Gelombang Panas di Eropa
Dalam sepekan terakhir Eropa dilanda gelombang panas yang mematikan. Negara-negara di dunia perlu bertindak konkret memenuhi janji Kesepakatan Paris.
Paris, minggu Hingga Minggu (30/6/2019), gelombang panas di Eropa menyebar di Perancis, Italia, Spanyol, dan beberapa negara di Eropa tengah. Pejabat pemerintah di setiap negara mengimbau warganya untuk mencegah hal buruk terjadi.
Di Perancis pada Jumat (28/6), suhu mencapai 45,9 derajat celsius sehingga badan meteorologi setempat mengeluarkan peringatan bahaya tertinggi untuk pertama kalinya. Gelombang panas di Perancis telah merenggut empat nyawa. Sementara di Italia dan Spanyol, empat orang dilaporkan meninggal karena suhu panas, salah seorang korban adalah petani berusia 17 tahun yang sedang panen.
Suhu yang panas juga memicu kebakaran di beberapa tempat, termasuk Spanyol di mana pemadam kebakaran berjuang—hingga hampir 72 jam— memadamkan kebakaran yang diperburuk embusan angin. Kebakaran yang terjadi di kota Almorox, Spanyol, pada Jumat lalu menghanguskan setidaknya 1.600 hektar lahan dan meluas ke wilayah Madrid sehingga memaksa evakuasi di sebuah desa.
Di Perancis dikabarkan terjadi 40 kasus kebakaran yang menghancurkan 600 hektar dan puluhan rumah di bagian selatan negara itu. Bukan saja manusia yang berjuang dalam suhu yang panas. Petani anggur di selatan Perancis mengatakan, tanaman mereka telah kering. ”Tanaman anggur seperti terbakar obor,” kata Jerome Despey, seorang petani anggur.
Despey telah menjadi petani anggur selama 30 tahun. Namun, ia tidak pernah melihat tanamannya terbakar dengan cepat karena suhu yang panas seperti minggu lalu. Perancis menjadi negara Eropa ketujuh yang pernah mencatat mengalami suhu di atas 45 derajat celsius bersama Bulgaria, Portugal, Italia, Spanyol, Yunani, dan Macedonia Utara.
Terpanas
Badan Meteorologi Dunia (WMO) menyatakan, minggu lalu menjadi salah satu pekan dengan suhu terpanas tahun ini. Kurun 2015-2019 pun akan tercatat menjadi periode lima tahun paling panas. WMO mengatakan, gelombang panas yang mendera Eropa ”sangat konsisten” dengan dampak emisi gas rumah kaca.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres memperingatkan semua pihak untuk mengambil tindakan mencegah kehancuran planet ini menyusul kerusakan akibat perubahan iklim yang terus terjadi.
”Kita di sini karena dunia sedang menghadapi darurat iklim yang parah,” ujar Guterres di Abu Dhabi, Minggu (30/6), untuk mempersiapkan pertemuan puncak perubahan iklim di New York, September mendatang. ”Gangguan iklim sedang terjadi sekarang. Hal itu berlangsung lebih cepat dari yang diprediksi para pakar dunia, melampaui usaha kita untuk mengatasinya,” kata Guterres.
Menurut dia, situasi tersebut akan semakin terus memburuk kecuali ”kita bertindak sekarang dengan ambisi dan urgensi”. Akan tetapi, sejumlah pemimpin negara belum menyadari ancaman yang dihadapi dari perubahan iklim. Selain itu, banyak negara belum memenuhi komitmen mereka seperti yang disepakati dalam Kesepakatan Paris.
Guterres berharap pada Kesepakatan Paris untuk mengurangi emisi dan pemanasan global. Kesepakatan Paris menargetkan dunia untuk mempertahankan kenaikan suhu global di bawah 2 derajat celsius pada akhir abad ini.
Laporan penting dari Panel Antarpemerintah dalam Perubahan Iklim (IPCC) tahun lalu menunjukkan, batas kenaikan suhu yang lebih aman, yaitu 1,5 derajat celsius, akan memberi dampak signifikan pada penurunan emisi gas rumah kaca. Akan tetapi, sejumlah negara dengan tingkat polusi yang tinggi—dipimpin Arab Saudi—mempertanyakan temuan itu. (AFP/REUTERS/ADH)