International Finance Corporation (IFC) meningkatkan investasinya di Indonesia hingga tiga kali lipat untuk sektor swasta. Investasi anggota Grup Bank Dunia yang selama ini 300 juta dollar AS per tahun di Indonesia, kini ditingkatkan menjadi 1 miliar dollar AS. IFC menilai, kegiatan ekonomi yang dilakukan sektor swasta terus meningkat sehingga menopang pertumbuhan ekonomi.
"Selama 10 tahun terakhir, investasi kami hanya 300 juta dollar per tahun. Kini, karena pertumbuhan yang sangat bagus, kami meningkatkan investasi menjadi 1 miliar dollar AS," kata Senior Country Officer IFC Indonesia Jack Sidik di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (27/6/2019).
Pernyataan ini disampaikan di sela-sela paparan hasil penelitian IFC mengenai Keanekaragaman Gender Dewan Perusahaan di ASEAN. Penelitian dilakukan bekerja sama dengan Kelompok Kerja Pemberdayaan Perempuan dan Bursa Efek Indonesia.
Menurut Sidik, peningkatan ekonomi di Indonesia telah membuat IFC memutuskan untuk berinvestasi 3,6 miliar dollar AS selama tiga tahun mendatang atau 1 miliar dollar AS setiap tahun. Akan tetapi, untuk lebih mengakselerasi investasi itu, IFC berharap Indonesia terus melakukan reformasi, terutama di bidang infrastruktur.
"Kami berharap lebih banyak kesempatan dibuka bagi sektor swasta untuk berpartisipasi dalam pembangunan itu. Dengan demikian, lebih banyak kesempatan bagi kami untuk membantu pembangunan di Indonesia," jelas Sidik.
Dia menjelaskan, sekitar 80 persen dari investasi yang dikucurkan sejak Juli 2018 hingga Juni 2019 ditujukan untuk infrastruktur dan keuangan. Adapun sisanya untuk manufaktur dan jasa.
"Besaran untuk infrastruktur dan keuangan sama, masing-masing sekitar 40 persen," ujar dia.
Keanekaragaman
Sementara itu, mengenai penelitian keanekaragaman gender yang dilakukan IFC menunjukkan, kinerja keuangan perusahaan yang mempunyai perempuan lebih banyak di anggota dewan, lebih baik. Perusahaan yang memiliki lebih dari 30 persen anggota dewan perempuan, rata-rata tingkat pengembalian aset (ROA) sebesar 3,8 persen, lebih besar dibandingkan perusahaan yang tidak memiliki anggota dewan perempuan, dengan ROA 2,4 persen.
Studi ini dilakukan melalui survei terhadap lebih dari 1.000 perusahaan di China dan enam negara anggota ASEAN, yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
"Temuan kami menegaskan, pentingnya keberadaan keragaman gender yang lebih besar di ruang dewan di Asia," kata Direktur Regional IFC, Asia Timur dan Pasifik Viviek Pathak.
Dengan memanfaatkan potensi besar yang dimiliki para perempuan dalam dunia bisnis, perusahaan-perusahaan Asia dapat menjadi lebih kuat, lebih berkelanjutan, dan lebih menarik bagi investor.
Di Indonesia, menurut penelitian ini, tiga industri teratas yang memiliki persentase jumlah anggota dewan perempuan tertinggi adalah bidang perindustrian (26 persen), real estat (20 persen), dan kebutuhan pokok konsumer (15 persen). Dalam hal keterwakilan perempuan di dewan, Indonesia setara dengan rata-rata ASEAN (14,9 persen). Namun, Indonesia tertinggal dalam hal jumlah perempuan yang menduduki posisi manajemen senior (18,4 persen), di bawah rata-rata ASEAN yang sebesar 25,2 persen.