Sepak bola acap kali mirip pertunjukan sulap yang penuh ilusi. Seorang pemain bisa saja berubah peran dalam setiap laga. Ini dialami kiper Peru, Pedro Gallese, yang baru saja berubah dari sosok seorang musuh menjadi seorang pahlawan.
Oleh
Herpin Dewanto Putro
·3 menit baca
SALVADOR, MINGGU — Sepak bola acap kali mirip pertunjukan sulap yang penuh ilusi. Seorang pemain bisa saja berubah peran dalam setiap laga. Ini dialami kiper Peru, Pedro Gallese, yang baru saja berubah dari sosok seorang musuh menjadi seorang pahlawan.
Perubahan itu dialami Gallese dalam sepekan. Ia menjadi musuh publik Peru ketika timnya kalah telak 0-5 pada laga terakhir fase penyisihan grup Copa America 2019. Malang bagi Gallese, karena ia merupakan kiper, pemain yang paling dituduh bersalah ketika timnya mengalami kekalahan besar.
Komentar dari publik Peru agar Gallese tidak dimainkan lagi bermunculan. Amarah itu muncul karena kekalahan dari Brasil itu membuat Peru berada dalam ketidakpastian. Mereka harus menunggu hasil laga lain untuk memastikan lolos ke babak perempat final sebagai salah satu dari dua tim peringkat tiga terbaik.
”Saya dalam posisi ketika suatu hari Anda bisa menjadi pahlawan dan pada hari lainnya Anda bisa menjadi penjahat,” kata Gallese seperti dikutip El Comercio. Ia pernah menjadi pahlawan ketika membantu Peru untuk bisa kembali tampil di Piala Dunia Rusia 2018, ajang tertinggi yang sudah mereka nantikan selama 36 tahun. Hanya dalam satu laga melawan Brasil, kiper berusia 29 tahun ini berubah menjadi penjahat.
Peru akhirnya lolos ke babak perempat final Copa America sebagai tim peringkat tiga terbaik. Namun, Gallese menjalani hari-harinya dengan menanggung beban. Dua hari setelah kekalahan itu, Gallese menjalani latihan bersama tim dan tidak banyak bicara. Uruguay yang menjadi lawan mereka di babak perempat final merupakan tim favorit juara. Bagi Gallese, laga itu sulit untuk dijadikan sebagai momen penebusan kesalahan.
Ciuman sang kapten
Namun, Gallese tidak dibiarkan sendiri meratapi kesalahannya. Ia selalu mendapat dukungan dari rekan-rekannya dan Pelatih Peru Ricardo Gareca. Secara mengejutkan, Gallese justru tampil mengesankan saat melawan Uruguay.
”Saya memang ingin mempertanggungjawabkan kesalahan saya (saat melawan Brasil). Inilah saatnya saya menegakkan kepala,” katanya. Dalam waktu normal 90 menit melawan Uruguay, Gallese melakukan beberapa penyelamatan penting ketika Uruguay menyerang melalui Luis Suarez dan Edinson Cavani. Gallese juga terbang untuk menggagalkan tendangan bebas Federico Valverde.
Laga pun berlanjut ke babak adu penalti karena kedudukan masih imbang 0-0. Sesuai aturan, babak perempat final dan semifinal Copa America tidak memakai babak tambahan waktu jika kedudukan masih sama. Inilah momen bagi Gallese untuk kembali merebut hati rakyat Peru. Ia langsung menggagalkan tendangan Suarez.
Suarez menjadi penendang pertama dan empat penendang Uruguay lainnya berhasil memasukkan bola. Namun, kelima penendang dari kubu Peru juga sukses mengeksekusi penalti. Berkat Gallese, Peru menang dan melaju ke babak semifinal untuk menantang sang juara bertahan, Chile.
Sesaat setelah babak adu penalti berakhir, sang kapten Peru, Paolo Guerrero, memeluk Gallese dan menciumnya. ”Saya mengatakan kepadanya bahwa dia adalah pemain yang hebat,” kata Guerrero.
Gallese lalu merayakan kemenangan itu di hadapan para pendukung yang mengelu-elukannya. Ia kembali mendapatkan kepercayaan dari publik untuk menghadapi laga berikutnya yang tidak kalah sulit.
Mantan kiper Peru, Oscar Ibanez, mengatakan, Peru tidak perlu khawatir ketika gawang mereka dijaga oleh Gallese. ”Gallese sudah membuktikannya di Piala Dunia 2018 dan masih ada Carlos Caceda (kiper kedua). Kiper tidak akan menjadi masalah bagi Peru,” katanya seperti dikutip Futbol Peruano.
Chile kini tengah menunggu Gallese dan rekan-rekannya di babak semifinal. Bisa jadi Gallese tetap akan menjadi pahlawan atau kembali menjadi penjahat karena sepak bola menyimpan ilusi. (AFP)