Padi Varietas Tahan Kekeringan Jadi Alternatif Musim Kemarau
Di musim kemarau, petani di Kabupaten Karawang dan Subang, Jawa Barat, masih memilih menanam bibit lama yang tak tahan kering. Produktivitas dan daya serap pasar jadi alasannya.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
KARAWANG, KOMPAS—Untuk menghadapi ancaman gagal panen akibat kekeringan, petani disarankan untuk menanam varietas padi yang tahan kekeringan. Namun sejumlah petani di Kabupaten Karawang dan Subang, Jawa Barat, memilih bertahan dengan varietas lama karena berbagai pertimbangan. Sebagian lagi mengaku belum mengetahui informasi adanya padi varietas tahan kekeringan.
Kepala Seksi Perlindungan Tanaman Dinas Pertanian Karawang Yuyu Yudaswara, Jumat (28/6/2019), mengatakan, mayoritas petani di Karawang masih memilih tanam padi jenis varietas Ciherang dan Mekongga. Untuk menghadapi kemarau, ia mengimbau agar para petani menggunakan benih yang tahan saat air sedikit.
Adapun di daerah lahan yang sumber airnya kurang dan belum memulai bertanam sebaiknya tidak menanam padi. Jika tetap dilakukan, maka potensi terjadinya kekeringan besar. Selain memilih varietas yang tahan kekeringan, juga perlu memilih yang tahan hama. Sebab, pada musim kemarau, lanjut Yuyu, serangan organisme pengganggu tanaman seperti tikus cukup tinggi. Kondisi kering sangat disukai tikus, berbeda dengan hama wereng coklat yang suka kondisi lembab.
Ciherang dan Mekongga adalah hasil inovasi yang dikeluarkan oleh Balai Besar penelitian Tanaman Padi (BB Padi) Kementerian Pertanian awal tahun 2000. Kedua varietas ini baik ditanam pada musim penghujan dan kemarau dengan ketinggian di bawah 500 mdpl. Produtivitas hasil panen sekitar lima hingga tujuh ton per hektar.
Seiring berjalannya waktu, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian menghasilkan inovasi yang lebih unggul dibandingkan dua jenis itu, khususnya jika ditanam saat musim kemarau, yakni inhibrida padi gogo.
Peneliti pemulia tanaman di BB Padi Kementan Aris Hairmansis mengatakan, ada beberapa pilihan varietas yang bisa digunakan petani di musim kemarau untuk mengantisipasi jika terjadi kekeringan. Hal yang pertama, menggunakan varietas yang toleran kekekeringan dari jenis padi sawah irigasi seperti jenis Inpari 10, Inpari 38, Inpari 39, atau dari jenis padi gogo seperti Inpago 5, Inpago 8, dan Inpago 9.
Varietas ini dinilai lebih adaptif dengan kondisi yang kekurangan air, artinya, produktivitasnya pada kondisi air terbatas lebih tinggi dibandingkan dengan varietas yang tidak toleran seperti Ciherang dan Mekongga.
Kedua, bisa menggunakan varietas yang berumur pendek (10-15 hari lebih cepat umur panen dibanding padi biasa), seperti Inpari 19, Padjadjaran Agritan, Cakrabuana Agritan. Adapun, varietas ini menggunakan mekanisme untuk menghindar dari kekeringan di masa akhir pertumbuhan sehingga terhindar dari gagal panen. Apabila Ciherang biasa dipanen umur 110-115 hari, varietas yang umur pendek bisa dipanen sekitar umur 100 hari.
Rekomendasi dari Dinas Pertanian Karawang tampaknya belum menjadi prioritas petani karena berbagai pertimbangan. S Bahri (43), petani di Desa Mekarjati, Kecamatan Karawang Barat, Karawang, mengatakan, sebagian besar lahan persawahan di daerahnya ditanami padi varietas Ciherang dan inhibrida padi sawah irigasi -32 (INPARI 32). Bahri enggan untuk beralih ke varietas padi tahan kekeringan karena khawatir produktivitas panennya tidak semaksimal varietas biasanya.
Asep (38), petani di Desa Ciranggon, Kecamatan Majalaya, Karawang, memilih risiko dengan menanam varietas biasa karena beras jenis Ciherang lebih disukai pasar. Padahal lahan sawahnya terancam kekeringan setiap tahunnya.
Berbeda dengan Abdul Karlan (55), petani di desa Tanjungrasa, Kecamatan Patokbeusi, Subang. Ia mengaku tertarik untuk menanam padi varietas tahan kekeringan. Namun ia tidak tahu dimana harus membelinya.
Setiap musim kemarau, ia selalu menanam padi varietas Ciherang. Menurut dia, jenis itu membutuhkan air cukup banyak. Padahal debit sungai Cilamaya saat musim kemarau terbatas. “Jika ada varietas jenis baru yang unggul, tentu saya akan mencobanya untuk ditanam saat musim kemarau,” ujarnya sambil tersenyum.
Sementara itu, menurut Kepala Bidang Kerjasama dan Pendayagunaan Hasil Penelitian BB Padi Suprihanto, distribusi benih kepada petani belum meluas, padahal hasil riset itu harus sampai ke petani. Saat ini pemerintah mengadakan program Desa Mandiri Benih (padi). “Harapannya melalui program itu dapat dikembangkan agar petani menjadi mandiri benih, sehingga mereka bisa membudidayakan varietas unggul untuk keperluan mereka sendiri,” katanya.