Pemerintah Kabupaten Yahukimo, Papua, kesulitan mendatangkan tenaga dokter untuk bertugas di daerah tersebut. Hanya terdapat 14 tenaga dokter untuk melayani 397.653 warga yang bermukim di 512 kampung.
Oleh
FABIO COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Yahukimo, Papua, kesulitan mendatangkan tenaga dokter untuk bertugas di daerah tersebut. Hanya terdapat 14 tenaga dokter untuk melayani 397.653 warga yang bermukim di 512 kampung.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Yahukimo Suhayatno, saat dihubungi dari Jayapura pada Selasa (2/7/2019), mengatakan, terdapat tiga faktor utama yang menyebabkan pihaknya kesulitan mendatangkan tenaga dokter. Ketiga faktor itu adalah tingginya biaya insentif per bulan untuk tenaga dokter, minimnya sarana dan prasarana untuk tenaga dokter, misalnya tempat tinggal, serta terbatasnya sarana transportasi.
”Rata-rata insentif untuk tenaga dokter yang bekerja di daerah Pegunungan Papua bisa mencapai Rp 20 juta per bulan. Sementara kami hanya mampu memberikan insentif sekitar Rp 12 juta per bulan,” ucap Suhayatno.
Terkait sarana dan prasarana, ia mengatakan, fasilitas tempat tinggal bagi dokter baru terdapat di 10 puskesmas, padahal terdapat 31 puskesmas di Yahukimo.
”Minimnya fasilitas tempat tinggal menyebabkan dokter kurang berminat untuk bertugas di Yahukimo. Kami akan berupaya membangun rumah bagi dokter di beberapa puskesmas,” ujar Suhayatno.
Sekali jalan Rp 20 juta
Ia menuturkan, tak ada akses transportasi darat dari Deikai, ibu kota Yahukimo, ke 50 distrik atau kecamatan lain. Semuanya menggunakan sarana transportasi udara. Yahukimo memiliki luas wilayah 17.152 kilometer persegi yang terbagi dalam 51 distrik.
”Tak ada maskapai penerbangan yang melayani rute ke seluruh distrik secara rutin. Warga atau tenaga dokter dan kesehatan harus menyewa pesawat dengan biaya Rp 20 juta untuk sekali perjalanan. Biaya untuk penyewaan helikopter sekitar Rp 40 juta per bulan,” paparnya.
Ia berharap adanya dukungan biaya dan subsidi untuk penerbangan perintis dan penyediaan tenaga dokter dari pemerintah pusat. Tujuannya, agar pelayanan kesehatan di Yahukimo berjalan optimal.
”Minimnya pelayanan kesehatan dapat menyebabkan warga yang sakit tak tertolong. Selain itu juga dapat menyebabkan cakupan imunisasi bagi anak-anak rendah,” lanjutnya.
Minimnya pelayanan kesehatan dapat menyebabkan warga yang sakit tak tertolong.
Sebelumnya 13 warga di Distrik Bomela meninggal karena terserang infeksi saluran pernapasan, demam, dan diare pada periode 5 Mei hingga pertengahan Juni 2019.
Kondisi itu terjadi karena tidak ada layanan kesehatan di puskesmas selama enam bulan terakhir dan minimnya kesadaran pola hidup bersih dan sehat masyarakat setempat.
Dari 13 warga yang ditemukan meninggal itu, 7 orang di Kampung Kitikni, 2 orang di Kampung Bomela, 3 orang di Kampung Kubilayar, dan 1 orang di Kampung Palamdua.
Warga meninggal yang berusia 45 tahun ke atas berjumlah 5 orang, usia 25 tahun hingga 45 tahun sebanyak 3 orang, dan anak-anak sebanyak 4 orang. Sementara satu korban belum terdeteksi usianya karena berada di Kampung Palamdua yang jaraknya sangat jauh.
Selain itu, ditemukan juga tiga kasus polio di Yahukimo sejak November 2018 hingga Maret 2019. Seorang anak di antaranya mengalami kelumpuhan, sementara dua anak yang lain tidak mengalami kelumpuhan.
Regulasi daerah
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Papua Donald Aronggear mengatakan, diperlukan regulasi dari pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten, untuk menjamin tugas dokter berjalan tanpa gangguan sarana dan prasarana serta biaya hidup.
”Dengan adanya regulasi ini, segala kendala di daerah tugas dapat teratasi. Dokter pun dapat bekerja dengan tenang di daerah pedalaman tanpa harus memikirkan keselamatan hidupnya,” kata Donald.
Ia menuturkan, IDI Papua mendapatkan banyak laporan dari anggotanya. Salah satunya adalah keterlambatan pembayaran insentif bagi dokter yang bertugas di daerah pedalaman.
Kondisi ini menyebabkan terjadinya penumpukan tenaga dokter di daerah perkotaan seperti Jayapura. Sementara di daerah pedalaman sangat minim.
IDI Papua beranggotakan 1.628 dokter. Di Kota Jayapura terdapat 647 tenaga dokter, sedangkan di Asmat hanya 28 tenaga dokter.
”Kami berharap ada koordinasi antara Dinas Kesehatan Provinsi Papua dan IDI untuk memetakan persebaran tenaga dokter. Tujuannya, agar penyebaran tenaga dokter dapat efektif dan bisa menjangkau seluruh wilayah Papua,” ucap Donald.