Rekonsiliasi di antara pihak-pihak yang berkontestasi pada Pemilu 2019 kini mendesak diwujudkan. Jokowi dan Prabowo diyakini punya kapasitas untuk mewujudkan hal itu.
Mahkamah Konstitusi, dalam persidangan pada Kamis (27/6/2019), menyatakan menolak permohonan pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden. Proses terdekat selanjutnya setelah putusan itu adalah penetapan pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden 2019-2024 oleh Komisi Pemilihan Umum.
Selain dua agenda di atas, hal yang kini juga mendesak dilakukan adalah membuka sumbatan-sumbatan komunikasi politik yang terbentuk akibat kontestasi politik pada pemilu lalu. Rekonsiliasi di antara pihak-pihak yang terlibat dalam pemilu lalu jadi kebutuhan.
Ernesto Verdeja dalam buku berjudul Unchopping a Tree: Reconciliation in the Aftermath of Political Violence, terbit pada 2009, menulis tentang rekonsiliasi yang mengacu pada kondisi saling menghormati di antara mantan-mantan musuh. Hal itu dapat dicapai jika identitas-identitas yang ada saat konflik tidak lagi beroperasi sebagai unsur perpecahan.
Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, rekonsiliasi diartikan sebagai perbuatan memulihkan hubungan persahabatan pada keadaan semula, atau menyelesaikan perbedaan.
Pembahasan mengenai rekonsiliasi itu muncul pada acara bincang Satu Meja The Forum dengan tema ”Jelang Putusan MK” yang disiarkan pada Rabu (26/6/2019) malam di Kompas TV. Hadir sebagai pembicara dalam acara yang dipandu Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo itu Luhut Pangaribuan (kuasa hukum Joko Widodo-Ma’ruf Amin), Arsul Sani (Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional/TKN Jokowi-Amin), Dahnil Anzar Simanjuntak (Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional/BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno), Iwan Satriawan (kuasa hukum Prabowo-Sandi), M Qodari (Direktur Eksekutif Indo Barometer), dan Feri Amsari (pengajar hukum Universitas Andalas).
Selain mengenai rekonsiliasi, dalam acara itu juga dibahas hal lain, seperti dalil-dalil yang diajukan pemohon dalam PHPU Presiden 2019 di MK.
Dibangun
Proses hukum di MK, disebut Qodari, sebagai panggung depan yang berusaha direbut dengan cara beradab. Namun, persiapan menuju rekonsiliasi juga dibangun.
Rekonsiliasi ini dimaksudkan agar terjadi di semua tingkatan, baik di tingkat elite politik maupun masyarakat. Hal ini dibutuhkan karena ada keterbelahan masyarakat akibat kontestasi pemilu.
Namun, Dahnil mengatakan, dirinya termasuk pihak yang tidak nyaman menggunakan kata rekonsiliasi dalam konteks kontestasi politik. Hal itu menyusul politik yang dimaknainya sebagai seni untuk memperjuangkan gagasan dan ide di pasar politik. Gagasan yang akhirnya ”dibeli” dalam pasar politik adalah yang kemudian jadi pemenang.
Menurut Arsul, selain kontestasi antara dua kubu di ruang sidang, sesungguhnya silaturahmi dan komunikasi nonhukum tetap berjalan, dan hal itulah yang kemungkinan melahirkan terminologi rekonsiliasi. ”Meskipun barangkali bisa jadi terminologi (rekonsiliasi) ini tak tepat,” kata Arsul.
Meski demikian, menurut Arsul, hal tersebut menggambarkan semangat di kedua kubu untuk meneguhkan sikap menghormati putusan MK. Setelahnya, diharapkan ada persatuan kembali yang bersama-sama dapat diwujudkan.
Upaya untuk menyatukan dua kubu dan merajut lagi keterbelahan sosial di tengah masyarakat bukan hal mustahil.
Qodari menilai, episode pertemanan antara Prabowo dan Jokowi lebih banyak dibandingkan dengan episode bermusuhan atau kompetisi. Selama lima tahun masa kekuasaan, Qodari menilai, masa kompetisi itu hanya selama sekitar setahun dan sisanya lebih cenderung berkawan.
Hal serupa disebutkan Feri. Ia percaya, Jokowi dan Prabowo sama-sama memiliki kapasitas sebagai negarawan untuk menyelesaikan seluruh dinamika yang terjadi selama ini. Menurut dia, yang bermasalah adalah para penunggang gelap yang memakai emosi massa untuk meyakinkan kubu tertentu.
Ia menambahkan, jika setelah putusan MK Jokowi dan Prabowo belum dapat segera bertemu, pertemuan itu bisa diwakili para anggota TKN Jokowi-Amin dan BPN Prabowo-Sandi.