Lemhanas Kaji Peserta Pilpres Lebih Dari Dua Pasang Calon
Presiden dan wakil presiden terpilih periode 2019-2024, Joko Widodo-Ma’ruf Amin telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum. Namun sampai kini dampak polarisasi yang membelah masyarakat karena perbedaan politik selama proses pilpres seakan masih mengkristal.
Oleh
SAMUEL OKTORA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS - Presiden dan wakil presiden terpilih periode 2019-2024, Joko Widodo-Ma’ruf Amin telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum. Namun sampai kini dampak polarisasi yang membelah masyarakat karena perbedaan politik selama proses pilpres seakan masih mengkristal.
Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) akan mengkaji pada pemilihan umum 2024, peserta pilpres jumlahnya lebih dari dua pasang calon. Hal ini salah satunya dimaksudkan untuk mengurangi polarisasi yang kuat di tengah masyarakat, yang juga rawan dengan konflik horizontal.
Sebagaimana dalam pilpres 2019 diikuti dua pasangan, yakni Joko Widodo-Ma’ruf Amin, dan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Begitu pula saat pilkada DKI Jakarta tahun 2017 yang berlangsung sampai dua putaran, yang menyisakan dua pasangan pada putaran terakhir, yakni pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno, dan Basuki Tjahaja Purnama - Djarot Saiful Hidayat. Polarisasi di pilkada DKI juga begitu kuat.
Kami akan mengkaji hal ini dengan meminta pendapat dari pihak-pihak terkait, juga para pakar. Dari hasil kajian nanti kami akan memberi rekomendasi kepada Presiden, dan selanjutnya Presiden akan berbicara dengan sejumlah stakeholder sehubungan pilpres mendatang (2024) dapat diikuti peserta lebih dari dua pasang calon
Upaya pengkajian ini dikemukakan Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Komisaris Jenderal Mochamad Iriawan seusai bertemu Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil di Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (1/7/2019). Saat itu Iriawan bersama rombongan ke Gedung Sate mendampingi satu tim Studi Strategis Dalam Negeri (SSDN) Program Pendidikan Reguler Angkatan LIX (59) Tahun 2019 Lemhanas.
Mengkaji
“Kami akan mengkaji hal ini dengan meminta pendapat dari pihak-pihak terkait, juga para pakar. Dari hasil kajian nanti kami akan memberi rekomendasi kepada Presiden, dan selanjutnya Presiden akan berbicara dengan sejumlah stakeholder sehubungan pilpres mendatang (2024) dapat diikuti peserta lebih dari dua pasang calon,” kata Iriawan.
Usulan ini mencuat dikemukakan oleh Kamil saat sesi tanya jawab dengan tim dari Lemhanas. Dia berpendapat, pilpres yang diikuti hanya dengan dua pasang calon memiliki kerawanan tinggi terjadi polarisasi yang tajam, hingga membelah masyarakat karena adanya perbedaan politik. Dampaknya begitu kuat di masyarakat.
Menurut Kamil, kerawanan tersebut patut dicermati, apalagi posisi Jabar sebagai penyangga ibukota Negara dengan penduduk saat ini sekitar 48,6 juta jiwa, dan jumlah pemilih lebih kurang 32 juta orang.
Secara umum situasi memang kondusif, seperti Jakarta, masyarakat beraktivitas seperti biasa. Namun para kepala daerah bersama jajaran Forkominda (Forum Komunkiasi Pimpinan Daerah) perlu untuk turun ke masyarakat menyatukan kembali yang sempat terpecah. Meski pemulihan perlu waktu, tapi saya yakin bisa normal kembali
“Kalau Jabar bergolak, dampaknya berbahaya bagi ibukota, sehingga stabilitas dan kondusifitas harus dijaga. Pilpres kalau hanya dengan dua pasang calon, dampaknya yang terjadi saat ini, polarisasi sangat kuat karena membentuk dua kutup, hitam-putih. Ini juga mirip pilkada DKI Jakarta, begitu pula pada pilpres kali ini sampai muncul istilah cebong – kampret,” ujarnya.
Dampaknya berbeda dengan pilkada Jabar tahun lalu pada 2018 yang diikuti empat pasang calon, yakni Tubagus Hasanuddin - Anton Charliyan, Mayor Jenderal (Purn) Sudrajat - Ahmad Syaikhu, Deddy Mizwar - Dedi Mulyadi, dan pasangan Ridwan Kamil - Uu Ruzhanul Ulum. Situasi di masyarakat relatif lebih tenang, eskalasi politik tidak setinggi pilpres.
“Saya meyakini, kalau (peserta pilpres) hanya dua pasang calon berpotensi selalu terjadi polarisasi, dan keterbelahan di masyarakat seakan terasa panjang dan permanen. Formasinya diharapkan bisa berubah,” ucap Kamil.
Iriawan juga mengimbau jajaran kepala daerah pasca penetapan pasangan presiden dan wakil presiden terpilih untuk turun ke lapangan memfasilitasi rekonsiliasi.
“Secara umum situasi memang kondusif, seperti Jakarta, masyarakat beraktivitas seperti biasa. Namun para kepala daerah bersama jajaran Forkominda (Forum Komunikasi Pimpinan Daerah) perlu untuk turun ke masyarakat menyatukan kembali yang sempat terpecah. Meski pemulihan perlu waktu, tapi saya yakin bisa normal kembali,” kata Iriawan.