Kontrol Semua Proyek, Khamami Disebut Terima ”Fee” Rp 1,58 Miliar
Bupati non aktif Mesuji Khamami disebut mengontrol semua pengeluaran keuangan daerah untuk pembangunan infrastruktur meskipun tugas tersebut bukan wewenangnya. Dia juga disebut menerima imbal jasa atau fee proyek sebesar Rp 1,58 miliar dan bahkan sempat meminta jatah material bangunan.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Bupati nonaktif Mesuji Khamami disebut mengontrol semua pengeluaran keuangan daerah untuk pembangunan proyek meskipun tugas tersebut bukan wewenangnya. Dia juga disebut menerima imbal jasa atau fee proyek sebesar Rp 1,58 miliar dan bahkan sempat meminta jatah material bangunan.
Hal itu terungkap dalam sidang pemeriksaan saksi yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Lampung, Jumat (28/6/2019), di Bandar Lampung. Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Siti Insirah itu berlangsung sejak pukul 11.00 hingga pukul 19.30.
Dalam sidang tersebut, jaksa penuntut umum KPK menghadirkan lima saksi. Mereka adalah Sibron aziz, pemilik Subanus Group; Kardinal, pengawas lapangan Subanus Group; Silvan fitriando, staf administrasi Subanus Group; Nurmala, bendahara Subanus Group, dan Dina P Sagita, staf honorer Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Mesuji.
Dalam kesaksiannya, Sibron mengungkapkan, fee proyek yang diberikan kepada Khamami sebesar Rp 1,58 miliar. ”Pemberian pertama Rp 200 juta, lalu Rp 100 juta, dan yang terakhir Rp 1,28 miliar,” ungkap Sibron di hadapan majelis hakim.
Dia mengatakan, pemberian fee proyek tersebut dilakukan selama kurun waktu Mei 2018 hingga Januari 2019. Sebanyak Rp 300 juta diserahkan sebelum pengerjaan proyek. Adapun Rp 1,28 miliar sisanya diserahkan setelah pengerjaan proyek.
Sementara itu, Kardinal mengungkapkan, pemberian fee untuk Khamami diserahkan melalui Wawan Suhendra. Persentase fee awalnya diminta sebesar 15 persen. Namun, dia mengaku hanya dapat memberikan 12 persen.
Selain meminta fee proyek, Khamami juga disebut pernah meminta jatah material bangunan berupa batu sebanyak 10 truk. Permintaan itu lalu disanggupi Kardinal.
Selain meminta fee proyek, Khamami juga disebut pernah meminta jatah material bangunan berupa batu sebanyak 10 truk.
Saat ditanya oleh jaksa KPK Wawan Yunarwanto, Dina mengungkapkan, selama ini Khamami mengontrol pengeluaran keuangan daerah untuk pembangunan infrastruktur melalui tanda tangan nota dinas. Setiap usulan biaya pengeluaran proyek harus sepengetahuan Khamami.
Menurut Dina, uang fee untuk Khamami juga kerap diselipkan di map yang berisi nota dinas untuk pengeluaran pembangunan proyek. Nota dinas tersebut harus ditandatangani Khamami untuk mendapat persetujuan pengeluaran anggaran. ”Ada yang diterima dan ada juga yang ditolak,” ujar Dina.
Saat ditanya jaksa terkait nota dinas yang ditolak Khamami, Dina mengaku tidak mengetahui alasannya. Selama ini, Dina mengaku hanya bekerja menyerahkan map kepada Khamami.
Meski begitu, Dina mengaku pernah didatangi Kardinal yang ingin menyerahkan Nota dinas serta uang untuk Khamami. Dia juga tidak mengetahui apakah uang tersebut terkait dengan proyek di Dinas PUPR Mesuji.
Di hadapan hakim, Dina juga menuturkan mendapat tekanan dari keluarga Khamami. Menurut dia, dirinya kerap didatangi pihak keluarga Khamami sebelum memberikan keterangan di pengadilan.
Di hadapan hakim, Dina juga menuturkan mendapat tekanan dari keluarga Khamami.
Terhadap keterangan saksi, Khamami membantah memberikan arahan kepada Wawan Suhendra untuk meminta fee proyek. Dia justru mengaku kerap meminta stafnya untuk tidak menerima apa pun dari pihak swasta.
Khamami terjaring operasi tangkap tangan KPK pada 23 Januari 2019. Dia didakwa menerima suap dari sejumlah rekanan yang mendapat proyek di Dinas PUPR Mesuji.