Belanja Modal Berdaya Ungkit
JAKARTA, KOMPAS
Alokasi belanja modal mesti ditingkatkan karena daya ungkitnya terhadap perekonomian tinggi. Di sisi lain, belanja barang mesti dikurasi karena tidak semua anggaran digunakan untuk kegiatan produktif.
“Daya ungkit belanja barang kecil karena banyak digunakan untuk keperluan alat tulis kantor dan perawatan gedung. Belum lagi keperluan pejabat negara,” kata Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah di Jakarta, Kamis (27/6/2019).
Menurut dia, belanja modal yang pertumbuhannya tidak signifikan tidak menjadi masalah, selama ada pembiayaan lain di luar APBN. Ia mencontohkan, pembiayaan infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) atau swasta.
Belanja modal seperti investasi bagi pemerintah. Selain membangun infrastruktur, belanja modal bisa digunakan untuk membeli sejumlah aset kendati porsinya tidak signifikan. Idealnya, belanja modal setiap negara tinggi untuk menopang pertumbuhan ekonomi.
Dalam pembahasan pendahuluan Rancangan APBN 2020 di Badan Anggaran DPR, Kamis, belanja modal disorot. Pemerintah diminta meningkatkan belanja modal, sedangkan belanja barang yang tidak produktif diturunkan.
Belanja modal rata-rata tumbuh 4,1 persen per tahun pada 2014-2019. Pertumbuhan belanja modal paling rendah dibandingkan dengan belanja lain, seperti belanja barang yang mencapai 14,3 persen dan belanja pegawai 9,5 persen.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan, belanja modal dalam enam tahun terakhir tumbuh fluktuatif. Alokasi belanja modal tertinggi Rp 215,4 triliun pada 2015, sedangkan terendah Rp 147,3 triliun pada 2016. Dalam APBN 2019, pagu belanja modal Rp 189,3 triliun.
”Belanja modal bukan susah ditingkatkan. Namun, setelah naik signifikan pada 2015, untuk mempertahankan kenaikannya sangat bergantung pada kapasitas fiskal,” kata Askolani.
Kebutuhan lain
Menurut Askolani, peningkatan belanja modal harus mempertimbangkan kebutuhan belanja lain, seperti belanja pegawai dan subsidi. Alokasi belanja modal pada 2015 bisa naik signifikan karena belanja subsidi dipangkas. Di sisi lain, pemerintah juga menyesuaikan dengan pertumbuhan penerimaan negara.
Selain itu, lanjut Askolani, belanja modal tidak tumbuh signifikan karena penyaluran anggaran lebih lambat. Beberapa proyek infrastruktur dibangun secara bertahap sehingga pembiayaan berlangsung lebih dari satu tahun.
Meski demikian, tambah Askolani, belanja modal bukan satu-satunya pos anggaran untuk pembangunan infrastruktur. Pemerintah menggulirkan anggaran infrastruktur melalui transfer ke daerah dan dana desa, penyertaan modal negara, dan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN).
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, Kementerian Keuangan akan merealokasi anggaran belanja barang ke belanja modal dalam APBN 2020. Realokasi anggaran akan dilakukan secara hati-hati tanpa mengesampingkan program prioritas.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, alokasi anggaran belanja barang meningkat dari Rp 259,7 triliun pada 2015 menjadi Rp 344,6 triliun pada 2019. Mayoritas belanja barang digunakan untuk keperluan operasional kementerian dan lembaga, serta sebagian untuk belanja bantuan sosial. (KRN)