Periode Kedua Jokowi, Produktivitas Nasional Mesti Ditingkatkan
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepemimpinan Presiden Joko Widodo periode lima tahun mendatang diminta fokus meningkatkan produktivitas nasional bukan sekadar memperbaiki indikator sosial ekonomi. Peningkatan produktivitas jadi kunci agar perekonomian mampu tumbuh lebih tinggi dan berkelanjutan.
“Indonesia memiliki ambisi yang besar sehingga dibutuhkan peningkatan produktivitas penduduk, perusahaan, dan kapasitas pemerintah,” kata Kepala Perwakilan Bank Dunia Indonesia Rodrigo A. Chaves dalam konferensi pers laporan perkembangan triwulanan perekonomian Indonesia edisi Juni 2019 di Jakarta, Senin (1/7/2019).
Bank Dunia, dalam laporan perkembangan triwulanan perekonomian Indonesia, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,1 persen tahun 2019 dan 5,2 persen tahun 2020. Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2019 dari sebelumnya 5,2 persen.
Bank Dunia, dalam laporan perkembangan triwulanan perekonomian Indonesia, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,1 persen tahun 2019 dan 5,2 persen tahun 2020
Menurut Chaves, kepemimpinan Presiden Joko Widodo periode 2014-2019 cukup berhasil menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dibarengi perbaikan indikator sosial ekonomi, seperti kemiskinan, pengangguran, dan indeks pembangunan manusia. Perekonomian tumbuh stabil kisaran 5 persen kendati tekanan global kuat dan dominan.
Meski demikian, lanjut Chaves, berbagai capaian positif selama lima tahun terakhir belum mampu mencapai target pertumbuhan ekonomi. Perbaikan indikator-indikator sosial ekonomi justru harus dibarengi peningkatan produktivitas nasional. Tujuannya agar perekonomian bisa tumbuh lebih tinggi dan rakyat lebih sejahtera.
Bank Dunia merekomendasikan lima fokus area untuk memacu produktivitas nasional, yakni dengan mengatasi kesenjangan modal manusia, memperbaiki kesenjangan infrastruktur antardaerah, mendatangkan modal dari investasi langsung, mengumpulkan lebih banyak pajak dan belanja efisien, serta mengelola aset sumber daya alam secara berkelanjutan.
“Kami berharap periode kedua masa pemerintahan Presiden Joko Widodo fokus pada lima area tersebut,” kata Chaves.
Chaves mengatakan, Indonesia membutuhkan modal agar perekonomian bisa tumbuh lebih tinggi. Modal yang masuk mesti didominasi investasi langsung bukan investasi portofolio. Selain tidak terpengaruh volatilitas pasar modal, investasi langsung akan menciptakan lapangan kerja lebih besar dan beragam untuk memacu produktivitas nasional.
Secara terpisah, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus berpendapat, kondisi ekonomi khususnya sektor eksternal Indonesia tetap harus diwaspadai. Defisit transaksi berjalan melebar dari 2,01 persen produk domestik bruto (PDB) pada triwulan I-2018 menjadi 2,6 persen PDB pada triwulan I-2019.
“Meskipun secara keseluruhan neraca pembayaran Indonesia surplus 2,4 miliar dollar AS, tetapi surplus ditopang aliran dana dari pasar saham dan obligasi,” kata Ahmad.
Modal yang ditopang aliran dari pasar modal rentan terhadap gejolak ekonomi global. Investor dapat menarik kapanpun dananya sehingga mengganggu stabilitas kurs rupiah. Akar defisit transaksi berjalan yang mesti diperbaiki justru penurunan kinerja ekspor barang terutama nonmigas, dan kinerja perdagangan jasa.
RPJMN 2020-2024
Merespons rencana pemerintah lima tahun ke depan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, ada tujuh agenda pembangunan dalam Rencana Pembangunan Nasiomal Jangka Menengah tahun 2020-2024.
Modal yang ditopang aliran dari pasar modal rentan terhadap gejolak ekonomi global
Ketujuh agenda itu, yakni sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing, pembangunan karakter bangsa, ketahanan ekonomi lewat pertumbuhan berkualitas, dan pengembangan wilayah untuk pemerataan.
Selanjutnya adalah pembangunan infrastruktur untuk pengembangan ekonomi dan pelayanan dasar, stabilitas dalam negeri dan transformasi pelayanan publik, serta lingkungan hidup dan ketahanan bencana.
Bambang menuturkan, pertumbuhan ekonomi dalam RPJMN 2020-2024 ditargetkan berkisar 5,4 persen-6 persen per tahun. Target itu bisa tercapai apabila defisit transaksi berjalan konsisten mengecil, investasi tumbuh di atas 7 persen, serta tercipta net ekspor.
”Pemerintah tidak akan agresif meningkatkan ekspor karena impor bisa terdorong naik, yang penting net ekspor tumbuh,” kata Bambang.
RPJMN 2020-2024 juga disusun untuk mencapai visi Indonesia tahun 2045. PDB per kapita Indonesia diproyeksikan mencapai 23.199 dollar AS dan menempati peringkat kelima di dunia. Indonesia juga akan keluar dari jebakan kelas menengah pada 2036.