa Pun Putusan MK
Sikap atas putusan MK dalam perkara perselisihan hasil pilpres jadi bagian penting dalam demokrasi. Semua pihak menyatakan siap menerima putusan itu.
JAKARTA, KOMPAS Putusan Mahkamah Konstitusi yang dibacakan Kamis (27/6/2019) ini, terkait perkara perselisihan hasil pemilihan umum, mesti diterima dan dilaksanakan oleh semua pihak. Selain karena putusan itu bersifat final dan mengikat, MK juga telah menjalankan persidangan perkara tersebut secara terbuka. Ini membuat kredibilitas hakim konstitusi yang akan memutus perkara itu juga dipercaya masyarakat.
Berdasarkan hasil jajak pendapat Litbang Kompas, 19-20 Juni lalu, terhadap 539 responden di 17 kota besar Indonesia, sebanyak 70,5 persen responden meyakini para hakim MK akan mengedepankan independensi mereka dalam memutuskan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden.
Keyakinan terhadap integritas dan independensi hakim MK ini tak hanya muncul dari kelompok masyarakat yang konsisten mengikuti pemberitaan sidang melalui media massa. Lebih dari 75 persen responden yang hanya sesekali mengikuti persidangan lewat media massa dan 57 persen responden lain yang tidak pernah mengikuti pemberitaan persidangan juga yakin bahwa para hakim akan bersikap netral dan independen.
Terkait dengan pembacaan putusan hari ini, semua pihak yang beperkara telah menyatakan siap menerima putusan MK. Mereka adalah pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebagai pemohon, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai termohon, serta Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin sebagai pihak terkait dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai salah satu penyelenggara pemilu. KPU bahkan telah menyiapkan sejumlah langkah untuk menindaklanjuti apa pun isi putusan MK pada hari ini.
Tak perlu khawatir
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, kemarin, meminta masyarakat tidak khawatir dengan berbagai kemungkinan yang mungkin terjadi terkait sidang MK pada hari ini. Aparat telah siap menjaga Jakarta.
Wiranto juga menegaskan, kedua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden telah berkomitmen tidak akan mengerahkan pendukungnya ke MK. ”Kalau sekarang ada demo, saya bertanya dari kelompok mana dan apa yang diperjuangkan?” tanyanya.
Jika hari ini ada unjuk rasa dan memicu kericuhan, Wiranto menyatakan, pemerintah dan aparat keamanan akan mencari serta menangkap dalangnya. ”Tidak mungkin rakyat tanpa dikoordinasi lalu berdemo. Jadi, pasti ada yang menggerakkan. Ada yang menghasut, bahkan membiayai, pasti ketemu nanti saya cari,” ujarnya.
Di tempat terpisah, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyampaikan, ada 2.500 hingga 3.000 orang yang akan berunjuk rasa selama sidang MK pada hari ini. Jumlah itu, menurut Moeldoko, masih dapat ditangani oleh aparat keamanan.
Dia pun mengungkapkan, tidak tertutup kemungkinan unjuk rasa akan kembali ditunggangi perusuh dan kelompok teroris. Ia menyebut ada lebih kurang 30 orang yang diduga sebagai perusuh dan bagian dari kelompok teroris yang masuk ke Jakarta. ”Kami sudah melihat (potensi) itu dan mengenali mereka. Kalau terjadi sesuatu tinggal diambil,” ujarnya.
Moeldoko mengatakan, ada kelompok yang tidak suka dengan proses rekonsiliasi di antara kedua kubu capres yang kini sudah berjalan. Kelompok itu yang lalu menempuh cara jalanan untuk membuat onar.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo mengatakan, Polri tidak menutup hak masyarakat untuk mengemukakan pendapat di muka umum selama sidang putusan PHPU presiden.
Namun, masyarakat harus mematuhi Pasal 6 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. ”Di depan MK dan titik-titik yang dapat mengganggu proses sidang MK tidak boleh (aksi massa). Artinya, proses yang ada di MK dan di sekitar MK harus bebas dari kerumunan massa,” ujar Dedi.
Tiga kemungkinan
KPU bersiap dengan tiga kemungkinan putusan sengketa perselisihan Pilpres 2019 yang akan dibacakan hari ini. Tiga kemungkinan itu adalah permohonan ditolak, semua permohonan dikabulkan, atau sebagian permohonan dikabulkan.
Kuasa hukum KPU, Ali Nurdin, mengatakan, jika MK menolak permohonan pemohon, KPU akan menindaklanjuti dengan menetapkan calon terpilih. Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2017, penetapan presiden dan wakil presiden terpilih dilaksanakan paling lama tiga hari kalender setelah putusan MK dibacakan.
Jika permohonan dikabulkan, lanjut Ali, itu yang juga akan ditetapkan KPU. Selanjutnya, jika permohonan dikabulkan sebagian, mungkin saja akan dilakukan pemungutan suara ulang. Menurut Ali, MK biasanya memberikan waktu 15-20 hari untuk melaksanakan hal tersebut.
”Pada pokoknya, kami menyerahkan sepenuhnya kepada mahkamah. Apa pun pilihan mahkamah, itulah yang akan kami laksanakan,” ujar Ali.
Komisioner Bawaslu, Fritz Edward Siregar, saat dihubungi pada hari yang sama, mengatakan, Bawaslu siap melaksanakan putusan MK. Kuasa hukum Jokowi-Amin, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan, apa pun putusan MK, harus diterima dengan jiwa besar oleh para pihak.
Anggota tim kuasa hukum Prabowo-Sandi, Luthfi Yazid, mengatakan, MK harus menegakkan kebenaran dan keadilan secara utuh. ”Sikap terhadap putusan MK ini jadi bagian dari proses pendewasaan kita sebagai warga bangsa,” kata Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri MK Fajar Laksono.(AGE/DVD/SAN/WAD/HLN/INK/DVD/IGA/BIM/REK)