Meskipun AS-China melanjutkan pembicaraan, pertumbuhan ekonomi AS akan tetap terpengaruh. Pertumbuhan ekonomi AS pada semester kedua tahun 2019 akan melambat karena perang dagang dan menurunnya permintaan domestik.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
WASHINGTON, KAMIS - Amerika Serikat dan China akan melanjutkan negosiasi perdagangan yang sempat tertunda pekan depan. Namun, negosiasi baru tersebut akan dilakukan via telepon karena kedua pihak belum berencana bertemu secara langsung.
Kepala Penasihat Ekonomi Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Larry Kudlow, mengatakan, AS dan China akan kembali berupaya untuk menyelesaikan perang dagang antara kedua negara. Namun, negosiasi akan dilakukan via telepon terlebih dulu pada pekan depan.
“Saya tidak tahu dengan pasti kapan. Mereka menggunakan telepon pekan depan dan kemudian akan menjadwalkan pertemuan tatap muka,” kata Kudlow, Rabu (3/7/2019).
Negosiator utama dari AS adalah Perwakilan Dagang AS, Robert Lighthizer, dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin. Adapun negosiator utama dari China adalah Wakil Perdana Menteri Liu He.
Seperti yang diwartakan, negosiasi perdagangan AS-China yang berlangsung sekitar satu tahun akhirnya mandek pada Mei 2019. Kedua pihak bersikukuh mempertahankan proposal yang melindungi kepentingan masing-masing.
Washington menuntut perubahan hukum China, terutama untuk mencegah pencurian hak kekayaan intelektual dan pemaksaan perusahaan AS berbagi teknologi ke China. Adapun Beijing menyatakan tidak bersedia melakukan perubahan yang dapat menghambat perkembangan China. Negosiasi yang dinyatakan hampir selesai itu akhirnya terhenti.
Presiden AS Donald Trump dan Presiden China sepakat melanjutkan negosiasi dalam pertemuan G-20 di Osaka, Jepang, Sabtu (29/6/2019). Dalam pertemuan itu, Trump berjanji untuk membatalkan rencana kenaikan tarif impor atas produk China senilai 300 miliar dollar AS dan mengurangi larangan perdagangan terhadap perusahaan telekomunikasi China, Huawei.
"Kami sudah akomodatif. Kami tidak akan menaikkan tarif selama negosiasi. Kami berharap bahwa China akan menyelesaikannya dengan membeli banyak barang impor Amerika,” kata Kudlow.
Ekonom senior Capital Economics, Andrew Hunter, mengatakan, meskipun AS-China melanjutkan pembicaraan, pertumbuhan ekonomi AS akan tetap terpengaruh. Pertumbuhan ekonomi AS pada semester kedua tahun 2019 akan melambat karena perang dagang dan menurunnya permintaan domestik.
Adapun salah satu agenda pemerintahan Trump adalah mengurangi defisit perdagangan dengan negara mitra dan memperbaiki perekonomian AS. Dalam kampanye Pilpres 2016, Trump berjanji untuk mengatasi defisit perdagangan AS dengan China. Hal itulah yang menjadi salah satu pemicu perang dagang AS-China saat ini.
Kembali defisit
Kementerian Perdagangan AS melaporkan, neraca perdagangan sebesar 8,4 persen menjadi 55,5 miliar dollar AS pada Mei 2019. Level tersebut menjadi defisit tertinggi selama lima bulan terakhir.
Defisit terjadi karena kenaikan impor. Nilai impor barang naik menjadi 217 miliar dollar AS atau tumbuh 4 persen. Jenis barang impor yang tumbuh signifikan adalah barang konsumen serta barang kendaraan dan suku cadang.
Diperkirakan, pelaku usaha mengantisipasi kenaikan tarif impor atas produk China sehingga banyak melakukan impor. Trump sebelumnya telah memberlakukan kenaikan tarif impor atas produk China senilai 200 miliar dollar AS sebesar 25 persen dan dibalas China terhadap produk AS senilai 60 miliar dollar AS pada awal Juni 2019.
Defisit perdagangan antara AS dan China tumbuh 12,2 persen menjadi 30,2 miliar dollar AS. Impor atas produk China tumbuh sebesar 12,8 persen.
Tidak lama setelah pengumuman itu, Presiden Trump berkicau lewat Twitter. Ia menuding China dan Eropa sengaja melemahkan mata uang mereka dan menstimulasi ekonomi sehingga mengungguli AS.
“China dan Eropa memainkan permainan manipulasi mata uang dan memompa uang ke sistem mereka untuk bersaing dengan AS. Kita harus menandinginya, atau tetap menjadi boneka yang hanya menonton negara lain bermain selama bertahun-tahun terakhir,” ujarnya. (Reuters/AP)