Para pelaku usaha menilai ada sejumlah persoalan yang harus diselesaikan pemerintah, terutama terkait kinerja perdagangan dan investasi.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·2 menit baca
”Pekerjaan rumah saat ini mengejar neraca perdagangan secepatnya. Makin tidak imbang, makin besar pasak daripada tiang,” kata Direktur Eksekutif Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia Danang Girindrawardana ketika dimintai pandangan di Jakarta, Senin (1/7/2019).
Pembatasan impor memang tidak gampang. Terkait hal itu, kata Danang, harus ada keseriusan dalam memastikan kebenaran dan akurasi data.
Kategori dan jalur distribusi produk impor harus benar-benar dicermati. Pencermatan diperlukan untuk memastikan apakah barang impor tersebut masuk kategori konsumsi atau tergolong bagian dari komponen industri serta produksi.
Beberapa produk atau komoditas, semisal hasil produksi industri tekstil dan produk tekstil serta minyak sawit mentah, dinilai masih bisa diharapkan menyeimbangkan neraca dagang. ”Sinergi kebijakan dan kepastian hukum harus menjadi nomor satu untuk membuat Indonesia menjadi negara terbuka investasi,” ujarnya.
Salah satu permasalahan berkaitan dengan transisi sistem layanan perizinan. Layanan di Badan Koordinasi Penanaman Modal dinilai harus mampu mengambil sebanyak mungkin layanan sektoral di kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. Hal itu dibutuhkan apabila Indonesia mengejar pendatang baru di sisi investasi.
Kebijakan insentif dipandang penting bagi investor yang sudah eksis. ”Terutama di industri padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja berpendidikan rendah. Masih ada sekitar 62 juta tenaga kerja di level ini,” ujar Danang.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia Abdul Sobur mengemukakan arti penting menyinkronkan sejumlah regulasi atau kondisi di Indonesia dengan harapan investor. Sinkronisasi ini diperlukan apabila Indonesia ingin menarik investasi.
Merujuk data Badan Koordinasi Penanaman Modal, total realisasi penanaman modal triwulan I-2019 senilai Rp 195,1 triliun. Apabila dirinci, realisasi penanaman modal asing sebesar Rp 107,9 triliun dan penanaman modal dalam negeri Rp 87,2 triliun.
Sementara itu, anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional, Benny Soetrisno, mengusulkan agar semua gubernur, bupati, dan wali kota membuat daerahnya ramah untuk kegiatan bisnis. Kriteria daerah terbaik untuk bisnis di ASEAN harus menjadi ukuran.