JAKARTA, KOMPAS - Pengembalian aset korupsi menjadi fokus Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Polri. Tahun keempat penyidikan kasus korupsi pengadaan bahan bakar minyak jenis high speed diesel PT Perusahaan Listrik Negara pada 2010, tim penyidik menyita barang bukti Rp 173 miliar.
Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Komisaris Besar Djoko Purwanto, Jumat (28/6/2019), mengakui penyidikan butuh waktu karena penyidik perlu akurasi fakta korupsi tersangka Nur Pamudji, Direktur Utama PLN periode 2011-2014. Pamudji sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Dittipikor Bareskrim pada tahun 2015.
Pamudji dinilai melanggar hukum karena mengatur pemenang lelang kebutuhan PLN atas high speed diesel (HSD) yang diperuntukkan bagi Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Tambak Lorok, Jawa Tengah, dan PLTGU Sumatera Utara.
Menurut Djoko, saat menjabat Direktur Energi Primer PLN pada 2010, Pamudji bertemu dengan Presiden Direktur PT Trans-Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) Honggo Wendratmo. Pamudji menginstruksikan panitia pengadaan untuk memenangkan Tuban Konsorsium yang merupakan bagian PT TPPI. Tuban Konsorsim yang menang lelang mendapat kontrak empat tahun (Desember 2010-Desember 2014) untuk memasok HSD ke PLN.
Namun, Tuban Konsorsium gagal memenuhi kewajiban. Akibatnya, PLN harus memenuhi kebutuhan HSD dua PLTGU dari pihak lain dengan harga lebih tinggi. Hasil penilaian Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2018 menyebutkan, negara rugi Rp 188 miliar. Hal itu karena kerugian PLN akibat membeli bahan bakar perusahaan lain.
Berdasarkan hasil penelusuran, penyidik menyita barang bukti Rp 173 miliar. ”Kami utamakan pengembalian aset, baik berupa penyitaan uang negara maupun aset lainnya,” ujar Djoko.
Kepala Subdirektorat I Tipikor Bareskrim Polri Kombes Arief Adiharsa menambahkan, dari hasil penyidikan, Honggo menyimpan uang di beberapa rekening PT Tuban LPG Indonesia yang juga bagian PT TPPI dan dimiliki Honggo. Djoko mengungkapkan, pihaknya menyerahkan Pamudji ke Kejaksaan Agung.