Pengambilan air bawah tanah di Pulau Bali makin masif, terutama di wilayah-wilayah wisata pesisir. Air bawah tanah tersebut juga terus menurun kualitasnya karena ada intrusi air laut.
Oleh
AYU SULISTYOWATI
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Pengambilan air bawah tanah di Pulau Bali makin masif, terutama di wilayah-wilayah wisata pesisir. Air bawah tanah tersebut juga terus menurun kualitasnya karena adanya intrusi air laut.
Bidang Energi Sumber Daya Mineral Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali memperkirakan air laut sudah memasuki air bawah tanah wilayah pesisir Bali bagian selatan. Setidaknya 20 persen dari 3.000 titik sudah terindikasi terintrusi air laut. Radius intrusi mencapai 500 meter mulai dari bibir pantai.
Perkiraan dari ESDM Bali itu bersesuaian dengan hasil penelitian Bali Water Protection (BWP) Project Research 2018. Penelitian tersebut menyimpulkan adanya potensi intrusi air laut yang kian meluas mencemari air bawah tanah. Intrusi bahkan tidak hanya terbatas di wilayah pesisir Bali bagian selatan.
”Tempat wisata di Pemuteran, daerah sekitar Bali barat laut, ini parah karena benar-benar air diambil dari air bawah tanah dan tidak ada substitusi dengan air dari PDAM. Kandungan kloridanya lumayan tinggi,” kata Manajer Proyek BWP Project Research 2018 Putu Bawa, Rabu (3/7/2019).
Tempat wisata di Pemuteran, daerah sekitar Bali barat laut, ini parah karena benar-benar air diambil dari air bawah tanah dan tidak ada substitusi dengan air dari PDAM. Kandungan kloridanya lumayan tinggi.
Berdasarkan penelitian BWP Project Research 2018 dari Yayasan IDEP Selaras Alam dan Politeknik Negeri Bali, ada indikasi intrusi air laut di 270 titik sampel air bawah tanah. Intrusi itu tersebar di Bali, Kabupaten Badung, Buleleng, Jembrana, Karangasem, dan Tabanan.
Putu Bawa menjelaskan, hipotesis awal intrusi masih kurang dari 1.000 meter (1 kilometer) dari bibir. Namun, lanjutnya, radius 108 meter-400 meter air laut sudah masuk di bawah tanah. Hal itu terjadi merata di seluruh pesisir Bali.
Ia menambahkan, meskipun jumlah data terbatas, hasil ini dapat memberikan gambaran betapa potensi intrusi air laut dapat meluas radiusnya jika pemerintah sebagai pemilik kebijakan membiarkannya. Pengeboran air bawah tanah, tegasnya, harus mendapat pengawasan yang benar.
Kepala Seksi Air Tanah Bidang ESDM Bali Ketut Ariantana membenarkan adanya indikasi intrusi air laut pada air bawah tanah di Bali. Intrusi ini terjadi terutama di daerah pariwisata, seperti Kuta dan Tanjung Benoa (Kabupaten Badung) serta Sanur (Kota Denpasar).
Ia menjelaskan, berdasarkan hasil analisis, air payau sudah ada di sepanjang pantai dari Sanur sampai Tanjung Benoa. Selanjutnya, Pantai Jimbaran, Kuta, Seminyak, dan Petitenget, serta pantai sepanjang Nusa Dua dan Sawangan.
”Rata-rata lokasi sumur sekitar maksimal 500 meter dari garis pantai, dengan kedalaman sumur di atas 20 meter. Secara litologi, lapisan batuan di pantai-pantai ini didominasi oleh batuan aluvial dan gamping yang lebih mudah terjadi intrusi. Prediksinya, ya, intrusi air laut ini sudah mencapai 20 persen dari jumlah izin,” ujarnya.
Data dari Bidang ESDM Bali tercatat pada 2016 ada perizinan air tanah sebanyak 1.270 buah. Tahun 2018 ada 2.795 perizinan air bawah tanah. Bidang ESDM Bali memperkirakan masih ratusan titik pengambilan air bawah tanah yang belum berizin.