Bogor Darurat Sampah
Bupati Bogor Ade Yasin mengakui, wilayahnya darurat sampah. Kabupaten ini mengandalkan satu tempat pembuangan akhir dan anggaran pengelolaan sampah yang minim.
Bupati Bogor Ade Yasin mengakui, wilayahnya darurat sampah. Kabupaten ini mengandalkan satu tempat pembuangan akhir dan anggaran pengelolaan sampah yang minim.
BOGOR, KOMPAS — Tumpukan kantong plastik atau karung berisi sampah dengan mudah dilihat, antara lain di Jalan Raya Bogor atau Jalan Raya Puncak, Selasa (2/7/2019). Jalan yang ramai dilalui masyarakat, termasuk aparat pemerintah daerah, hingga jalan perdesaan pun tak bebas dari sampah.
Bertepatan dengan Hari Jadi Ke-537 Bogor dan Hari Lingkungan Hidup pada bulan Juni 2019, Bupati Bogor Ade Munawaroh Yasin (46) menuturkan, Kabupaten Bogor darurat sampah karena sampah yang terangkut dan ditimbun di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Galuga di Cibungbulang hanya 700 ton per hari. TPA ini merupakan satu-satunya milik Kabupaten Bogor. Padahal, produksi sampah per hari dari kabupaten ini mencapai 2.800 ton.
”Bayangkan, ke mana sisanya? Dampaknya, masyarakat buang sampah ke sungai atau ke tempat-tempat yang bukan untuk peruntukan penampungan sampah,” kata Ade yang ditemui saat mengikuti acara Bebersih Ciliwung 2019 di Sukahati, Cibinong, Minggu (23/6/2019).
Sampah tidak terangkut dan masyarakat membuang sampah di sebarang tempat merupakan ironi buat Bogor. Sebagai kabupaten yang wilayahnya luas dibandingkan daerah lain di Jabodetabek, logikanya, tidak sulit mencari lahan yang tepat untuk membangun TPA.
Apalagi, di Kabupaten Bogor banyak gunung, hutan, kebun, dan sungai. Ini seharusnya menyadarkan masyarakat bahwa kabupaten mereka luar biasa dan harus dijaga.
Belum serius
Kabupaten Bogor, yang kini berusia lebih lebih dari lima abad, tepatnya 537 tahun, dijajah sampah. Pemerintahan Kabupaten Bogor yang tertata, sejak ibu kota Kabupaten Bogor bertempat di Cibinong 31 tahun lalu sejak 1988, sampai sekarang belum terlihat serius menangani sampah. Begitu juga pemangku kepentingan lain, seperti DPRD Kabupaten Bogor.
Ketidakseriusan ini, antara lain, terlihat dari prasarana dan sarana untuk penanganan atau pengolahan sampah yang minim.
Kepala Bidang Pengolahan Sampah Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor Atis Terdiana mengatakan, jumlah truk angkut sampah baru 258 unit, termasuk 60 unit yang dibeli dari APBD 2019. Idealnya Kabupaten Bogor memiliki 660 truk sampah. Jadi, ada kekurangan 402 truk. Dari 258 truk yang ada itu pun, sekitar 10 persen tidak laik jalan.
Makin tidak efisien operasi truk sampah itu karena tidak sedikit hanya bisa mengangkut sampah satu kali dalam satu hari. Ini akibat jarak lokasi sumber sampah dengan TPA Galuga yang jauh. Sampah dari pasar-pasar di Kecamatan Cileungsi atau Kecamatan Cisarua, misalnya, perlu waktu sekitar tiga jam untuk sampai di Galuga.
Ada 40 kecamatan di Kabupaten Bogor dan Kota Bogor yang sampahnya dibuang ke TPA Galuga. Tahun-tahun ini, TPA Galuga juga akan penuh jika tidak ada penambahan lahan tampung.
Sebetulnya ada TPA baru yang akan dikelola pihak swasta bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yaitu Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Nambo di Kecamatan Klapanunggal. Namun, hingga kini belum jelas masalah operasionalnya. Kalaupun tahun depan beroperasi, mampukah Pemkab Bogor membayar biaya pengolahan sampah untuk setiap satu truk sampah yang dibuang ke TPST Nambo?
Bupati Ade mengatakan, walau tidak menyebut angka rupiah pastinya, retribusi sampah yang didapat selama ini tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan Pemkab untuk mengangkut sampah ke TPA Galuga.
Akan tetapi, Atis Terdiana optimistis, tahun 2020, yang merupakan tahun target nasional Indonesia Zero Waste, Pemkab Bogor atau Bupati Ade semakin serius dalam menangani persoalan sampah. ”Tahun 2020, kami mengusulkan anggaran untuk penanggulangan sampai sebesar Rp 155 miliar. Kami optimistis dikabulkan,” katanya.
Pada tahun anggaran 2019, dana untuk penanganan sampah sebesar Rp 81,653 miliar. Dana itu dibagi untuk pengadaan kendaraan dan alat berat sebesar Rp 42,368 miliar, operasi dan honor petugas angkut sampah Rp 33,738 miliar, dan biaya operasional TPA Galuga Rp 3,623 miliar.
Untuk tahun anggaran 2020, Bagian Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup hanya akan mengajukan anggaran untuk keperluan penanganan sampah sebesar Rp 155 miliar. Angka itu juga kalau disetujui Bupati dan DPRD. Dengan alokasi dana yang tetap kecil tersebut, darurat sampah Kabupaten Bogor kemungkinan berlanjut sampai tahun 2023, yakni saat berakhirnya masa jabatan Ade Yasin sebagai Bupati Bogor.
Langkah terstruktur
Koordinator Desk Politik Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Khalisah Khalid mengatakan, keterbukaan Bupati Ade Yasin mengakui Kabupaten Bogor darurat sampah menunjukkan kesadaran adanya krisis.
”Ini patut dipuji. Bagus dia sadar, kondisi sudah krisis. Sebagai suatu kesadaran, itu sudah bagus. Namun, tidak cukup hanya mengakui. Apa langkah TSM (terstruktur, sistematis, dan masif) yang diambil,” katanya.
Menurut Khalisah, Ade lebih dahulu bersama DPRD melihat dan menelaah lagi regulasi-regulasi tentang sampah, apalagi tahun 2020 sudah dicanangkan sebagai tahun Zero Waste. Kalau sudah ada regulasinya, tinggal bersama melaksanakan regulasi tersebut, termasuk untuk jangka panjangnya.
Dalam menangani sampah, lanjutnya, Ade Yasin atau setiap kepala daerah dan DPRD harus punya keberpihakan pada lingkungan hidup yang berkelanjutan dan penganggaran yang wajar.
Pelayanan dan penanganan sampah saat ini sudah setara dengan kebutuhan dasar warga negara, tidak bisa diabaikan atau dinomorsekiankan dalam penganggarannya. Penanganan sampah sama pentingnya dengan kebutuhan dasar lain, seperti pendidikan dan kesehatan. Ini mengingat sampah yang tidak tertangani, khususnya sampah plastik, akan berimbas negatif kemana-mana, termasuk kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup.