Ketika Para "Kanguru Muda" Mencintai Bahasa Indonesia
Generasi muda Australia memiliki minat cukup besar terhadap Bahasa Indonesia. Bagi mereka, selain untuk memperlancar komunikasi, kemampuan berbahasa Indonesia merupakan pintu masuk mengenal budaya Indonesia. Bahkan, bisa juga untuk modal membangun karier masa depan.
"Kanan! Kiri! Aduuuh...!" Tiga gadis remaja berkulit putih yang berbaris mengenakan sepasang bakiak panjang tersungkur. Sebenarnya, mereka yang pertama mencapai garis finis dibanding tim lainnya, tetapi ketika mau berputar balik menuju garis awal rupanya koordinasinya kurang pas sehingga ketiga anggota tim jatuh.
Teman-teman lain yang menonton di pinggir jalur lomba bakiak pun berseru "come, on! Get up!". Tiba-tiba lewat pengeras suara terdengar pembawa acara berkata "eh, tidak boleh pakai Bahasa Inggris ya. Ayo, coba pakai Bahasa Indonesia". Seruan riuh itu pun langsung berubah menjadi "ayo, teman-teman! Ayo! Ayo! Bisa! Bisa!".
Sekitar 20 meter dari arena lomba bakiak, pendiri Yayasan Kampung Bahasa Bloombank, Niknik Mediawati Kuntarto terkekeh melihat kelakuan para siswa SMA dari Damascus College dan Bacchus Marsh Grammar School, Australia itu.
"Di sini, semua kegiatan wajib berbahasa Indonesia. Kami bahkan punya 12 modul kosakata permainan tradisional mulai dari congklak, balap egrang, sampai petak umpet," katanya, Sabtu (22/6/2019) sore, di Jakarta.
Di sini, semua kegiatan wajib berbahasa Indonesia. Kami bahkan punya 12 modul kosakata permainan tradisional mulai dari congklak, balap egrang, sampai petak umpet.
Bloombank merupakan kompleks pemelajaran Bahasa Indonesia untuk penutur asing (BIPA) yang terletak di Ciracas, Jakarta Timur. Di lembaga ini, metode yang dipakai adalah bermain sambil belajar sekaligus tubian, yaitu penutur asing "dipaksa" mengulangi satu kalimat sehingga terbiasa. Caranya dengan membentuk lingkaran dan berkata bergiliran.
"Biasanya saya yang memulai "nama saya Niknik. Nama Anda siapa?" Penutur berikutnya harus mengulang, misalnya "nama saya Jack. Nama dia Niknik. Nama Anda siapa?" Begitu seterusnya," tutur Niknik yang juga dosen Bahasa Indonesia di Universitas Multimedia Nasional.
Metode ini lebih ampuh dibandingkan dengan belajar tata bahasa baru disusul dengan pelafalan, di samping itu juga lebih menyenangkan karena metode ini melibatkan banyak gambar sehingga penutur asing langsung tahu arti kata yang dimaksud. Bagi guru BIPA, metode itu lebih praktis karena mereka tidak perlu menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar.
Terjun langsung
Bloombank juga memanfaatkan lingkungan sekitar menjadi wahana pemelajaran. Para penutur asing disuruh agar mengenal tetangga-tetangga sebelah yang berprofesi mulai dari tukang ojek hingga pegawai negeri. Bahkan, 33 siswa dari Australia ketika sampai di Bloombank sudah disambut oleh anak-anak setempat dan diajak bermain bersama. Rambut pirang, coklat, dan hitam campur aduk berseliweran di pekarangan Bloombank yang asri.
"Kaget dan senang sekali karena penyambutannya meriah, tapi saya senang bisa berkomunikasi dengan mereka," ujar Grace Fisher (16), siswi kelas XI Bacchus Marsh Grammar School dengan Bahasa Indonesia terbata-bata.
Menurut dia, teman-teman dari Australia dan anak-anak setempat berkomunikasi 30 persen dengan Bahasa Indonesia dan 70 persen bahasa isyarat. Namun, mereka bisa saling memahami. Upaya mengekspresikan kemauan lewat gerak tubuh dan mimik mengundang tawa kedua belah pihak sehingga komunikasi menjadi seru.
Menyenangkan
Bahasa Indonesia cukup diminati di Negeri Kangguru, meskipun jumlah penggemarnya turun-naik tergantung situasi politik Indonesia-Australia. Silvy Wantania, Presiden Asosiasi Guru Bahasa Indonesia se-Negara Bagian Victoria mengungkapkan, Indonesia sebagai tetangga terdekat dan kekuatan ekonomi yang terus tumbuh menjadi alasan kuat siswa-siswa tertarik mempelajari. Contohnya adalah Asher Kuhn (18), siswa kelas XII Damascus College sudah belajar Bahasa Indonesia sejak kelas II.
"Keluarga saya sering berlibur ke Indonesia, jadi saya ingin bisa berkomunikasi dengan orang Indonesia," kata Asher yang bercita-cita mengambil jurusan kajian Indonesia ketika kuliah nanti. Menurut dia, Bahasa Indonesia indah didengar, meskipun ketika belajar ia masih sering pusing dengan imbuhan dan sisipan.
Ia berpendapat, dengan maraknya pemakaian mesia sosial, terutama Youtube, generasi muda Australia semakin bertambah pengetahuannya mengenai Indonesia. Selama ini, mereka hanya mengenal Indonesia melalui Bali karena banyak turis Australia berlibur ke sana. Sekarang, Asher dan teman-teman sering mencari video mengenai wilayah-wilayah lain di Indonesia dan mulai belajar tentang keragaman budaya Nusantara.
Sementara bagi Courtney Gass (15) dan Georgia Newman (16) dari Damascus College yang baru empat tahun belajar Bahasa Indonesia, alasan mereka adalah setiap pekan budaya tahunan mereka bisa mengenakan pelbagai busana tradisional Nusantara. Mereka juga berusaha membuat makanan tradisional Indonesia dengan bahan-bahan yang tersedia di pasar Australia.
Selain itu, di Australia, ketika belajar Bahasa Indonesia para siswa wajib menonton film Ada Apa dengan Cinta (AADC). "Satu kelas bisa ribut karena kesal dengan Cinta yang sok jual mahal, tetapi ingin diperhatikan. Siswa dari kelas lain sampai bingung kok kelas Bahasa Indonesia selalu ramai," ungkap Courtney dengan Bahasa Indonesia campur aduk Bahasa Inggris.
Ketika ditanya apakah mereka akan memasukkan AADC 2 ke dalam daftar film wajib tonton di kelas Bahasa Indonesia, Courtney dan Georgia saling pandang dan geleng-geleng kepala. "Mungkin film lain saja yang pemainnya masih muda. Soalnya, di AADC 2 tokohnya sudah om-om dan tante-tante," ucap Georgia sambil tersenyum.
Wah, tampaknya perlu dicari film-film beraktor muda demi kelangsungan pelajaran Bahasa Indonesia di Australia.