Bulog Ingin Jadi Pemasok Tunggal Bantuan Pangan Nontunai
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Perum Bulog menargetkan menjadi pemasok tunggal beras dalam program bantuan pangan nontunai atau BPNT yang menyasar keluarga penerima manfaat. Sebagai pemilik program, Kementerian Sosial membuka peluang pasar tersebut pada Bulog asalkan mampu bersaing.
Peluang penyaluran cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola Bulog dibahas dalam rapat koordinasi tingkat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di Jakarta, Selasa (2/7/2019). "Kami berharap dapat menyuplai 100 persen beras dalam program BPNT," kata Direktur Pengadaan Perum Bulog Bachtiar saat ditemui setelah rapat koordinasi.
Menyuplai 100 persen beras dalam program BPNT berarti menjadi pemasok tunggal. Pada akhir Mei 2019, Kementerian Sosial mengalokasikan 70 persen pasokan beras BPNT disuplai oleh Bulog.
Untuk sementara, Bachtiar memperkirakan, Bulog dapat menyalurkan CBP sebesar 700.000 ton melalui program BPNT. Perkiraan penyaluran ini terhitung sejak Juni hingga Desember 2019.
Target bulog untuk menjadi pemasok tunggal beras dalam program BPNT salah satunya disebabkan oleh sebanyak 1 juta ton beras eks impor yang sulit tersalurkan dan berpotensi rusak. Selain itu, Bachtiar menambahkan, sekitar 50.000 ton CBP harus dilepas ke pasar.
Dari sisi penanggung jawab program BPNT, Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin Kementerian Sosial Andi ZA Dulung mengatakan, pihaknya menyadari, Bulog membutuhkan sarana penyaluran CBP agar perputaran stoknya terjaga. "Oleh sebab itu, kami ingin membantu Bulog agar dapat menyalurkan berasnya lewat BPNT. Bulog bisa menyuplai 100 persen beras dalam program BPNT asalkan kualitas dan harganya bersaing serta diminati oleh KPM (keluarga penerima manfaat)," tuturnya.
Secara teknis, Andi mengatakan, Kementerian Sosial mengizinkan Bulog untuk menjadi pemasok tunggal beras di daerah yang tengah beralih dari penyaluran dengan mekanisme beras sejahtera (rastra) ke BPNT. Dalam hal ini, Bulog mesti bekerja sama menyiapkan mesin electronic data capture (EDC) dengan Himpunan Bank Negara (Himbara) di agen-agen penyalur.
Untuk daerah-daerah yang sudah menjalankan sistem BPNT, Andi menyatakan, pihaknya akan meminta dinas-dinas sosial setempat untuk menyosialisasikan Bulog sebagai pemasok beras BPNT kepada pengelola E-warong. Targetnya, ada kontrak penyaluran yang disepakati antara E-warong dengan gudang Bulog setempat.
Bulog mesti bekerja sama menyiapkan mesin electronic data capture (EDC) dengan Himpunan Bank Negara (Himbara) di agen-agen penyalur.
Secara keseluruhan, Andi mengharapkan, persiapan sistem dan mekanisme dalam rangka peningkatan keterlibatan Bulog sebagai penyuplai beras BPNT dapat rampung Juli ini. Selain itu, Bulog juga dapat menjadikan gerai miliknya, yakni Rumah Pangan Kita, sebagai agen penyalur dalam program BPNT di setiap daerah asalkan sudah bekerja sama Himbara untuk mengadakan mesin EDC.
Sejak 2017, pemerintah mulai mentransformasikan penyaluran bantuan pangan, utamanya beras, untuk KPM dari mekanisme rastra ke BPNT. Dalam mekanisme rastra, KPM mendapatkan beras dari CBP yang dikelola Bulog setiap bulan. Dengan mekanisme BPNT, KPM diberikan kartu transaksi nontunai dengan nominal Rp 110.000 per bulan untuk dibelanjakan beras dan telur di E-warong setempat.
Peralihan tersebut berdampak pada penyaluran beras Bulog. Berdasarkan data Bulog, penyaluran menurun dari 2,78 juta ton (2016), 2,54 juta ton (2017), hingga 1,2 juta ton (2018).
Andi memaparkan, hingga Juni 2019, sebanyak 12,2 juta KPM dari 15,5 juta KPM telah menerima bantuan dengan mekanisme BPNT. Pada November 2019, Kementerian Sosial menargetkan 100 persen KPM dapat dilayani dengan BPNT. Adapun asumsi kebutuhan beras rata-rata 10 kilogram (kg) per KPM tiap bulannya.
Sulit keluar
Secara terpisah, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan, beras eks impor tahun lalu sulit dilepas karena tak memenuhi selera pasar. "Beras yang diimpor menyerupai beras pera sedangkan sasaran pasarnya menyukai beras pulen," katanya.
Akibatnya, beras eks impor tersebut tersimpan di gudang dan berpotensi rusak. Budi memperkirakan, kerugiannya dapat mencapai Rp 10.000 per kg.
Oleh sebab itu, Budi menyatakan, Bulog harus menjadi pemasok utama dalam BPNT. Hal ini juga menjadi solusi permasalahan di hulu, yakni tidak optimalnya penyerapan di tingkat petani.
Penyerapan di tingkat petani berimbas pada harga gabah kering panen (GKP). Badan Pusat Statistik mencatat, harga GKP di tingkat petani dalam tiga bulan terakhir sejak panen raya 2019 lebih rendah 2,12 - 4,37 persen dibandingkan tahun sebelumnya secara bulanan. Pada Juni 2019, harga GKP sebesar Rp 4.552 per kg.
Badan Pusat Statistik mencatat, harga GKP di tingkat petani dalam tiga bulan terakhir sejak panen raya 2019 lebih rendah 2,12 - 4,37 persen dibandingkan tahun sebelumnya secara bulanan
Jika dibandingkan, Bulog mendata, sepanjang Januari-Juni 2018, pengadaan CBP dari serapan dalam negeri sebesar 1,004 juta ton setara beras. Namun, sejak 1 Januari hingga 18 Juni 2019, Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian mencatat, jumlah serapan dalam negeri CBP mencapai 676.501 ton setara beras. Budi berharap, pengoptimalan penyerapan beras dengan adanya penyaluran melalui BPNT dapat turut menjaga harga di tingkat petani.