Akibat tingginya tiket pesawat sejak akhir tahun lalu, BPS juga mencatat kenaikan jumlah penumpang angkutan laut.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan pemerintah menurunkan tarif batas atas tiket pesawat sebesar 12-15 persen tidak menyumbang inflasi pada masa libur Lebaran bulan Juni 2019. Penyumbang inflasi yang cukup dominan justru tarif ongkos angkutan darat antarkota antarprovinsi.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suharyanto di Jakarta, Senin (1/7/2019), menjelaskan, komponen transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami deflasi sebesar 0,14 persen pada Juni 2019. Deflasi tersebut paling banyak disumbang tarif angkutan udara dengan nilai 0,04 persen.
”Yang membuat deflasi adalah tarif angkutan udara yang mulai turun di 32 kota. Kita tahu, pemerintah sudah turunkan tarif batas atas tiket pesawat pada pertengahan Mei lalu,” katanya.
Penurunan tarif angkutan udara terbesar terjadi di Makassar, yaitu mencapai 12 persen dibandingkan Mei 2019. Kemudian, penurunan hingga 11 persen terjadi di Batam ketimbang bulan sebelumnya.
Kondisi tersebut berbeda dibandingkan kondisi pada Mei 2019. BPS mencatat, komponen transportasi, telekomunikasi, dan jasa keuangan menyumbang inflasi sampai 0,10 persen pada Mei lalu. Meski tidak mendominasi, tarif angkutan udara memiliki andil 0,02 persen. Adapun tarif angkutan darat antarkota antarprovinsi menyumbang inflasi 0,04 persen.
Pada bulan lalu, tarif angkutan darat antarkota antarprovinsi dominan memberikan andil inflasi sebesar 0,01 persen. Kenaikan tarif tertinggi tercatat di Madiun, yaitu mencapai 30 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Ditemui pada kesempatan berbeda, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan, jumlah penumpang angkutan umum antarkota antarprovinsi pada Lebaran bulan lalu berkisar 15-20 persen.
”Ini sepertinya memang menunjukkan peralihan oleh pengguna angkutan udara, Tetapi yang berpindah ke angkutan darat tidak semuanya karena ada yang ke laut, lalu ke kereta,” ujarnya.
Peralihan
Beralihnya pengguna angkutan laut ke angkutan darat, menurut Budi, tidak sepenuhnya ke angkutan umum. Di beberapa tempat, ia menemukan ada penurunan jumlah penumpang bus-bus jarak dekat.
”Misalnya di Lampung, saat Lebaran kemarin operator mengeluhkan penurunan penumpang hingga 15 persen dibandingkan dengan Lebaran tahun lalu. Perkiraan saya, ini karena banyak masyarakat beralih ke angkutan pribadi,” pungkasnya.
Akibat tingginya tiket pesawat sejak akhir tahun lalu, BPS juga mencatat kenaikan jumlah penumpang angkutan laut. Pada Mei 2019, jumlah penumpang di jalur tersebut naik hingga 15,88 persen menjadi 2,1 juta orang dibandingkan dengan April 2019 yang hanya sebesar 1,81 juta orang.
”Penumpang angkutan laut gambarnya terbalik dengan kondisi penumpang angkutan udara yang terus-menerus turun,” kata Kepala BPS Suharyanto.
Selama Januari hingga Mei 2019, jumlah penumpang angkutan laut mencapai 9 juta orang, atau naik 8,79 persen dibandingkan dengan periode sama pada tahun lalu. Sementara itu, selama Januari hingga Mei 2019, jumlah penumpang pesawat tujuan domestik turun 21,33 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, dengan total 29,4 juta orang.
Anomali
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudistira, mengatakan, deflasi yang disumbang tarif angkutan udara pada bulan lalu hanya anomali jika jumlah penumpang pesawat masih terus menurun.
”Jadi, ini sifatnya semu. Artinya, di level konsumen harga masih sangat mahal sehingga minat orang menggunakan transportasi udara berkurang. Ini juga menunjukkan bahwa penurunan tarif angkutan udara tidak signifikan terhadap kenaikan jumlah pemudik yang pakai pesawat,” tuturnya.