Jalan Panjang Belitung Beralih dari Timah
Masyarakat Belitung, Kepulauan Bangka Belitung, tengah dalam masa peralihan. Warga secara perlahan mengembangkan potensi taman alam sebagai ganti pertambangan timah dan perkebunan monokultur kelapa sawit yang berdampak buruk terhadap lingkungan.
Setidaknya terdapat 17 taman alam di Belitung. Taman itu di antaranya Juru Seberang, Bukit Peramun, dan Tebat Rasau. Taman-taman alam tersebut yang kini sedang giat-giatnya dikembangkan oleh warga setempat.
Sabtu (29/6/2019), Kompas beserta Yayasan Negeri Rempah dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman mengikuti rangkaian Festival Titik Temu Belitong 2019 di Juru Sebrang, Pantai Gusong Bugis, Tanjung Pandan, Belitung.
Juru Seberang merupakan kawasan bekas tambang timah lepas pantai yang sedang direhabilitasi oleh komunitas warga setempat. Di lokasi tersebut juga ada kegiatan pembibitan udang, kepiting, dan kerapu, serta mitigasi perubaham iklim dengan penanaman bakau.
”Warga terpanggil untuk merehabilitasi kawasan ini karena kerusakan lingkungan akibat pertambangan timah. Aktivitas dimulai sejak 2013,” kata Ketua Hutan Kemasyarakatan Juru Seberang Marwandi.
Warga terpanggil untuk merehabilitasi kawasan ini karena kerusakan lingkungan akibat pertambangan timah.
Kemudian warga bekerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat di bidang lingkungan untuk kegiatan mitigasi perubahan iklim sejak 2016.
Menurut Marwandi, kerapatan pohon di areal bekas tambang seluas 757 hektar itu sangat rendah, yaitu hanya 577 pohon per hektar. Adapun cadangan karbon hanya 14,7 ton dan masuk kategori areal rusak parah.
Baca juga: Menghidupkan Kembali Lahan yang Mati
Selain itu, kerusakan ekosistem berdampak pada lamun, terumbu karang, dan dugong. ”Lamun hilang, maka dugong hilang. Kami fokus konservasi, rehablitasi, dan pembibitan demi keberlangsungan hidup dan lingkungan,” katanya.
Ia sangat mengharapkan dukungan semua pihak, khususnya warga Belitung dan wisatawan dalam membantu merehabilitasi ataupun menjaga kawasan itu.
Kebun raya
Konservasi juga dilakukan di Bukit Peramun, Desa Air Selumar, Kecamatan Sijuk, Belitung. Penggagasnya adalah Aik Selumar atau Komunitas Arsel.
Ketua Komunitas Arsel Dharmawan menyebutkan, alih fungsi lahan untuk pertambangan mengancam keberlangsungan hidup masyarakat beserta Pulau Belitung. Meskipun menguntungkan, hasil pertambangan dapat habis sewaktu-waktu.
”Areal seluas 115 hektar ini menjadi tempat konservasi tumbuhan sekaligus habitat tarsius,” ujarnya.
Salah satu tanaman yang banyak dijumpai adalah kayu besi. Buah kayu besi (bulin, dalam bahasa Belitung) dimanfaatkan sebagai kerajinan tangan berupa hiasan dan miniatur.
Staf Khusus Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Ary Prihardhyanto Keim mengatakan, upaya konservasi akan semakin berdaya guna sekaligus menjadi tujuan wisata apabila jenis-jenis tumbuhan yang ditanam memiliki papan nama penunjuk lengkap dengan nama ilmiahnya.
”Perlu pelibatan ahli-ahli ilmu tanaman untuk identifikasi ilmiah agar Bukit Peramun dapat berfungsi sebagai sebuah kebun raya daerah,” ucapnya.
Ekowisata
Pemerintah beserta pemangku kepentingan terkait juga perlu memberikan pelatihan manajemen serta pemasaran ekowisata.
Tebat Rasau, taman alam yang dikelola oleh nelayan dan pekebun dalam Kelompok Sadar Wisata Lanun, Desa Lintang, Kecamatan Simpang Renggiang, Kabupaten Belitung Timur, membutuhkan itu.
Kelompok ini membangun rumah pondok di sungai, termasuk area pemancingan ikan. Pengunjung dapat menikmati suasana sungai dan makan ikan pancingan langsung dari lokasi. Juga terdapat hasil perkebunan yang diolah menjadi teh herbal (teh daun pelawan).
Potensi pariwisata Belitung belum lama tumbuh dan berkembang. Peralihan ekonomi tambang ke ekonomi kreatif dan pariwisata memerlukan banyak energi.
Ketua Kelompok Sadar Wisata Lanun Nasidi mengatakan, potensi wisata di lokasi itu sangat besar. Akan tetapi, perlu adanya pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan manajemen sumber daya manusia dan promosi pariwisata.
Kendala yang dihadapi antara lain akses listrik ke lokasi dan promosi. ”Akses ini sangat dibutuhkan untuk pengembangan pariwisata,” ujar Nasidi.
Baca juga: Mewujudkan 10 Bali Baru dan KEK
Sementara Wakil Bupati Belitung Isyak Meirobie mengatakan, potensi pariwisata Belitung belum lama tumbuh dan berkembang. Peralihan ekonomi tambang ke ekonomi kreatif dan pariwisata memerlukan banyak energi.
”Sejak 2010 mulai membangun dan mempromosikan Belitung. Wisata Belitung tidak hanya menjual keindahan alam, tetapi juga sejarah dan kearifan lokal,” kata Isyak.
Berkaitan dengan itu semua, Isyak berjanji bahwa pemerintah, komunitas, dan pihak terkait akan mendukung kebutuhan pelaku pariwisata, termasuk promosi, agar Belitung semakin dikenal, termasuk beralih dari timah ke pariwisata.