Dampak dari rencana Trump terhadap Huawei belum jelas. Setelah Huawei masuk ke daftar hitam, Google, perusahaan internet raksasa asal AS, berhenti bekerja sama dengan Huawei sehingga ponsel baru Huawei tidak dapat mengoperasikan sistem operasi Android.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
WASHINGTON, SELASA — Presiden Amerika Serikat Donald Trump melontarkan rencana meringankan sanksi terhadap perusahaan produsen telepon seluler asal China, Huawei, pekan lalu. Namun, rencana ini menuai kecaman sejumlah pihak karena dinilai dapat membahayakan keamanan nasional AS.
Rencana tersebut dikemukakan setelah Trump bertemu Presiden China Xi Jinping di sela pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi G-20 di Osaka, Jepang, Sabtu (29/6/2019). Kedua presiden sepakat untuk melanjutkan negosiasi perdagangan. Trump berjanji tidak menambah tarif impor atas produk China dan perusahaan AS bisa kembali menjual komponen kepada Huawei.
”Ketika Anda memberi tahu dunia bahwa Huawei adalah ancaman keamanan kemudian membalikkan argumen itu, Anda merusak kebenaran klaim keamanan awal. Anda membuat lebih sulit bagi siapa pun untuk memercayai masalah keamanan di masa depan,” ujar Michael McFaul, Profesor Ilmu Politik Stanford University, melalui akun Twitter, Minggu (30/6/2019).
Kementerian Perdagangan AS mengumumkan larangan efektif kepada perusahaan AS untuk menjual atau mentransfer teknologi kepada Huawei dan sejumlah perusahaan asal China lainnya pada 20 Mei 2019. Implementasi kebijakan tersebut mulai berlaku dalam 90 hari sejak pengumuman tersebut.
Masuknya Huawei dalam daftar hitam perdagangan AS berdasarkan dugaan teknologi Huawei memberi peluang bagi intelijen China masuk ke dalam jaringan komunikasi negara lain. Namun, Huawei selalu membantah tuduhan AS.
Sejumlah anggota parlemen menuding Trump mempertaruhkan keamanan nasional melalui rencana tersebut, antara lain Senator Marco Rubio, Senator Lindsey Graham, dan Senator John Barrasso. Hal ini karena isu Huawei berperan penting bagi posisi AS ketika bernegosiasi dengan China untuk memperoleh perjanjian perdagangan yang adil.
”Mengapa presiden menyerahkan salah satu pengaruh utama (Huawei) sebelum memulai negosiasi perdagangan yang baru dengan China? Mengapa tidak tetap menaruh Huawei di daftar hitam AS sampai China menunjukkan perubahan perilaku?” ujar anggota DPR AS dari Republik, Jim Banks.
Kepala Penasihat Ekonomi Presiden AS Donald Trump, Larry Kudlow, mengatakan, rencana itu akan membuka peluang bagi Kementerian Perdagangan AS untuk membuat lisensi sementara yang mengizinkan lebih banyak ekspor ke perusahaan China. Akan tetapi, Huawei akan tetap berada di dalam daftar hitam perdagangan AS.
Sebelumnya, Trump mengatakan, perusahaan AS dapat menjual komponen dan alat kepada Huawei jika tidak ada masalah keamanan nasional yang besar menyertai.
Menunggu panduan
Wakil Presiden Huawei untuk Manajemen Risiko dan Hubungan Mitra Tim Danks mengatakan, Huawei telah mendengar pernyataan Trump terkait perusahaan itu pada pekan lalu dan akan menunggu panduan dari Kementerian Perdagangan.
”Namun, belum ada hal yang perlu ditambahkan untuk saat ini,” ujarnya.
Dampak dari rencana Trump terhadap Huawei belum jelas. Setelah Huawei masuk ke daftar hitam, Google, perusahaan internet raksasa asal AS, berhenti bekerja sama dengan Huawei sehingga ponsel baru Huawei tidak dapat mengoperasikan sistem operasi Android. Kondisi itu dapat memengaruhi penjualan ponsel Huawei, yang kini menduduki peringkat kedua di dunia.
Analis teknologi dari Radio Free Mobile, Richard Windsor, berpendapat, kesepakatan AS-China tidak serta-merta membantu bisnis Huawei. Sekalipun akan memberi dampak positif, bisnis Huawei telah telanjur terpengaruh.
Jalan tengah
Pengamat dari New America Samm Sacks mengatakan, kebijakan Trump sebelumnya telah memberi lampu hijau kepada kelompok garis keras keamanan nasional yang bertujuan menciptakan dunia bebas dari peralatan telekomunikasi China. AS kini perlu mencari jalan tengah untuk memecahkan masalah perang dagang sekaligus risiko keamanan nasional yang ditimbulkan Huawei.
Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah mengurangi pembatasan bisnis Huawei untuk konsumen ritel, seperti produk ponsel pintar. Pada saat yang bersamaan, AS perlu tetap memberi sanksi pada infrastruktur telekomunikasi Huawei yang rentan terhadap risiko keamanan.
”Namun, kesepakatan itu tidak mungkin menyelesaikan ketegangan antara dua kekuatan ekonomi atas kepemimpinan di bidang teknologi. Dalam jangka panjang, Beijing tidak akan meninggalkan ambisi teknologinya dalam kecerdasan buatan, produk terkoneksi internet, dan jaringan 5G sehingga akan terus menciptakan ketegangan dengan AS,” tutur Sacks. (AFP/AP/Reuters)