10 Hektar Lahan di Pulang Pisau Terbakar Selama Empat Hari
Kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah mulai meluas. Di Desa Taruna dan Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau, lahan seluas 10 hektar terbakar. Petugas membutuhkan waktu empat hari untuk mengendalikan api.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PULANG PISAU, KOMPAS – Kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah mulai meluas. Di Desa Taruna dan Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau, lahan seluas 10 hektar terbakar. Petugas membutuhkan waktu empat hari untuk mengendalikan api.
Kebakaran di Pulang Pisau berlangsung sejak Senin (1/7/2019) dan baru bisa dipadamkan, Kamis (4/7/2019) petang. Sedikitnya, 50 petugas gabungan dari berbagai instansi terkait diterjunkan menangkal api di lahan seluas 10 hektar (ha) tersebut.
Pada Kamis sore, Kompas mendatangi lokasi tersebut. Sedikitnya 15 petugas Manggala Agni dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pulang Pisau masih memadamkan api yang berada di dalam tanah gambut.
“Kami datang ke sini sejak pukul 08.00 pagi, sampai sekarang. Ini masih ada api makanya kami belum bisa pulang sampai kami pastikan padam,” ungkap Muhadi, salah satu petugas lapangan dari Regu Manggala Agni Daerah Operasional 2 Kapuas.
Muhadi dan teman-temannya menggunakan 12 sumur bor yang sudah dibuat Badan Restorasi Gambut (BRG) di sekitar lokasi kebakaran. Dari 12 sumur bor itu, satu sumur bor belum bisa digunakan karena pipanya ikut terbakar.
"Kemarin (Rabu, 3/7) apinya sudah padam. Tapi ternyata masih ada bara api di dalam tanah dan sempat meluas di malam hari. Untung saja hari ini semuanya sudah bisa dikendalikan," kata Muhadi.
Kepala Bidang 1 Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Pulang Pisau Tekson menduga kebakaran terjadi terkait pekerjaan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) di sekitar lokasi. Pasalnya, pusat kebakaran di tengah-tengah lahan bukan dari pinggir jalan raya.
“Mungkin mereka (pekerja proyek) ada yang masak atau membuang rokok, karena pekerjaan mereka berhenti pada 30 Juni, lalu keesokannya mereka tidak bekerja lagi tetapi asap muncul,” kata Tekson.
Mungkin mereka (pekerja proyek) ada yang masak atau membuang rokok, karena pekerjaan mereka berhenti pada 30 Juni, lalu keesokannya mereka tidak bekerja lagi tetapi asap muncul.
Tekson mengungkapkan, wilayah yang terbakar merupakan wilayah rawa gambut yang seharusnya masih memiliki kandungan air tinggi. Namun, karena tidak ada hujan, wilayah tersebut kini semakin cepat kering.
“Untung saja semua sumur bor masih bagus, sehingga tidak sulit. Hanya saja kami harus mengangkut mesin untuk menarik air karena sumber airnya hanya sumur bor,” ungkap Tekson.
Dari data Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) Penanggulangan Bencana (PB) Provinsi Kalteng, sejak awal tahun, telah terjadi sedikitnya 64 kali kebakaran di lahan dan hutan seluas 112,4 hektar.
Kota Palangkaraya menjadi wilayah paling banyak terbakar dengan 20 kejadian diikuti Kabupaten Kotawaringin Timur dengan 13 kejadian. Di Palangkaraya, 28 hektar lahan terbakar. Sebagian besar dilakukan pemilik lahan atau para pekerjanya.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (PBPK) Provinsi Kalteng Mofit Saptono menjelaskan, pihaknya saat ini hanya memiliki 8.360 personel untuk pemadaman kebakaran di semua daerah. Jumlah itu dinilai masih kurang.
“Harus ada dana alokasi khusus untuk penanganan karhutla. Hal ini juga sudah kami sampaikan ke pusat,” ungkap Mofit.
Dia menambahkan, pihaknya juga sudah meminta bantuan helikopter untuk melakukan pemantauan dan bom air di lokasi kebakaran yang lokasinya jauh. Ia berharap, pemerintah pusat segera merespons pengajuan tersebut.