JAKARTA, KOMPAS — Jumlah anggaran dan waktu operasional pengawasan perikanan pada 2020 diusulkan meningkat 95 persen dibandingkan pada tahun ini. Penambahan operasional pengawasan ditujukan untuk meningkatkan kinerja pemberantasan perikanan ilegal.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengusulkan anggaran operasi pengawasan tahun 2020 sebesar Rp 386,88 miliar untuk operasional kapal pengawasan dan pesawat patroli. Operasional itu meliputi kapal pengawas perikanan di laut selama 150 hari dengan anggaran sebanyak Rp 355,38 miliar serta pesawat patroli selama 150 hari dengan anggaran Rp 31,5 miliar.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan
Perikanan KKP Agus Suherman di Jakarta, Kamis (27/6/2019), mengemukakan, penambahan anggaran pengawasan tahun 2020 bertujuan meningkatkan jangkauan pengawasan serta menambah jumlah hari operasi kapal pengawas perikanan dan pengawasan melalui udara.
Pada 2019, jumlah hari operasi pengawasan yang dilaksanakan kapal pengawas KKP dan pengawasan melalui udara masing-masing sebanyak 84 hari dengan anggaran sebesar Rp 197,83 miliar. Sementara itu, tahun 2018, jumlah hari operasional kapal pengawas perikanan sebanyak 145 hari dengan anggaran Rp 335,69 miliar dan jumlah hari operasi pesawat patroli sebanyak 100 hari dengan anggaran Rp 22,5 miliar.
Saat ini, indikasi masuknya kapal asing masih marak. Stok ikan di laut Indonesia terindikasii meningkat sehingga merangsang kapal ikan asing untuk masuk dan mencuri ikan.
”Dengan penambahan (anggaran) tersebut, diharapkan kinerja pemberantasan penangkapan ikan ilegal semakin baik, khususnya yang dilakukan oleh kapal-kapal perikanan asing,” kata Agus.
Metode operasi pengawasan di laut dan udara dilakukan untuk efektivitas pengawasan. Pengawasan melalui udara merupakan pendukung data dan informasi operasi kapal pengawas perikanan.
Secara terpisah, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Mohammad Abdi Suhufan mengemukakan, kenaikan waktu operasional pengawasan diharapkan meningkatkan efektivitas pengawasan dan menjangkau laut yang lebih luas.
”Saat ini, indikasi masuknya kapal asing masih marak. Stok ikan di laut Indonesia terindikasii meningkat sehingga merangsang kapal ikan asing untuk masuk dan mencuri ikan,” katanya.
Dicontohkan, kapal nelayan Filipina tidak saja masuk ke utara Laut Natuna, tetapi juga di perairan Sulawesi Utara.
Abdi menambahkan, KKP perlu menggeser prioritas kebijakan yang selama ini fokus pada penanganan penangkapan ikan ilegal ke pendekatan ekonomi perikanan. Beberapa indikator membaik, seperti nilai tukar usaha, nilai tukar nelayan, dan nilai tukar pembudidaya ikan. Di tengah pasar ekspor menuju kelesuan, pasar domestik perlu digenjot dengan 262 juta penduduk.
”Bisnis perikanan perlu didorong pertumbuhannya agar lebih cepat,” katanya.